Senin, 16 Februari 2009

kumpulan cerita dewasa dari berbagai sumber ...

October 22, 2008

Aske: Bidadari yang terluka1

Filed under: PERKOSAAN

Nama saya Lia, Cecilia Lengkapnya, mungkin para pembaca sudah banyak yang familiar dengan saya melalui kisah “Aske Yang Perawan” dan “Aske Dan Pegawai Baru” cerita ini merupakan episode terakhir dari kisah perjalanan hidupku dan Aske.


Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi saat aku terbangun dari tidurku yang lelap, aku masih enggan untuk bangkit dari tempat tidurku meskipun dering jam weker terus mengganggu telingaku.

“Uhh..!!” akhirnya aku bangkit juga dari tempat tidur, mengumpulkan tenagaku dan berjalan menuju kamar mandi. Hari ini adalah hari Sabtu, aku belum mempunyai rencana untuk menikmati Weekend ini.
“Enaknya ngapain yach hari ini” pikirku mencari ide sambil menggosok gigi, usai gosok gigi dan mencuci muka aku berjalan ke meja riasku, masih belum menemukan ide.

Kutatap wajahku dari cermin riasku.

“Lia.. Lia.. Kenapa kamu belum punya kekasih?” gumamku sambil termenung di depan cermin, kubuka kancing gaun tidurku satu persatu sampai terbuka seluruhnya, kupandangi buah dadaku sendiri yang tersembul dengan puting yang coklat kemerahan, aku memang punya kebiasaan tidak pernah memakai bra saat tidur. Kuremas dua gunung kembarku itu dengan ke dua tanganku, sambil mataku tetap memandangi cermin.

” Hmm.. Lumayan besar dan sekal” gumamku.

Buah dadaku memang berukuran lumayan besar hingga aku harus selalu mengenakan bra ukuran 36 B, aku berdiri sambil terus mengagumi diriku sendiri dari cermin riasku, aku cukup tinggi untuk ukuran wanita indonesia, sekitar 167 cm dan berat badan 45 kg, akupun memiliki kulit yang putih mulus, tubuh yang seksi dan wajah yang cantik, tapi kenapa sampai saat ini aku masih takut untuk punya pasangan hidup, harus ku akui, aku masih sangat trauma dengan kejadian pemerkosaan yang aku alami beberapa waktu yang silam.

“Huh.. Masa bodo amat” pikirku.

Cukup lama aku mematut diriku di depan cermin, kuraba perutku yang mulus dan ramping, lalu kuturunkan tanganku ke bagian selangkangan, Kuelus vaginaku yang ditumbuhi bulu bulu halus..

“Ohh..” Hasrat birahiku melonjak menjalari seluruh tubuhku, kumain mainkan dengan jariku hingga cairan kewanitaanku membasahi bibir vaginaku.

Aku sudah tidak bisa mengontrol tanganku lagi saat itu, dengan posisi masih tetap berdiri, kunaikkan sebelah kakiku ke atas meja rias, lalu aku mulai memasukan salah satu jariku ke dalam lubang kemaluanku sendiri dengan perlahan.. Sangat pelan.. Sambil tetap memandangi tubuh telanjangku dari cermin di depanku, aku mulai memaju mundurkan jariku, ku kocok di dalam lubang vaginaku dengan lembut, makin lama makin cepat dan lebih cepat lagi.. Cairan kewanitaanku makin membanjiri seluruh dinding liang vaginaku.

“Sshh.. Oughh.. Nikmat sekali..” tubuhku menggeletar hebat.
“Sshh.. Ohh..” aku mendesah panjang, mataku terpejam, merasakan getaran kenikmatan yang menjalari sekujur tubuhku, 10 menit aku melakukan masturbasi sebelum akhirnya tubuhku menegang.
“Ahh..” aku melenguh pelan saat telah mencapai orgasme, aku puas, gumamku menatap cermin.

Kubuka laci meja riasku, mencari tissue untuk menyeka keringat yang membasahi wajahku, tiba tiba selembar foto terjatuh, kuambil foto itu, aku tertegun sesaat sambil memandangi foto itu, foto saat aku dan Aske sedang merayakan ulang tahunnya di perusahaan tempat kami bekerja dulu.

“Aske.. Bagaimana hidupmu sekarang..?” tanyaku dalam hati, aku jadi teringat kejadian 8 bulan yang lalu, saat kami di perkosa dan di gagahi oleh Alex dan Paul, setelah kejadian itu Aske langsung mengundurkan diri dari perusahaan, sepertinya dia mengalami trauma berat, dia tidak mau di hubungi oleh siapapun, termasuk olehku, berkali kali aku mencoba menelepon dan mendatangi rumahnya, tapi dia selalu mengelak dan berusaha untuk tidak menemuiku, kami kehilangan komunikasi sampai dengan saat ini.

Tiba tiba aku merasa sangat kangen kepada sahabatku itu, aku meraih handphoneku dan mencoba menghubunginya, berharap Aske tidak mengganti nomor HP-nya.

“Hallo..!!” terdengar suara riang dan renyah dari ujung sana.
“Hai Aske apa kabar?” seruku gembira, karena dia belum mengganti nomor HPnya, satu jam kami mengobrol dan saling melepas kangen, akhirnya kami sepakat untuk bertemu sore hari ini di sebuah restoran di kawasan Jakarta Selatan.

Hampir jam 6 sore dan kami sudah ngobrol cukup lama saat Aske memohon aku untuk ikut dengannya menghadiri acara pesta seorang rekanan kerjanya.

“Kak Lia.. Ikut yaa.. Aske mohon please..” pinta Aske dengan gaya kekanakannya, akhirnya aku mengangguk mengiyakan.
“Ya sudahlah.. Aku juga tidak punya acara hari ini” jawabku yang langsung di sambut dengan sorak riang Aske.

Acara itu sendiri diselenggarakan di sebuah hotel berbintang di kawasan Jakarta Pusat, Aske saat itu mengenakan gaun pesta panjang warna hitam dengan motif ukiran cina, Aske terlihat makin cantik dengan gaun itu, apalagi gaun itu lumayan ketat sehingga memperlihatkan bentuk tubuhnya yang seksi, sementara akupun mengenakan gaun biru panjang tanpa lengan dengan selendang biru muda transparan yang aku lingkarkan di pundakku.

“Haii.. Gimana, sudah beres semua?” tanya Aske ke beberapa orang laki-laki yang ada di depan lobi hotel.
“Beres Bu.. Semuanya lancar” jawab seorang dari mereka.

Terus terang aku tidak mengerti dengan pembicaraan mereka, tapi pasti berkaitan dengan acara pesta, kan Aske event organizernya.. pikirku, sebelumnya Aske memang bercerita bahwa saat ini kegiatannya adalah menjadi event organizer untuk acara para konglomerat.

Kami sudah berada di dalam hall hotel tersebut, dan kami ikut hanyut dalam suasana pesta yang berkesan aristokrat, ada sekitar kurang lebih 60 orang laki laki dan perempuan yang berada di ruangan besar ini, mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing, makan, minum, ngobrol dan lain lain sambil diiringi alunan musik yang lembut, maklum, rata-rata mereka sudah berusia kurang lebih 40 tahunan.

Kusapukan pandanganku ke sekitar ruangan besar itu, sambil meminum segelas wine, Aske memang pintar mengemas acara pesta, semuanya tampak sangat mewah dan terorganisir pikirku. Lalu Aske menyempatkan diri mengenalkanku ke beberapa orang yang kebetulan lewat di depan kami.

“Selamat malam nona Aske..” tegur seorang laki-laki paruh baya.
“Eh Pak Yos.. Maaf saya datang agak telat.. Kenalkan ini teman kepercayaan saya.” jawab Aske sambil tersenyum ramah kepada laki laki itu yang ternyata adalah si empunya acara pesta tersebut.
“Lia..” ujarku mengenalkan diri sambil mengulurkan tangan.
“Kamu cantik sekali Lia..” jawab Pak Yos memujiku sambil tersenyum ramah, aku langsung mengucapkan terima kasih atas pujiannya tersebut.

Saat itu seorang laki-laki datang ke arah kami.

“Hallo, selamat malam semua, acara utamanya sudah akan di mulai, silahkan ambil tempat masing masing..” sapa orang itu sambil tersenyum.
“Ini Pak Pri.. Dia penanggung jawab acara ini”, ujar Pak Yos sambil mempersilakan kami mengikutinya.

Kami duduk di salah satu meja dan menyaksikan dan mendengarkan lagu lagu yang dinyanyikan oleh beberapa penyanyi yang cukup terkenal. Aku masih duduk sambil memegang gelas wine, kepalaku sudah terasa agak berat dan pusing akibat terlalu banyak menenggak minuman tersebut, tak lama kemudian aku pun permisi untuk ke toilet.

“Ke.. Aku ke toilet dulu yach..” ujarku sambil berdiri.
“Aske temenin deh..” jawab Aske menawarkan diri.

Aske sibuk merapikan gaunnya, sementara aku masih memperhatikan wajahku di depan cermin toilet, kepalaku terasa makin berat akibat pengaruh wine tersebut.

“Aduh.. Kayaknya aku kebanyakan minum wine nih Ke..”, ujarku setengah menyesal kepada Aske.

Kami sudah akan ke luar dari toilet saat tiba tiba muncul dua orang laki-laki dan langsung masuk ke dalam ruangan toilet, kebetulan saat itu memang hanya kami berdua yang berada di toilet tersebut.

“Eh.. Bapak-Bapak salah masuk..” ujarku bingung, karena yang masuk itu Pak Pri dan Pak Yos, sementara Aske hanya diam saja sambil tersenyum ke arah mereka.
“Tenang Lia.. Kita cuma mau mencicipi tubuh kamu yang seksi itu kok” ujar Pak Pri sambil mendekatiku dan berusaha meraih tubuhku, sementara Pak Yos mengunci pintu toilet dari dalam, seketika itu juga aku tersurut mundur berusaha mengelak dari terkaman Pak Pri. Hingga akhirnya tubuhku tertahan oleh washtafel yang berada di belakangku.

“Apa apaan ini.. Aske.. Hentikan mereka..!!” jeritku sambil berusaha mendorong tubuh Pak Pri yang saat itu sudah mendekap dan menggumuli tubuhku, sementara tangannya sibuk berusaha menyingkapkan belahan gaunku, saat itu aku memang mengenakan gaun panjang yang belahannya sampai ke pangkal pahaku. Tak lama setelah itu, Pak Yos dan Aske mendekatiku, mereka membalikan tubuhku dengan paksa hingga posisiku tengkurap di atas washtafel.

“Hentikan.. Aske.. Mau apa kalian..!!” jeritku sambil berusaha meronta dari himpitan tubuh Pak Pri yang menindihku dari atas, sementara Pak Yos memegangi kedua tanganku dengan erat sambil berusaha menciumi bibirku.
“Mmh.. Jangann.. Mmhh.. Hentikan.. Aske..!!” jeritku di sela sela mulut Pak Yos yang sedang mengulum bibirku, saat kurasakan jari Aske mulai membuka resleting gaunku, lidah Pak Yos masih bermain-main di dalam mulutku saat Aske yang di bantu Pak Pri berusaha melepaskan gaunku, mereka menariknya dengan paksa melewati kedua tanganku, sehingga gaun bagian atasku merosot hingga sebatas perut.

bersambung

Aske: Bidadari yang terluka2

Filed under: Vidio Movie, PERKOSAAN

“Bajingan kalian.. Brengsek..!!” teriakku sambil terus berontak dari himpitan ke tiga orang itu, tapi sepertinya mereka sudah tidak peduli dengan jeritanku, Aske malah sudah melepaskan braku yang tanpa tali, sehingga kini buah dadaku terbuka dan menggantung tanpa penutup apapun, aku melenguh pelan, menahan sakit saat Pak Yos mulai meremas remas buah dadaku dengan kasar, mulutnya mulai mengulum bibirku kembali sambil sesekali menggigit bibirku yang mungil, sementara Aske menjambak rambutku dan menariknya ke atas sehingga kepalaku menjadi terdongak dan tidak dapat mengelak dari mulut Pak Yos yang sedang mengulum bibirku dengan beringas.

“Jangann.. Jangann.. Lakukan itu.. Lepaskan saya.. Biadab kamu Aske..” jeritku panik saat Pak Pri mulai melolosi celana dalamku, aku berusaha menendangkan kakiku saat kurasakan celana dalamku ditarik paksa melewati lututku, betisku dan akhirnya lepas dari ke dua kakiku, kemudian Pak Pri mulai memposisikan tubuhnya tepat di belakang tubuhku, aku tidak dapat melihatnya karena posisi tubuhku masih menelungkup sementara Pak Yos memegangiku dengan erat, tapi aku bisa mendengar Pak Pri menurunkan resleting celananya, dan mulai memain-mainkan ujung kemaluannya di bibir vaginaku.

“Jangan.. Perkosa saya.. Saya mohon..” keluhku lemah sambil memejamkan mataku, aku mulai menangis saat itu, sementara Pak Yos masih saja menciumi seluruh wajah dan leherku sambil satu tangannya meremas remas buah dadaku, dia sepertinya sama sekali tidak merasa iba melihatku menangis. Aku mendengar Pak Pri mulai mendesah sambil sesekali melenguh panjang, tapi aku tidak merasakan sesuatu menyentuh bagian selangkanganku, merasa penasaran, kupaksakan kepalaku menoleh ke arah samping.

“Astaga.. Aske kamu sudah gila..!!” seruku saat kulihat Aske sedang mengoral batang penis Pak Pri sambil sesekali mengocoknya dengan tangannya yang mungil itu, Aske hanya menoleh dan tersenyum ke arahku, sepertinya dia sangat menikmati permainan itu, rambutnya yang panjang sampai tersibak saat Aske menaikturunkan kepalanya dengan cepat, mengocok kemaluan Pak Pri di dalam mulutnya, aku makin terperangah saat kulihat Aske berjongkok membelakangi tubuh Pak Pri yang duduk di atas lantai, lalu Aske menyibakkan belahan gaun hitamnya dan menyingkapkan celana dalamnya, kemudian tangannya memegang batang penis Pak Pri dan membimbingnya masuk ke dalam liang vaginannya, sementara Pak Pri memegang pinggang Aske yang saat itu sedang menurunkan tubuhnya dengan perlahan di atas pangkuan Pak Pri.

“Ahh.. Sshh..” Aske mendesah panjang saat batang penis Pak Pri amblas seluruhnya ke dalam liang kemaluannya, Aske sempat menaik turunkan tubuhnya beberapa kali, lalu tiba tiba dia berdiri dan menghampiriku.
“Kak Lia nggak perlu takut.. Enak kok..” ujar Aske sambil tertawa kecil dan membelai rambutku, ingin rasanya kutampar wajah Aske saat itu juga, tapi tanganku masih di pegangi dengan erat oleh Pak Yos.

“Jangan.. Jangan.. Dimasukin.. Sakitt..!! Hentikan..!!” jeritku saat kurasakan liang vaginaku mulai dijejali oleh batang kemaluan Pak Pri, rupanya saat itu Pak Pri sudah berada di belakangku, dia menyingkapkan gaunku dan mulai berusaha memasukkan kemaluannya ke dalam lubang vaginaku.

“Sakitt.. Lepaskan..!!” jeritku parau, aku mencoba menggerakkan pantatku ke kiri dan ke kanan saat batang kemaluannya mulai menyeruak masuk, aku berusaha mengelakkan batang penisnya dari vaginaku, tapi gerakanku tertahan karena dengan sigap Pak Pri memegang dan menahan pinggulku, sementara Aske membimbing batang penis Pak Pri dengan tangannya dan mengarahkannya masuk ke dalam liang kemaluanku.

“Arghh.. Sakitt.. Ouhh..!!” aku melenguh lemah menahan sakit saat kemaluan Pak Pri menghunjam masuk menggesek seluruh dinding liang vaginaku, dan aku kembali menjerit saat Pak Pri mendorongkan tubuhnya membuat seluruh batang penisnya tertanam di dalam lubang kemaluanku.

“Lepaskan.. Perihh..!!” gumamku lirih saat Pak Pri mulai memompa vaginaku, makin lama gerakannya semakin cepat, sehingga tubuhku pun ikut terguncang guncang mengikuti gerakan tubuh Pak Pri yang bergerak maju mundur. Aku merasakan batang penisnya seperti menggerus gerus dinding vaginaku saat kemaluannya bergerak maju mundur, sehingga menimbulkan rasa perih dan sakit di seluruh liang kemaluanku.

“Benar kan Aske bilang.. Walaupun sudah tidak perawan lagi tapi dia masih sempit kan Pak..!!” ujar Aske kepada Pak Pri, Pak Pri hanya melenguh, tidak menjawab komentar Aske.

Aku memang sudah tidak perawan lagi akibat pemerkosaan yang aku alami dulu, tapi sejak kejadian itu aku tidak pernah lagi berhubungan badan dengan siapapun, paling paling aku hanya melakukan masturbasi, sehingga vaginaku masih tetap sempit dan terasa sakit saat batang penis Pak Pri menerobos masuk ke dalam lubang kemaluanku.

Pak Pri masih terus memompa vaginaku, sementara aku hanya bisa pasrah dan menangis merasakan sakit dan perih saat kemaluanku di obrak abrik oleh batang penis Pak Pri, tubuhku sudah sangat lemah saat Pak Yos mulai melepaskan pegangan tangannya dari ke dua tanganku dan mulai menggumuli tubuh Aske, ku lihat Pak Yos sudah melepaskan gaun yang di kenakan Aske, menelanjanginya lalu meremas remas buah dadanya sambil menciumi bibir Aske, Aske pun langsung membalasnya dengan sangat bernafsu, akhirnya mereka pun bersetubuh di samping tubuhku yang sedang di perkosa oleh Pak Pri

“Keparat Aske.. Dia sengaja menyerahkanku ke orang orang biadab ini” pikirku.

Tiba tiba kudengar Pak Pri mendengus keras sambil menghentakkan pantatnya dengan keras ke arah depan sambil tangannya mencengkeram pinggangku dengan erat, aku sudah tidak dapat meronta lagi saat itu, aku hanya bisa menangis dan memejamkan mata saat Pak Pri mengeluarkan seluruh cairan spermanya di dalam lubang vaginaku, kurasakan cairan hangat menyembur, mengisi dan membanjiri liang kewanitaanku.

“Terima kasih Lia.. Rasanya nikmat sekali menggagahi kamu..” ujar Pak Pri sambil tertawa penuh kemenangan, bersamaan dengan itu kulihat Aske tiba tiba menghentikan aktivitasnya, dia melepaskan batang penis Pak Yos dari liang vaginanya dan menyuruh Pak Yos mengambil posisi di belakang tubuhku, lalu Aske mengoral dan mengocok kemaluan Pak Yos, kemudian Aske mengarahkan batang penis Pak Yos ke liang vaginaku sambil tetap mengocoknya dengan cepat sampai Pak Yos mencapai orgasme, membuat seluruh cairan spermanya menyembur keluar dan membasahi bibir kemaluanku.

Aku merasa malu dan amat terhina di perlakukan seperti itu oleh mereka, aku memandang Aske dengan perasaan sangat marah.

“Kejam sekali kamu Ke..!! Kamu sengaja mau membuat Kak Lia hamil..?” seruku geram.
“Saya memang dendam sama kamu.. Kak Lia..!! dulu.. Waktu saya di perkosa, Kak Lia tidak berusaha menolong saya” ujar Aske ketus.
“Tapi.. Aske.. Saat itu Kak Lia juga di perkosa..!!” jawabku bingung sambil berusaha berdiri, tapi tiba tiba Pak Yos menyergapku dari belakang, dia memelukku dan membalikan tubuhku sehingga posisiku menjadi terlentang menghadap tubuhnya.

Pak Yos dengan sigap langsung menindihku sambil tangannya berusaha memasukan batang penisnya ke dalam liang vaginaku yang telah basah oleh cairan sperma Pak Pri dan spermanya.

“Jangann..!!” jeritku, saat liang kemaluanku kembali di terobos dengan paksa..

Sementara itu Aske tampak tertawa puas melihat aku kembali di perkosa oleh mereka, sudah beberapa kali Pak Pri dan Pak Yos bergantian menggarap tubuhku, sampai akhirnya mereka puas dan meninggalkanku sambil tertawa penuh kemenangan karena berhasil mengerjai tubuhku, Aske sempat melirik dan tersenyum ke arahku sebelum akhirnya dia pun ke luar mengikuti kedua orang itu.

Aku masih tergolek lemas di atas washtafel toilet, seluruh tubuhku terasa pegal dan sakit, tapi aku tetap mencoba untuk berdiri walaupun rasa perih dan ngilu masih mendera di sekitar selangkanganku, kuraih braku yang teronggok di samping washtafel dan mengenakannya sambil membetulkan gaun bagian atasku yang tadi dilolosi oleh mereka.

Aku telah membersihkan cairan sperma Pak Pri dan Pak Yos yang melekat di sekitar selangkanganku, lalu mengenakan celana dalamku kembali saat tiba tiba seorang office boy masuk dan kemudian memaksaku untuk melayani nafsu bejatnya, aku sudah tidak punya kekuatan lagi untuk menolaknya, aku hanya bisa diam dan pasrah saat office boy itu menghunjamkan batang penisnya dan mulai memompa liang vaginaku dengan kasar.

Hari itu aku di perkosa oleh tiga orang termasuk oleh office boy itu yang ternyata mengaku kalau dia di suruh oleh mereka.

Semua perlakuan keji itu memang telah di rencanakan oleh Aske, tapi aku masih tidak mengerti kenapa Aske tega menjebakku seperti itu, dan tentu saja aku sangat tidak terima dengan semua perbuatannya.

Itulah mengapa saat kutulis cerita ini, aku menggunakan nama email “Aske Pecun”. Suatu saat nanti, akan kubalas semua perbuatannya terhadapku..!

Kegilaan dilift Kampus 1

Filed under: PERKOSAAN

Pengalamanku yang satu ini terjadi ketika masih kuliah semester empat, kira-kira empat tahun yang lalu. Waktu itu aku harus mengambil sebuah mata kuliah umum yang belum kuambil, yaitu kewiraan. Kebetulan waktu itu aku kebagian kelas dengan fakultas sipil, agak jauh dari gedung fakultasku, di sana mahasiswanya mayoritas cowok pribumi, ceweknya cuma enam orang termasuk aku. Tak heran aku sering menjadi pusat perhatian cowok-cowok di sana, beberapa bahkan sering curi-curi pandang mengintip tubuhku kalau aku sedang memakai pakaian yang menggoda, aku sih sudah terbiasa dengan tatapan-tatapan liar seperti ini, terlebih lagi aku juga cenderung eksibisionis, jadi aku sih cuek-cuek aja.

Hari itu mata kuliah yang bersangkutan ada kuliah tambahan karena dosennya beberapa kali tidak masuk akibat sibuk dengan kuliah S3-nya. Kuliah diadakan pada jam lima sore. Seperti biasa kalau kuliah tambahan pada jam-jam seperti ini waktunya lebih cepat, satu jam saja sudah bubar. Namun bagaimanapun saat itu langit sudah gelap hingga di kampus hampir tidak ada lagi mahasiswa yang nongkrong.

Keluar dari kelas aku terlebih dulu ke toilet yang hanya berjarak empat ruangan dari kelas ini untuk buang air kecil sejenak, serem juga nih sendirian di WC kampus malam-malam begini, tapi aku segera menepis segala bayangan menakutkan itu. Setelah cuci tangan aku buru-buru keluar menuju lift (di tingkat lima). Ketika menunggu lift aku terkejut karena ada yang menyapa dari belakang. Ternyata mereka adalah tiga orang mahasiswa yang juga sekelas denganku tadi, yang tadi menyapaku aku tahu orangnya karena pernah duduk di sebelahku dan mengobrol sewaktu kuliah, namanya Adi, tubuhnya kurus tinggi dan berambut jabrik, mukanya jauh dari tampan dengan bibir tebal dan mata besar. Sedangkan yang dua lagi aku tidak ingat namanya, cuma tahu tampang, belakangan aku tahu yang rambutnya gondrong dikuncir itu namanya Syaiful dan satunya lagi yang mukanya mirip Arab itu namanya Rois, tubuhnya lebih berisi dan kekar dibandingkan Adi dan Syaiful yang lebih mirip pemakai narkoba.

“Kok baru turun sekarang Ci?” sapa Adi berbasa-basi.
“Abis dari WC, lu orang juga ngapain dulu?” jawabku.
“Biasalah, ngerokok dulu bentar” jawabnya.

Lift terbuka dan kami masuk bersama, mereka berdiri mengelilingiku seperti mengepungku hingga jantungku jadi deg-degan merasakan mata mereka memperhatikan tubuhku yang terbungkus rok putih dari bahan katun yang menggantung di atas lutut serta kaos pink dengan aksen putih tanpa lengan. Walau demikian, terus terang gairahku terpicu juga dengan suasana di ruangan kecil dan dengan dikelilingi para pria seperti ini hingga rasa panas mulai menjalari tubuhku.

“Langsung pulang Ci?” tanya Syaiful yang berdiri di sebelah kiriku.
“Hemm” jawabku singkat dengan anggukan kepala.
“Jadi udah gak ada kegiatan apa-apa lagi dong setelah ini?” si Adi menimpali.
“Ya gitulah, paling nonton di rumah” jawabku lagi.
“Wah kebetulan.. Kalo gitu lu ada waktu sebentar buat kita dong!” sahut Syaiful.
“Eh.. Buat apa?” tanyaku lagi.

Sebelum ada jawaban, aku telah dikagetkan oleh sepasang tangan yang memelukku dari belakang dan seperti sudah diberi aba-aba, Rois yang berdiri dekat tombol lift menekan sebuah tombol sehingga lift yang sedang menuju tingkat dua itu terhenti. Tas jinjingku sampai terlepas dari tanganku karena terkejut.

“Heh.. Ngapain lu orang?” ujarku panik dengan sedikit rontaan.
“Hehehe.. Ayolah Ci, having fun dikit kenapa? Stress kan, kuliah seharian gini!” ucap Adi yang mendekapku dengan nafas menderu.
“Iya Ci, di sipil kan gersang cewek nih, jarang ada cewek kaya lo gini, lu bantu hibur kita dong” timpal Rois.

Srr.. Sesosok tangan menggerayang masuk ke dalam rok miniku. Aku tersentak ketika tangan itu menjamah pangkal pahaku lalu mulai menggosok-gosoknya dari luar.

“Eengghh.. Kurang ajar!” ujarku lemah. Aku sendiri sebenarnya menginginkannya, namun aku tetap berpura-pura jual mahal untuk menaikkan derajatku di depan mereka.

Mereka menyeringai mesum menikmati ekpresi wajahku yang telah terangsang. Rambutku yang dikuncir memudahkan Adi menciumi leher, telinga dan tengkukku dengan ganas sehingga birahiku naik dengan cepat. Rois yang tadinya cuma meremasi dadaku dari luar kini mulai menyingkap kaosku lalu cup bra-ku yang kanan dia turunkan, maka menyembullah payudara kananku yang nampak lebih mencuat karena masih disangga bra. Diletakkannya telapak tangannya di sana dan meremasnya pelan, kemudian kepalanya mulai merunduk dan lidahnya kurasakan menyentuh putingku.

Sambil menyusu, tangannya aktif mengelusi paha mulusku. Tanpa kusadari, celana dalamku kini telah merosot hingga ke lutut, pantat dan kemaluanku terbuka sudah. Jari-jari Syaiful sudah memasuki vaginaku dan menggelitik bagian dalamnya. Tubuhku menggelinjang dan mendesah saat jarinya menemukan klitorisku dan menggesek-gesekkan jarinya pada daging kecil itu.

Aku merasakan sensasi geli yang luar biasa sehingga pahaku merapat mengapit tangan Syaiful. Rasa geli itu juga kurasakan pada telingaku yang sedang dijilati Adi, hembusan nafasnya membuat bulu kudukku merinding. Tangannya menjalar ke dadaku dan mengeluarkan payudaraku yang satu lagi. Diremasinya payudara itu dan putingnya dipilin-pilin, kadang dipencet atau digesek-gesekkan dengan jarinya hingga menyebabkan benda itu semakin membengkak. Tubuhku serasa lemas tak berdaya, pasrah membiarkan mereka menjarah tubuhku.

Melihatku semakin pasrah, mereka semakin menjadi-jadi. Kini Rois memagut bibirku, bibir tebal itu menyedot-nyedot bibirku yang mungil, lidahnya masuk ke mulutku dan menjilati rongga di dalamnya, kubalas dengan menggerakkan lidahku sehingga lidah kami saling jilat, saling hisap, sementara tangannya sudah meremas bongkahan pantatku, kadang jari-jarinya menekan anusku. Tonjolan keras di balik celana Adi terasa menekan pantatku. Secara refleks aku menggerakkan tanganku ke belakang dan meraba-raba tonjolan yang masih terbungkus celana itu.

Payudara kananku yang sudah ditinggalkan Rois jadi basah dan meninggalkan bekas gigitan kini beralih ke tangan Adi, dia kelihatan senang sekali memainkan putingku yang sensitif, setiap kali dia pencet benda itu dengan agak keras tubuhku menggelinjang disertai desahan. Si Syaiful malah sudah membuka celananya dan mengeluarkan penisnya yang sudah tegang. Masih sambil berciuman, kugerakkan mataku memperhatikan miliknya yang panjang dan berwarna gelap tapi diameternya tidak besar, ya sesuailah dengan badannya yang kerempeng itu.

Diraihnya tanganku yang sedang meraba selangkangan Adi ke penisnya, kugenggam benda itu dan kurasakan getarannya, satu genggamanku tidak cukup menyelubungi benda itu, jadi ukurannya kira-kira dua genggaman tanganku.

“Ini aja Ci, burung gua kedinginan nih, tolong hangatin dong!” pintanya.
“Ahh.. Eemmhh!” desahku sambil mengambil udara begitu Rois melepas cumbuannya.
“Gua juga mau dong, udah gak tahan nih!” ujar Rois sambil membuka celananya.

Wow, sepertinya dia memang ada darah Arab, soalnya ukurannya bisa dibilang menakjubkan, panjang sih tidak beda jauh dari Syaiful tapi yang ini lebih berurat dan lebar, dengan ujungnya yang disunat hingga menyerupai helm tentara. Jantungku jadi tambah berdegup membayangkan akan ditusuk olehnya, berani taruhan punya si Adi juga pasti kalah darinya.

Adi melepaskan dekapannya padaku untuk membuka celana, saat itu Rois menekan bahuku dan memintaku berlutut. Aku pun berlutut karena kakiku memang sudah lemas, kedua penis tersebut bagaikan pistol yang ditodongkan padaku, tidak.. bukan dua, sekarang malah tiga, karena Adi juga sudah mengeluarkan miliknya. Benar kan, milik Rois memang paling besar di antara ketiganya, disusul Adi yang lebih berisi daripada Syaiful. Mereka bertiga berdiri mengelilingiku dengan senjata yang mengarah ke wajahku.

“Ayo Ci, jilat, siapa dulu yang mau lu servis”
“Yang gua aja dulu Ci, dijamin gue banget!”
“Ini aja dulu Ci, gua punya lebih gede, pasti puas deh!”

Demikian mereka saling menawarkan penisnya untuk mendapat servis dariku seperti sedang kampanye saja, mereka menepuk-nepuk miliknya pada wajah, hidung, dan bibirku sampai aku kewalahan menentukan pilihan.

“Aduh.. Iya-iya sabar dong, semua pasti kebagian.. Kalo gini terus gua juga bingung dong!” kataku sewot sambil menepis senjata mereka dari mukaku.
“Wah.. Marah nih, ya udah kita biarin Citra yang milih aja, demokratis kan?” kata Syaiful.

Setelah kutimbang-timbang, tangan kiriku meraih penis Syaiful dan yang kanan meraih milik Rois lalu memasukkannya pelan-pelan ke mulut.

“Weh.. Sialan lu, gua cuma kebagian tangannya aja!” gerutu Syaiful pada Rois yang hanya ditanggapinya dengan nyengir tanda kemenangan.
“Wah gua kok gak diservis Ci, gimana sih!” Adi protes karena merasa diabaikan olehku.

Sebenarnya bukan mengabaikan, tapi aku harus memakai tangan kananku untuk menuntun penis Rois ke mulutku, setelah itu barulah kugerakkan tanganku meraih penis Adi untuk menenangkannya. Kini tiga penis kukocok sekaligus, dua dengan tangan, satu dengan mulut.

Lima belas menit lewat sudah, aku ganti mengoral Adi dan Rois kini menerima tanganku. Tak lama kemudian, Syaiful yang ingin mendapat kenikmatan lebih dalam melepaskan kocokanku dan pindah berlutut di belakangku. Kaitan bra-ku dibukanya sehingga bra tanpa tali pundak itu terlepas, begitu juga celana dalam hitamku yang masih tersangkut di kaki ditariknya lepas. Lima menit kemudian tangannya menggerayangi payudara dan vaginaku sambil menjilati leherku dengan lidahnya yang panas dan kasar. Pantatku dia angkat sedikit sampai agak menungging.

Kemudian aku menggeliat ketika kurasakan hangat pada liang vaginaku. Penis Syaiful telah menyentuh vaginaku yang basah, dia tidak memasukkan semuanya, cuma sebagian dari kepalanya saja yang digeseknya pada bibir vaginaku sehingga menimbulkan sensasi geli saat kepalanya menyentuh klitorisku.

“Uhh.. Nakal yah lu!” kataku sambil menengok ke belakang.
“Aahh..!” jeritku kecil karena selesai berkata demikian Syaiful mendorong pinggulnya ke depan sampai penis itu amblas dalam vaginaku.

Dengan tangan mencengkeram payudaraku, dia mulai menggenjot tubuhku, penisnya bergesekan dengan dinding vaginaku yang bergerinjal-gerinjal. Aku tidak bisa tidak mengerang setiap kali dia menyodokku.

“Hei Ci, yang gua jangan ditinggalin nih” sahut Adi seraya menjejalkan penisnya ke mulutku sekaligus meredam eranganku.

Aku semakin bersemangat mengoral penis Adi sambil menikmati sodokan-sodokan Syaiful, penis itu kuhisap kuat, sesekali lidahku menjilati ‘helm’nya. Jurusku ini membuat Adi blingsatan tak karuan sampai dia menekan-nekan kepalaku ke selangkangannya. Kocokanku terhadap Rois juga semakin dahsyat hingga desahan ketiga pria ini memenuhi ruangan lift.

Teknik oralku dengan cepat mengirim Adi ke puncak, penisnya seperti membengkak dan berdenyut-denyut, dia mengerang dan meremas rambutku..

“Oohh.. Anjing.. Ngecret nih gua!!”

Muncratlah cairan kental itu di mulutku yang langsung kujilati dengan rakusnya. Keluarnya banyak sekali sehingga aku harus buru-buru menelannya agar tidak tumpah. Setelah lepas dari mulutku pun aku masih menjilati sisa sperma pada batangnya. Rois memintaku agar menurunkan frekuensi kocokanku.

“Gak usah buru-buru..” demikian katanya.

Ke Bagian 2

Yani Poppy dan Umi

Filed under: PERKOSAAN

Tiap pagi, gue lewat depan rumah itu. Makanya, gue tahu penghuninya keluarga muda dengan anak balita satu. Nyonya rumah namanya Yani. Doi lulusan IKIP Seni Tari. Udah lama juga sih gue perhatiin doi. Tapi gue baru kenal ama perempuan Klaten itu lewat lakinya yang pelukis.
Doi orangnya nggak cakep-cakep banget.

Tapi tampangnya yang khas Jawa, lembut dan pasrah itu bikin gue betah ngelihatin mukanya kalo pas bertamu ke rumahnya. Apalagi dia enak juga diajak ngomong, suaranya itu senada dengan wajah pasrahnya. Gue jadi suka bayangin dia merintih-rintih di bawah siksaan gue.
Nah, suatu hari lakinya jadi kaya mendadak karena ada order lukisan dalam jumlah besar. Terus, dia ngontrak rumah sebelah buat Yani sama anaknya. Rumah yang sekarang dijadiin galeri lukis.

Doi yang sebelumnya sering cerita kalo lakinya sibuk banget, sekarang cerita repotnya ngurus rumah dan anaknya yang umur 3 tahun sendirian. Itu sebabnya dia ngajak adiknya Poppy dan ponakannya Umi untuk tinggal serumah. Tampang dua cewek itu mirip banget sama Yani, cuma dua-duanya lebih seger dan imut-imut. Akhirnya gue tahu juga kalo di rumah itu, sering cuma ada tiga cewek tadi sama satu anak balita.
Nafsu juga gue waktu temen gue ngasih usul yang menarik. Langsung saja gue telepon Yani malem itu. Gue rubah suara gue biar nggak dikenal.
“Choirun ada?”
“Nggak ada, lagi mancing. Ini siapa ya?”
Huh bego, pikirku. Dia kagak tahu kalo lakinya lagi maen sama Linda, tante Chinese yang gatal !
“Mbak Yani sendiri ya?”
“Nggak, sama Poppy dan Umi,”
“Ya sudah, besok saja,”
Tiga temen gue langsung bersorak begitu pasti malam itu lakinya Yani nggak di rumah. Kami berempat pun segera berjalan ke rumah dekat gerbang perumahan itu. Tiga temen gue sudah siap dengan ‘peralatan’nya, lalu mengetuk pintu.
Seorang perempuan mengintip dari balik korden.
“Siapa ya?”
“Kami dari Polres bu, ada yang ingin kami sampaikan,” sahut teman gue yang badannya memang mirip polisi.
Tak lama kemudian pintu terbuka, tiga temen gue masuk. Dari jauh gue lihat Poppy dan Umi ikut menemui mereka.
“Maaf bu, suami ibu kami tangkap satu jam lalu,”
“Lho, kenapa?” Yani terlonjak.
“Ia kedapatan menghisap ganja…”
“Nggak mungkin!” perempuan itu memiawik.
“Tapi begitulah kenyataannya. Kami juga dapat perintah menggeledah rumah ini. Ini suratnya,”
Yani tak dapat menolak, dibiarkannya ketiga ‘polisi’ itu menggeledah rumahnya. Dasar nakal, seorang temen gue sudah menyiapkan seplastik ganja dan kemudian ia teriak, “Ada di bawah kasur sini, komandan!”
Temenku yang paling besar memandang Yani dengan tajam. “Sekarang kalian bertiga ikut ke kantor polisi!” tegasnya.
“Tapi…tapi…saya nggak tahu bagaimana barang itu ada di situ…” kata Yani terbata-bata.
“Sekarang ibu bantu kami, ikut saja ke kantor polisi, juga dua adik ini,”
Akhirnya ketiga cewek itu mau juga ikut, setelah sebelumnya Yani menitipkan anaknya ke Bu Tukiran. Temen gue pinter juga, dia pinjam mobil Feroza Yani dengan alasan mereka cuma bawa motor. Lewat handphone, salah satu temen gue ngasih tahu.
“Beres Dan, siap cabut,” katanya. Gue segera pakai topeng ski, ambil kunci mobil dan duduk di belakang stir.
Sebelum masuk, kaget juga tiga cewek itu karena tangan mereka diborgol di belakang punggung. “Kami nggak ingin repot nantinya,” alasan temen gue.
Hanya beberapa saat saja, mobil pun berjalan. Yani duduk di tengah dengan satu temen gue menjaga pintu. Sedang Poppy dan Umi di belakang dijaga dua lagi temen gue.
Baru jalan 100 meteran di jalan menurun ke arah Kasongan, tiga temen gue itu ketawa ngakak. “Gampang banget…” kata mereka. Tentu saja tiga cewek itu bingung. Apalagi Yani kini terpaksa duduk merapat jendela karena dipepet lelaki besar di sebelahnya.
“Kalian tidak akan kami bawa ke kantor polisi, seneng kan nggak perlu lihat pistol? Tapi jangan khawatir, nanti kita tunjukin pistol yang lain,” desisnya.
“Eh…eh…apa-apaan ini?” Yani ketakutan. “Eiiiiii….awwwhhhh…kurangajj…awwwhhhh…” Yani menjerit dan meronta, sebab tiba-tiba kedua payudaranya ditangkap dua telapak tangan yang besar, lalu diremas-remas keras seenaknya. Dua gadis di belakang juga menjerit-jerit ketika payudara mereka pun diperlakukan sama.
Lelaki itu lalu menyingkapkan jilbab Yani dan dengan nafsu kembali mencengkeram payudara montok itu. Yani makin keras menjerit. Lalu tiba-tiba…breetttt….bagian muka jubah tipisnya koyak sehingga memperlihatkan tonjolan buah dadanya yang berbungkus BH coklat muda.
“Wah, susu yang segar,” kata temen gue.
“Jangannn…tolong…jangaann…” Yani menangis.
“Jangan cerewet, kalian bertiga tidak usah bawel, nurut saja atau tempik kalian kuculek pake belati ini!” kali ini temen gue mulai mengancam dengan menyentuhkan ujung belati ke permukaan payudara Yani yang menyembul dari BH-nya.
Di belakang, Poppy dan Umi terisak-isak. Blus keduanya sudah lepas, tinggal rok yang menutupi bagian bawah tubuh muda dan mulus itu. Keduanya pun memiawik berbarengan ketika penutup dada mereka direnggut hingga putus.
“Wah…wah…ini susu yang indah…” kata kedua temen gue di belakang. “Coba lihat punya Nyonya ini…” lanjut mereka.
Temen gue di depan pun bertindak cepat, memutus tali antara dua cup BH Yani. Yani terisak, buah dadanya kini telanjang dan…..”Awwwwww….” ia menjerit agak keras ketika kedua putingnya dijepit dan ditarik serta diguncang-guncangkan. Kedua temen gue di belakang ketawa dan ikut-ikutan melakukan hal yang sama pada puting Umi dan Poppy.
Yani meronta-ronta tapi sia-sia saja ketika tubuhnya dibaringkan di jok mobil, lalu temen gue duduk di atas perutnya, memunggungi dan menyingkapkan bagian bawah jubahnya. Kedua kaki telanjangnya menendang-nendang, tapi ia kesakitan juga waktu kedua bagian dalam paha mulusnya dicengkeram keras. Ia menjerit lagi waktu selangkangannya yang ditutupi celana dalam putih digebuk sampai bunyi berdebuk. Dengan kasar, jari-jari temen gue menyingkapkan kain segitiga itu hingga memiawnya yang berjembut agak lebat terbuka. Tanpa ba bi bu, ditusukkannya telunjuknya ke lubang memiaw Yani.
“Aaaaakhhhh….” Yani menjerit kesakitan. memiawnya yang kering membuat tusukan itu jadi amat menyakitkan. Tapi temen gue itu nekad terus nyodok-nyodok memiaw yang legit itu. Malah waktu telunjuknya sudah terasa agak licin, dia tambah jari tengah. Lagi-lagi Yani menjerit kesakitan. Tapi nggak kapok juga temen gue itu. Sebentar saja sudah tiga jari yang nyodok-nyodok memiaw perempuan manja itu.
Di belakang, Poppy dan Umi juga merintih-rintih, sebab dua lelaki yang bersama mereka kini mengisap-isap pentil susu mereka sambil terus meremas-remas teteknya yang kenyal. Poppy pertama kali memiawik waktu tangan temen gue menelusup sampai ke balik celdamnya dan meremas-remas memiawnya sambil sesekali mencabuti jembutnya. Umi akhirnya juga mendapat penghinaan yang sama, bahkan ia merasa klentitnya lecet karena terus diuyel-uyel dengan kasar.

Mobil akhirnya sampai ke rumah besar punya temen gue yang asyik ngobok-obok memiaw Yani. Gue buka pintu belakang mobil. Di dalam, gue liat Poppy dan Umi yang topless, cuman pake rok doank! Dan yang lebih bikin gue kaget lagi, ternyata tongkol dua temen gue lagi dijilatin ama dua perawan itu. Toket kedua anak itu kelihatan mulai memerah karena terus diremet-remet. Terang aja gue tersentak, tapi gue sendiri gak bisa berbuat apa-apa lagi! Soalnya gue sendiri nggak tahan, terus ikut mencet pentil kanan Poppy dan pentil kiri Umi.
“Nggghhhhh….” dua cewek itu cuma bisa mengerang karena dua tongkol ada di mulut mereka.
Terus gue buka pintu tengah. Buset, di dalam, temen gue masih asyik menjilati memiaw Yani dan menyodok-nyodok lubangnya dengan tiga jari. Yani sudah tidak menjerit-jerit lagi. Yang terdengar sekarang cuma rintihannya, persis seperti bayangan gue.
Nggak tahan, gue naik, terus gue pegangin kepala perempuan berjilbab itu.
“Emut tongkol gue, kalau nggak, gue potong tetek lu!” kata gue sambil nyodorin tongkol yang udah ngaceng sejak tadi. Tangan kiri gue mencengkeram tetek kanan Yani yang montok sampai ke pangkalnya. Tangan kanan gue menahan kepala Yani biar tetep menghadap tongkol.
Yani nyerah, dia buka mulutnya. Cepet gue masukin tongkol gue sampe ke pangkalnya.
“Diemut!” bentak gue sambil menambah tenaga remasan di buah dadanya.
Gue ngerasain kenikmatan yang luar bisa banget waktu tongkol gue diemut-emutnya sambil merintih-rintih.
Biar gampang, sama temen gue tadi, gue gotong cewek itu dan gue lempar ke lantai garasi. Yani menjerit kesakitan dan makin keras jeritannya waktu jubahnya gue lucuti, begitu juga rok dalam dan celdamnya. Terlihatlah memiawnya yang terpelihara rapi, dengan bulu-bulu halus yang diatur dengan indahnya. Gue mainkan itilnya yang ada di dalam bibir memiawnya sampai dia berkelojotan ke kanan-ke kiri.
Sekarang temen gue yang jongkok di depan muka cewek itu dan memaksanya berkaraoke. Dari belakangnya, tanpa banyak bicara, gue langsung ngentt cewek itu.
“Aunghhhhhh…” Yani mengerang panjang waktu tongkol gue nyodok memiawnya sampai mentok. memiawnya lumayan rapet dan legit biarpun dia sudah punya anak satu.
Ada seperempat jam gue kocok memiawnya pake tongkol, terus gue suruh dia nungging. Dari depan, temen gue masih ngent
t mulutnya sambil memegangi kepala cewek berjilbab itu.
Dari belakang, pemandangan itu bikin gue makin nafsu. Gue remet keras-keras memiawnya pake tangan kiri, terus telunjuk kanan gue tusukin ke pantatnya. Yani mengerang lagi waktu gue gerakin telunjuk gue berputar-putar supaya lobang kecil itu jadi lebar. Begitu mulai lebar, gue masukin tongkol ke dalamnya.
Tubuh Yani mengejang hebat, erangannya juga terdengar amat heboh. Tapi tetep gue paksa tongkol gue biar susahnya bukan main. Sampe akhirnya tongkol gue masuk sampai ke pangkal, gue tarik lagi sampai tinggal kepalanya yang kejepit. Terus dengan tiba-tiba gue dorong sekuat tenaga.
“Aaaaaakhhhhh…..” Yani melepas tongkol temen gue dan menjerit keras. Tapi rupanya pas temen gue sampai puncak kenikmatannya. Akibatnya air maninya nyemprot muka Yani sampai belepotan.
Cuek, gue genjot terus pantat perempuan montok itu biar dia menangis-nangis kesakitan. Malah sekarang gue peluk dia sambil kedua teteknya gue remes-remes. Temen gue yang barusan nyemprot sekarang malah masukin dua jarinya ke lubang memiaw Yani dan diputar-putar. Ini bikin Yani makin kesakitan.
Gue ngerasa tongkol gue udah peka banget. Jadi makin cepet gue genjot dan langsung gue banting cewek itu. Yani nggak sempet mengelak, waktu tongkol gue tempelkan ke mulutnya dan gue paksa dia mengulumnya.
“Crooottt…crottt…crottt…” air mani gue nyemprot sampai tiga kali ke dalam mulutnya. Yani sudah mau menumpahkannya, jadi gue pencet pentilnya dan gue tarik ke atas.
“Telen!” bentak gue. Sambil merem, Yani menelannya semua, lalu menekuk tubuhnya sambil menangis. Dengan ujung jilbabnya gue dan temen gue mengelap tongkol yang berlendir. Dari celah pantat bundar Yani gue lihat ada darah keluar.
Lagi asyik ngelihatin tubuh bugil Yani, gue dengar ketawa ngakak dua temen gue. Lalu terlihat Poppy dan Umi turun dari mobil dan jalan sempoyongan. Gue melotot. Dua cewek itu nyaris bugil. Jilbab mereka disampirkan ke belakang sehingga teteknya yang kemerahan bekas diremas-remas bebas terlihat, dengan pentilnya yang kecoklat-coklatan. Dua-duanya terisak-isak, di sekitar bibir dua cewek hitam manis itu belepotan lendir putih.
Yang menarik, rok mereka sudah lepas, tinggal celdam putih milik Poppy dan kuning muda Umi. Malah celdam Poppy dibikin temen gue terangkat tinggi sampai nyelip di bibir memiawnya. Akibatnya, bibir memiawnya kanan dan kiri kelihatan gemuk dan jembutnya menyembul ke kanan dan kiri. Nggak tahan, gue pepet anak itu ke mobil, terus tangan gue mulai merayapi selangkangannya. Tangan gue mulai bermain-main di bibir vaginanya yang njepit celananya.
“Jangaann…ampun oommm…” rintihnya. “Adduhhhh…” pekik mahasiswi UAD itu, karena gue cabut beberapa helai jembutnya.
Dari bawah gue cengkeram tetek kanan Poppy yang nggak seberapa gede tapi kenyal itu, terus gue dorong ke atas sampai putingnya ngacung, lalu gue sedot kuat-kuat. Poppy meronta kesakitan, apalagi kemudian gue tarik celdamnya ke atas. Poppy memiawik waktu celdamnya akhirnya putus.
Gue terus melorot dan gue paksa cewek itu nyodorin memiawnya buat gue hisap. Gue mainin itilnya dengan lidah gue, bahkan sampai gue sedot pakai mulut gue! Poppy makin kelojotan dan mendesah. Sementara itu, gue lihat Umi lagi dipaksa menyepong tongkol temen gue. Sedang Yani sudah mulai disodomi lagi. Malah, dia dipaksa telentang dengan tongkol menusuk pantatnya, lalu memiawnya disodok dari depan. Kedengeran Yani menjerit-jerit kesakitan.
“Aihhh…” Poppy memiawik waktu telunjuk gue masuk satu ruas ke lubang pantatnya, terus gue dorong ke depan sampai lubang memiawnya merekah dan kelihatan lorong yang merah dan basah, gue jilatin sampai cewek 21 tahun itu menggeliat-geliat.
“Aduhh…jangaann…” Poppy menjerit waktu gue tiba-tiba berdiri sambil mengangkat kaki kirinya.
Tapi gue nggak peduli, tongkol gue pas banget nunjuk memiawnya. Terus gue kucek-kucek memiaw anak itu, sampai mulai terasa basah. Terus gue pegang tongkol gue dan gue paksa masuk kepalanya ke celah bibir memiawnya. Kepala tongkol gue terasa seperti direndam di air hangat. Poppy menjerit makin nggak karuan waktu tangan kiri gue mencengkeram tetek kanannya sampai ke pangkalnya sekuat tenaga. Malah, daging kenyal itu sampai terasa seperti remuk.
“Aaaakkhh….auhhhhh….ouchhh…aiiiii….sakkkiiittt….adduhhhhh….” Poppy menjerit histeris waktu gue dorong pinggang ke depan dengan tiba-tiba dan sekuat tenaga. tongkol gue masuk sampai ke pangkalnya. Malah kerasa kepalanya sampai mentok ke dasar memiawnya. Begitu mentok gue berhenti sebentar. Gadis itu sesenggukan, nafasnya tersengal-sengal. Tapi yang paling asyik, gue merasa tongkol gue di dalam memiawnya seperti dibasahi cairan hangat. Belakangan gue tahu yang hangat itu darah keperawanannya.
Dengan gerakan kasar dan tiba-tiba, gue kocok tongkol gue di dalam memiaw Poppy. Terasa sempit banget dan kering. Gue sih enak, tapi akibatnya Poppy menjerit-jerit kesakitan dan minta ampun. Poppy masih merintih-rintih waktu tongkol gue tarik keluar, terus gue jongkok di depan selangkangannya. Langsung gue masukin empat jari ke dalam lubang memiawnya yang masih menganga.
“Aucchhhhh…sakkkiiittt…aaahhhh…” Poppy menjerit lagi waktu empat jari gue puter-puter di dalam memiawnya. Waktu gue tarik keluar empat jari gue yang basah lendir dan darah, cewek itu jatuh melorot sambil terus menangis.
“Hey, bawa sini perawan satu itu, lu ambil memiaw yang ini. Pantatnya buat gue ya!” teriak gue ke teman yang lagi asyik ngucek-ngucek memiaw Umi.
Temen gue cepat bangun lalu menyeret kedua kaki Umi dan menggeletakkan cewek imut-imut itu di dekat kaki gue. Tanpa banyak bicara, dia terus mendorong Poppy yang menangis sambil duduk bersimpuh sehingga jatuh terlentang.
Gue tarik Umi sampai kepalanya berbantalkan paha gue, menghadap Poppy yang lagi digarap ulang. Gue remas-remas pelan kedua payudaranya yang kenyal. Cewek itu menangis.
“Kamu paling muda, jadi memiawmu pasti paling enak. Kamu mau tongkolku masuk memiawmu?” kata gue sambil memilin-milin putingnya yang hitam dan mungil tetapi tebal.
“Huuu…jangaaannn…huuu…” ABG itu menangis lagi.
“Lihat Bu Lik Yani dan Bu Lik Poppy itu…memiawnya sudah jebol…kalau kamu nggak mau seperti mereka, kamu harus nurutin apa kata gue, ngerti? Sekarang lihat ini,”
Gue lalu menghampiri Yani yang sedang dient*t dan disodomi berbarengan. Gue pegang kepala Yani yang lagi menjerit-jerit kesakitan. Lalu gue paksa dia mengulum tongkol gue lagi sampai tongkol gue basah. Terus gue suruh temen gue yang lagi nyodok memiaw Yani bangun, gantian dia memasukkan tongkolnya ke mulut Yani. Terus gue suruh pindah tongkol temen gue satunya dari pantat ke memiaw.
Badan Yani kelojotan dan gemeteran waktu gue paksa tongkol gue ikut masuk memiawnya. Temen gue yang dari tadi menyodomi dia rupanya nggak tahan lama lagi. Dia cepat-cepat menggerakkan tongkolnya maju mundur. Yani menjerit histeris, sebab dua tongkol di dalam memiawnya bikin memiawnya seperti mau sobek.
Temen gue rupanya nggak tahan. Nggak lama dia ngecrot di dalam memiaw Yani. Yang di atas juga gitu, dia ngecrot lumayan banyak di dalam mulut Yani. Yani ambruk, lemes di lantai.
Sekarang gue balik ke Poppy yang lagi menjerit-jerit karena dipaksa duduk di atas tongkol temen gue. Kedua teteknya dicengkeram sehingga dia terpaksa bergerak-gerak naik turun. Dari belakang, gue dorong punggung Poppy yang mulus sampai dia ambruk di atas dada temen gue.
“Kamu nggak mau disodomi juga kan. Lihat nih,” kata gue lagi kepada Umi yang makin kenceng nangisnya.
Poppy menjerit melengking waktu telunjuk gue paksa masuk ke lubang anusnya. Rapet banget, jadi gue paksa satu telunjuk lagi masuk dan gue gerak-gerakin, bikin lubangnya makin lebar. Sampai cukupan buat masuknya kepala tongkol, gue sodok aja.
Kepala tongkol gue sekarang kejepit pantat Poppy. Gue dorong dua senti, Poppy menjerit lagi. Mundur satu senti lalu maju tiga senti. Poppy makin keras menjerit. Lalu mundur lagi satu senti dan dengan tenaga penuh….
“Aaaaaachhhhh…aauuhhhhh….saakkkiiitt….nggghhhhh….” Poppy menjerit histeris. tongkol gue masuk sampai pangkalnya ke dalam lubang pantatnya. Sempit banget, sampai kerasa tongkol gue seperti remuk di dalam. Tapi terus gue genjot agak lama.
Lima menitan, gue lepas dan dua temen gue yang tadi ngerjain Yani udah siap di belakang Poppy, mau gantiin. Gue balik ke Umi, sementara Poppy mulai menjerit lagi waktu pantatnya disodomi lagi. Tapi jeritannya hilang waktu mulutnya juga diperkosa.
“Gimana? Kamu mau nurut?” kata gue sambil jongkok di sebelah Umi dan mengucek-ucek memiawnya yang berjembut tipis.
“I…iya…iya…” katanya terbata-bata.
“Bagus, sekarang bersihin tongkolku,” kata gue sambil berdiri, menyodorkan tongkol gue yang basah air mani temen gue dan darah dari pantat Poppy. Umi menelan ludahnya, tampangnya tampak jijik. Tapi karena takut, dia jilat juga tongkol gue.
Gila, gue kayak di awang-awang, apalagi dia terus mulai menyedot-nyedot tongkol gue. Setelah lama dia nyepong gue, gue liat tiga temen gue udah selesai. Poppy kayaknya pingsan. memiaw, pantat dan mulutnya belepotan air mani.
“Gue juga bersihin dong,” kata temen-temen gue berbarengan.
Umi nggak punya pilihan lain. Akhirnya gadis imut-imut itu berjongkok di depan empat lelaki, menjilati dan menyepong tongkol-tongkol berlendir. Tidak cuma itu, dia juga gue suruh jilat seluruh air mani di badan Yani dan Poppy. Malah, dari memiaw Yani gue sendokin air mani dan gue suapin ke mulut Umi yang berbibir mungil itu.
“Huuu…huuu…sudahh…saya mau pulang…” Umi terisak sambil duduk bersimpuh.
“Boleh, tapi kamu harus joget dulu,” kata gue sambil melepas ikatan di tangannya.
Umi seperti kebingungan. Tapi tiba-tiba ia menjerit karena temen gue tahu-tahu menyabetkan ikat pinggangnya, kena payudara kirinya. “Ayo cepet joget!” bentaknya.
Takut-takut Umi berdiri, tapi kali ini temen gue yang lain menampar pantatnya dari belakang. “Joget yang hot!” bentaknya.
Akhirnya Umi mulai meliuk-liukkan tubuhnya. Merangsang banget, gadis berjilbab tapi bugil, joget di depan gue. Gue tunjuk selangkangannya. “Ayo, gerakin pinggulmu maju mundur sampai memiawmu kena telunjukku ini,” kata gue.
Umi nurut. Pinggulnya maju mundur sampai memiawnya yang berjembut tipis nyenggol telunjuk gue. Pas mau nyenggol kelima kalinya, sengaja gue sodok agak kenceng sampai seperti menusuk klentitnya. Umi menjerit kesakitan.
Sekarang dia malah ketakutan waktu tiga temen gue ikut joget di sekelilingnya sambil memegang-megang buah dada, pantat dan memiawnya.
“Jogetmu bikin aku ngaceng nih!” kata gue sambil mengacungkan tongkol gue yang emang udah tegang banget.
Temen-temen gue ketawa ngakak lalu memegangi kedua tangan Umi dan menelentangkannya di lantai.
“Aaahhh….janngaaaannnn….kalian jahaaaattt…aaahhhh…” Umi menjerit dan meronta-ronta. Satu kakinya dipegangi temen gue, satu lagi gue pegangin, ngangkang lebar banget.
Umi nangis lagi, waktu ngerasa memiawnya mulai kesenggol kepala tongkol gue. Cewek mungil ini menjerit keras waktu jari gue dan temen gue menarik bibir memiawnya ke kanan dan kiri. Terus, tongkol gue mulai masuk 4 senti dan tarikan langsung dilepas. Sekarang tongkol gue kejepit memiaw perawan yang sempit.
Gue ambil posisi, pegangan dua buah dadanya yang mulus sambil jempol dan telunjuk gue menjepit pentilnya.
“Aku harus adil dong, masak saudaramu dapat tongkol, kamu nggak?” kata gue sambil dengan tiba-tiba mendorong tongkol gue maju dengan kekuatan penuh. Akibatnya luar biasa. Umi menjerit sangat keras. Gue sendiri merasa tongkol gue merobek sesuatu yang sangat liat. Begitu tongkol gue mentok ke dasar memiawnya, gue berhenti sebentar. Kerasa memiawnya berdenyut-denyut meremas-remas tongkol gue. Pelan-pelan gue merasa ada cairan hangat membasahi tongkol gue. Itu pasti darah perawannya.
Akhirnya, ABG imut-imut itu menjerit-jerit tak berhenti waktu tongkol gue kocok dengan gerak cepat di dalam memiawnya. Apalagi temen-temen gue asyik meremas-remas teteknya. Malah, kerasa ada yang mulai nusuk pantatnya pakai jari. Ada lagi yang memaksanya ngemut tongkolnya.
Nggak lama, gue pindah tongkol ke pantatnya setelah Umi dibikin nungging. Lagi-lagi Umi menjerit histeris, sebab pantatnya yang lebih sempit dari memiawnya itu tetap bisa gue jebol pakai tongkol gue. Seperti dua cewek lainnya, sekarang Umi telentang di atas dada gue, terus memiawnya yang berdarah disodok tongkol temen gue dari depan. Mulutnya sekarang malah dipaksa ngemut dua tongkol sekaligus.
Sekarang Umi gue paksa nungging di atas dada temen gue sambil tongkolnya tetap di dalam memiaw cewek yang baru lulus SMU itu. Dua tongkol masih berebut masuk mulutnya. Dari belakang, sekarang gue coba masukin tongkol gue, bareng tongkol temen gue yang sudah masuk duluan.
Umi merintih kesakitan, waktu tongkol gue bisa masuk. Pas tongkol temen gue masuk sampai pangkalnya, gue sodok keras-keras sampai tongkol gue juga masuk sampai pangkal. Umi memiawik keras, sebab terasa ada yang ‘krekk’ di dalam memiawnya. Selaput daranya mungkin sobek lebih lebar lagi.
Gue ambil tongkol karet punya temen gue, terus gue tusukin jauh-jauh ke dalam anusnya. memiawnya jadi terasa tambah sempit aja. Umi mengerang panjang waktu gue nggak tahan lagi, ngocokkan tongkol beneran dan tongkol karet makin cepat.
“Minggir…minggir…” kata gue ke dua temen gue yang lagi memperkosa mulut Umi. Cepet gue masukin tongkol gue ke dalam mulut berbibir mungil itu dan, sedetik kemudian, air mani gue tumpah banyak banget di dalam mulutnya.
Umi sudah lemas waktu dia ditelentangin dan tiga temen gue antri ngocok cepat-cepat lalu nembak di dalam mulutnya.
Cewek itu betul-betul tak berdaya. Saat temen gue yang terakhir nyemprot ke dalam mulutnya, dia malah sudah pingsan. Mulutnya yang terbuka betul-betul putih, penuh air mani. Malah, wajah imut-imutnya juga ikut basah.


Tiga cewek itu sekarang sudah di mobil lagi. Mulut-mulut mereka yang penuh air mani sudah dilakban, sedang tangan diikat di belakang punggung. Tiga cewek bugil itu digeletakkan begitu saja di lantai tengah mobil. Yani yang pertama siuman, merintih dan menggeliat. Dua temen gue yang jaga di jok tengah lalu mengangkatnya hingga duduk di tengah-tengah. Lagi-lagi payudara montoknya diremas-remas dan putingnya disedot-sedot. Yani cuma bisa merintih.
Tapi ia mengerang kesakitan waktu dua ujung gagang kuas lukis yang runcing didorong di atas dua putingnya sampai tak bisa maju lagi.
“Ini bagus dan menarik,” kata temen gue lalu mengikat empat kuas dengan karet gelang di dua ujung gagang kuas, masing-masing dua kuas. Ia lalu merenggangkan kedua kuas dan menyelipkan payudara Yani di antaranya. Selanjutnya, tarikan dilepas sehingga kuas kembali merapat dan menjepit erat gumpalan daging montok itu di pangkalnya. Dua buah dada Yani diperlakukan seperti itu, sehingga menggelembung dan makin lama makin terlihat merah kehitaman. Yani merintih dan menggeliat-geliat kesakitan.
Lalu Poppy yang menyusul siuman juga diperlakukan sama. Terakhir, begitu sampai Kasongan, Umi siuman. Perlakuan yang diterimanya nyaris sama. Bedanya, cuma dua kuas yang menjepit di payudaranya. Tapi, pasti sakit sekali karena yang dijepit adalah dua putingnya sekaligus.
Rumah Yani dini hari itu sepi sekali. Maka mobil langsung masuk garasi yang memiliki pintu tembus ke kamar Yani. Tiga pigura besar langsung disiapkan temen-temen gue. Lalu cewek-cewek yang masih menggeliat kesakitan itu, kita ‘pigura’ dengan tangan terikat di frame atas, kaki di frame bawah.
“Ini pasti lucu,” kata temen gue sambil bawa masuk dongkrak mobil. Diputarnya dongkrak sehingga bagian pengangkat turun merapat dan ulirnya yang berdiameter tiga senti menonjol tiga senti. Lalu dibuatnya Umi duduk di atas dongkrak. Otomatis besi berulir menusuk memiawnya. Lalu diputarnya lagi dongkrak sehingga turun dan besi berulir naik. Umi mengerang kesakitan, sebab begitu besi pengangkat rapat, besi berulir itu mencuat ke dalam memiawnya sedalam 10 senti lebih. Darah perawannya bercampur air manipun menetes ke dongkrak dan lantai keramik putih.
Sedang Yani dan Poppy dipigura pada posisi berdiri. Dua puting Yani dan Poppy lalu disentuh dengan raket nyamuk. Sekejap tapi dua cewek itu langsung melonjak dan mengerang kesakitan. Lalu gagang raket ditusukkan ke dalam memiaw Poppy. Lubang pantatnya dimasuki lima kuas dengan bulu di dalam. Di memiaw Yani gue masukin dua baterai besar dan satu di pantatnya.
Tiga buah pancing lalu gue ikat di pigura Yani. Lalu, tiga kail gue tancapkan di pentil dan klitorisnya. Yani mengerang hebat waktu tali pancing gue gulung sampai menarik tiga titik peka itu. Sampai akhirnya, Yani pingsan lagi.
“Kamu berdua harus pingsan lagi ya?” kata gue kepada Poppy dan Umi yang ketakutan waktu ngelihat enam tusuk gigi lancip di tangan gue.
Pertama-tama Poppy yang mengerang hebat waktu dua tusuk gigi gue tancepin di dua pentilnya sampai lima senti. Darah lalu mengalir dan menetes lewat ujung tusuk gigi. Waktu klentitnya yang gue tusuk dari bawah sampai tembus ke atas, Poppy mengerang lagi dan tubuhnya kejang sampai akhirnya lemas, pingsan.
Sekarang Umi yang ketakutan. Gue tarik satu persatu putingnya, gue tusuk tembus melintang sehingga nyangkut di gagang kuas. Darah juga menitik lewat ujung tusuk gigi. Seperti Poppy, dia juga pingsan waktu klentitnya juga gue tusuk tembus melintang.


Keadaan sepi, gue dan temen-temen membuka lebar korden ruang tamu, lalu menyalakan lampu. Cepat kami cabut dari situ sambil melihat pemandangan indah di ruang tamu…


Seminggu kemudian, gue mampir ke rumahnya. Berlagak nggak tahu, toh Yani, Poppy dan Umi juga nggak tahu kalo gue yang merkosa mereka. Tapi gue kaget juga waktu yang membuka pintu bukan mereka, tapi seorang gadis berjilbab putih panjang dan jubah ungu.
“Saya Kantuningsih. Saya kos di sini,” kata gadis berwajah khas Jawa itu.
“Bu Yani kemana?”
“Bu Yani sekarang tinggal di Klaten…” sahutnya.
Ow… ow… gue kecewa. Tapi entar dulu, kapan-kapan si Kantun ini perlu disodok juga memiawnya. Temen-temen gue harus dikasih tau !
Betapa mempesonanya wanita ini. dibalik kesopanan pakaian tersembunyi pesona liar.

Ita anak asuhku

Filed under: PERKOSAAN

Sudah satu bulan aku pulang pergi ke rumah sakit karena istriku sedang sakit lever yang cukup akut. Aku tinggal di rumah bersama satu pembantu dan Ita anak asuhku yang baru saja menginjak kelas satu SMA.

Sore itu aku baru pulang kantor dan hendak ke rumah sakit pukul 18.00 WIB, aku sedang duduk di teras depan sambil membaca koran harian sore.

“Sore pak… ini Ita buatkan teh buat bapak..” sambil Ita memberikan secangkir teh kepadaku.

“Makasih Ta…! ” jawabku padanya.

“Bibi kemana Ta..?” tanyaku padanya, karena dari tadi pembantuku tidak kelihatan.

“Tadi katanya mau nengok saudaranya di Pulo Gadung..!” jawabnya.

Sore itu Ita kelihatan nampak sexy sekali, mengenakan bawahan pendek putih dan kaos tipis, sehingga tampak lekuk tubuhnya membuat libidoku menjadi bangun apalagi aku sudah lama tidak mendapatkan kenikmatan dari istriku.

Pak kelihatannya tampak lelah sekali ya pak… ?”

“Iya Ta” jawabku.

“Ita pijitin ya pak…”

Lalu Ita tanpa dikomando sudah memijit kepalaku.

“Oh pijitan kamu enak sekali Ta… !”

“Iya dong pak… ! ” jawabnya.

Aku dipijit Ita dari belakang dan jemari tangannya membuat aku semakin ingin menerkamnya. Dan tiba-tiba posisi Ita berganti memijatku dari depan sehingga dua gundukan susu Ita tampak jelas terlihat. Sesekali tubuh Ita menempel ke tubuhku dan kontolku pun semakin keras mengacung ke depan.

Aku mencoba untuk tenang dan memejamkan mata, tapi ketika tangan Ita mulai memijat punggungku dan tubuhnya sangat rapat sekali dengan tubuhku, sehingga dengan sengaja aku majukan pinggulku.

“Ah… burung bapak nyenggol lutut Ita nih……” candannya padaku.

“Kalau nyenggol memangnya kenapa Ta…?”

“Ah bapak… Ita hentiin nih mijitnya..?!”

“Jangan dong sayang… Ita enggak kasihan sama bapak… ?”

Lalu aku tarik pinggul Ita dan langsung Ita tertarik tubuhnya di pangkuanku. Ita mencoba untuk bangkit tapi aku malah mendekapnya.

“Pak… ah… pak… jangan… dong…!!”

Tapi apa boleh buat posisi Ita sudah dalam pangkuanku, dengan kondisi berhadapan dan kedua kakinya tepat berada dalam sanggahan pahaku. Sementara bawahan pendeknya sudah agak sedikit tersingkap dan kontolku sudah menempel tepat di memeknya. Lalu aku tekan pinggul Ita dan pinggulku aku gesek-gesekkan ke arah pinggulnya dan terasa gundukan daging memek Ita terkena benggolan kontolku yang besar.

“Pak ah… pak… ja… jangan… pak…!!” Ita mencoba meronta tapi sesekali dia tampak sedikit menikmati karena di balik rontaannya terkadang ada satu gerakan pinggulnya yang mencoba mengimbangi irama gerakanku.

Ita mulai mengurangi gerakannya dan akupun semakin menggila. Aku keluarkan seluruh kontolku dari balik celanaku, sehingga makin menyembul keluar, lalu aku kulum mulut Ita dengan mesra. Awalnya dia agak kaku tapi lama-kelamaan mengikuti juga irama ciumanku.

Sleep… ah… sleeep ah… Ita mendengus ketika lehernya mulai kena oleh serangan bibirku.

“Ah… pak .. enak… pak… Ita belum merasakan seperti ini” rintihnya.

Lalu tangan kiriku mulai menelusup ke dalam bawahannya dan aku langsung merangsek ke bagian depan celana dalamnya. Terasa mulut memek Ita sudah basah. Jari-jariku menyisir bagian pinggir celana dalamnya dan aku singkapkan sedikit, sehingga aku merasakan lubang memek Ita sudah bebas tidak tertutup lagi oleh celana dalamnya. Lalu aku arahkan kontolku mencari lubang kemaluan Ita. Dan ketika aku tekan aku merasakan ujung kontolku sudah tepat di lubang memeknya dan ketika aku tekan.

“Ah… pak… sakit… pak… ” Mata Ita tampak terbelalak.

“Bentar sayang bapak masukin ya…” dan napasku makin mendengus.

“Tapi… pak… ah… ah… sa… sakit… pak….

Ketika seluruh kontolku masuk merangsek memeknya yang masih sempit itu, kontolku merangsek masuk dan rasanya begitu sempitnya memek Ita.

“Bapak… aduh… bapak… aduh… pak… ah… ah….

Ita mulai menjambak rambutku, ketika kontolku menghujami memeknya berkali-kali.

Sleep… slepp… sleep… plok… plokkk… antara pahaku dengan paha Ita saling berbenturan.

“Ahhh… aaah… aaaah… bapak sudah pak….. memek Ita ngilu..!”

“Bentar sayang… uh…. uhhh… bapak lagi enak…..

Aku terus merojok-rojokkan kontolku pada Ita, sehingga Ita terkadang meringis menahan sakit tusukan kontolku. Tubuh Ita sudah mulai agak sedikit lunglai dan tersandar pada tubuhku, sedangkan pinggulku masih dengan perkasa menggoyang naik-turun sehingga seluruh kontolku keluar masuk ke memek Ita yang masih perawan itu.

“Bapak… bapak…. sudah… pak… ah…. ah… pak… kenapa jadi begini… pak…”

Tubuh Ita nampak sudah basah kuyup oleh keringatnya yang keluar deras dari pori-pori kulitnya.

“Oooh sayang… oh… punya kamu enak sekali… ooohh….!”

Lalu aku hentak keras ke atas ketika ujung kontolku sudah terasa akan mengeluarkan spermaku. Crooot…. crooot… croot…. ah… ah… aku dekap Ita dengan pelukanku begitu erat. Pinggulku aku tekan kuat-kuat ke arah memeknya. Seluruh spermaku masuk ke dalam memeknya dan Itapun menjerit histeris.

“Ah… paaaaak…. ah…..”

Aku biarkan kontolku menancap di memek Ita. Aku merasakan denyutan rongga-rongga memek Ita. Kami terdiam sejenak, sementara Ita masih dalam dekapanku dengan rambut yang masih acak-acakan.

“Hmmm… pak… hmmm” Ita mulai sedikit merajuk.

“Kenapa sayang… enak enggak punya bapak ?”

“Ah… bapak… punya Ita sobek nih pak… ah… bapak jahat” sambil tangan Ita memukul-mukul ke arah tubuhku.

Lalu Ita merebahkan tubuhnya ke tubuhku dengan manjanya sambil jari-jari manisnya memainkan ujung rambut panjangnya.

“Pak… bapak puas engga ngentotin Ita ?” tanyanya padaku.

“Bapak puas sayang… punya Ita enak sekali… mandi bareng yuuk sayang… nanti kita jenguk ibu di rumah sakit”

Ita mengangguk kecil dan kami akhirnya untuk pertama kali mandi bersama. Setelah mandi aku dan Ita pergi menuju rumah sakit.

Sleeping with enemy - part 7 (TAMAT)

Filed under: PERKOSAAN

Aku tidak suka melihat gadis di hadapanku. Dia bukan gadis yang menarik apalagi cantik. Dia mirip gembel biarpun tidak dekil. Rambutnya yang pendek mencuat ke segala arah seperti rumput ilalang yang tumbuh bebas. Beberapa bekas luka gores meramaikan wajahnya yang tirus. Ada codet kecil di sudut bibir kirinya. Dua lingkar hitam masing-masing membingkai kedua matanya yang cekung. Sorot matanya dingin meski bisa kulihat kelelahan membayang di sana. Sejak tadi dia memandangiku tanpa ekspresi.

Satu-satunya hal yang kukagumi dari wajahnya adalah hidungnya yang mancung. Tidak terlalu mencuat dan sempit, pas, sesuai dengan bentuk wajahnya yang berdagu pendek. Dari dulu aku ingin punya hidung seperti itu, tapi papa tidak pernah mengijinkanku menjalani operasi plastik. Katanya, hidungku yang ujungnya membulat itu hidung hoki. Kenyataannya, nasibku apes begini.

Dan sepertinya gadis jelek itu tahu kalau aku mengagumi hidungnya, tangannya yang kurus menjulur ke atas untuk mengelus ujung hidungnya dengan hati-hati. Elusan itu hanya sebentar karena sekejap kemudian tangannya kembali turun, menggantung sejajar tubuh kurusnya yang telanjang dan basah. Dia memang baru keluar dari kamar mandi. Tulang-tulang torsonya yang menonjol. Untung saja sepasang payudaranya yang menyembul subur dan pinggul yang membulat menyegarkan mata dari pemandangan gersang. Namun sekujur tubuhnya mirip jalan rusak. Di mana-mana ada alur-alur bekas luka. Ada yang membujur, mendatar, menyilang. Koreng mengering juga banyak.

Dua tangan berjari-jari lentik berseliweran mengeringkan tubuh rusak itu dengan handuk lebar. Bukan jari-hari si jelek, tapi milik seorang gadis cantik berseragam perawat yang membungkuk di sebelahnya. Joyce, nama si perawat telaten bermata indah, berbulu mata lentik dan bertubuh sintal itu. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang, tapi aku tidak ingat siapa persisnya. Mungkin salah satu dari ayam-ayam piaraan papa yang semuanya cantik dan sexy.

Mulutnya terus menyerocos sementara tangannya sibuk bekerja. Kadang ocehannya melantur ke model fashion terakhir atau mantan pacarnya yang tidak habis-habis. Memang menyebalkan, tapi aku masih lebih senang mendengar omong kosong daripada kata-kata penghiburan basi seperti ‘Yang penting kau masih hidup.’ atau ‘Bersyukurlah karena kau masih hidup.’ Penting bagi siapa dan kenapa aku harus bersyukur? Seharusnya setelah melihat kondisiku yang mengenaskan, orang-orang sok tahu itu bilang, ‘Mendingan kau mati saja.’

Ya, si jelek itu adalah bayanganku di depan cermin. Beginilah rupaku sejak sadar dari koma yang menyekapku selama lima hari hampir empat bulan yang lalu. Kondisiku ini sudah jauh lebih baik karena aku sudah bisa duduk tegak, bisa berjalan tanpa bantuan orang lain atau tongkat dan bisa berbicara tanpa serak. Orang-orang yang merawatku bilang aku perempuan kuat. Kalau saja mereka tahu aku sudah sering bersinggungan dengan maut dan tidak juga mati-mati, bisa-bisa mereka menggelariku superhero dengan sembilan nyawa.

Padahal aku tidak punya niat lagi untuk hidup. Untuk apa aku bisa hidup? Aku tidak punya apa-apa dan siapa-siapa lagi. Hartaku yang tersisa sebenarnya masih cukup banyak. Tercecer secara tersembunyi di Swiss, Lichtenstein dan Solomon Island. Susahnya, secara hukum Pamela Rachel Tanuseja sudah mati dan untuk menghidupkannya kembali dibutuhkan uang yang banyak dan waktu yang lama. Itu pun belum tentu berhasil.

Namun kesepian ternyata jauh lebih menyakitkan daripada harus kehilangan seluruh hartaku. Aku tidak bisa mengerti mengapa aku harus diselamatkan. Tidak seorang pun yang peduli padaku. Buktinya tidak ada yang mengunjungiku selama aku dirawat. Kata Joyce (dia mengatakan dengan sangat hati-hati), sanak keluargaku sendiri tidak mau mengakui kalau aku masih hidup. Aku sama sekali tidak heran. Aku juga tidak menyalahkan mereka. Karena kalau aku jadi mereka, aku pun tidak akan percaya kalau si karung beras manja bisa menciut hingga separuhnya dan nekat menyamar menjadi waitress agar bisa membalas dendam pada pembunuh papanya. Aku juga tidak begitu kecewa saat polisi yang datang menginterogasiku dengan detail ternyata tidak mau melakukan apa-apa dengan alasan kurangnya bukti. Mereka pasti enggan mengusut keluarga kaya yang dibekingi orang-orang kuat. Mau bagaimana lagi? Aku pasrah meski tak rela. Aku sadar benar kalau aku memang sudah kehilangan segalanya.

Aku ingin mati, tapi takut. Keringat dingin selalu membanjiri tubuhku tiap kali teringat pada kegelapan total yang menyekapku. Biarpun tidak seseram api neraka yang diceritakan guru-guru agama jaman sekolah dulu, tetap saja aku tidak punya nyali untuk kembali ke sana sendirian. Jadilah aku hidup tanpa semangat. Mungkin separuh nyawaku tertinggal dalam kegelapan absolut itu.

“Mel! Kau dengar nggak sih aku ngomong apa? Awas ya kalau kau minta aku mengulangi semuanya. Emang enak dicuekin? Eh, jangan melamun terus dong. Nanti kau jadi linglung beneran. Kau harus bisa sembuh. Kau masih muda dan penyakitmu kan nggak parah-parah amat. Dokter bilang cuma apatis kronis.”

Apatis kronis. Huh, jelek sekali. Mengapa diagnosanya bukan sesuatu yang terdengar ilmiah dan mengerikan seperti schizophrenia? Aku menghela napas tanpa suara. Aku tidak tahu bagaimana cara membayar seluruh biaya perawatanku. Aku tidak bisa tenang walau Joyce sudah berulangkali menenangkanku. Dia selalu bilang, yang penting aku sembuh dulu lalu aku bisa membayarnya dengan cara bekerja di tempat ini. Aku ingin sekali mempercayainya, tapi bagaimana bisa? Joyce kan bukan pemilik klinik ini.

Seraphic bukan klinik sekelas poliklinik puskesmas melainkan klinik spesialis rehabilitasi akibat kekerasan fisik dan mental. Tiap pasien mendiami kamar sendiri yang lengkap dengan kamar mandi. Lucunya, aku baru tahu keberadaan klinik ini setelah menjadi pasiennya. Kebetulan Bandi membuangku di kebun singkong sekitar dua kilometer dari sini. Aku jadi curiga jangan-jangan psikopat klemer itu sudah sering membuang mayat-mayat korbannya ke mari.

Setelah sebulan menghuni klinik yang bentuknya mirip wisma peristirahatan sederhana yang dipagari tembok putih setinggi tiga meter ini, aku baru sadar kalau tempat ini lebih pantas disebut klinik mesum. Keakraban antara para pasien dan awak Seraphic melampaui batas normal. Saling colek, menggelitik, berpelukan, meremas, merogoh sampai berciuman ala French kiss bukan hal yang tabu. Dan yang mereka lakukan tidak hanya sebatas itu.

Awalnya aku hanya mendengar suara-suara yang dulu sering keluar dari mulutku sendiri seperti desahan nikmat dari kolong meja, erangan tertahan dari balik pintu kamar mandi hingga jeritan orgasme melengking dari dinding sebelah. Akhirnya aku melihat sumber suaranya. Kadang mereka melakukannya dengan terang-terangan, kadang sembunyi-sembunyi. Kadang dengan lawan jenis, lain kali bisa dengan sesama jenis. Pemandangan tukang cuci menyodomi koki di depan meja seterika atau tukang kebun menggumuli pasien di bawah pohon kamboja atau dokter mengoral perawat dari kolong meja praktek sudah biasa kulihat.

Sakit. Semuanya sakit. Sepertinya urat malu mereka sudah putus. Ajaibnya, aku merasa iri karena kecuali Joyce, tidak ada yang berminat untuk menyentuhku. Melirikku saja ogah. Kejijikkan mereka terhadapku membuatku tidak betah. Aku ingin sekali pergi dari sini, tapi ke mana?

“Mel, kau kok kelihatan pucat. Jangan-jangan perutmu sakit lagi ya?”

Goblok. Mengapa aku terlalu tergantung pada orang gila itu? Coba Mel, pikirkan dirimu sendiri dong. Bagaimana dengan masa depanmu? Bagaimana kau bisa punya anak lagi? Yang benar saja, mana ada lelaki waras yang mau bercinta denganku dengan sukarela? Penghuni Seraphic saja tidak sudi. Kehidupan normal bagiku bagai mimpi di siang bolong.

“Kalau bukan gara-gara Sonia Marbella, kandunganmu pasti baik-baik saja. Kau sih terlalu memendam perasaan. Makanya kalau mau marah ya marah saja. Siapa yang nggak marah kalau suaminya direbut orang? Nggak ada yang salah kalau kau cemburu. Jangan sok jaim. Ngapain sih?”

Kata-kata terakhir Joyce terus terngiang di telingaku walau malam telah menjelang. Gadis bawel itu memang sinting. Dia satu-satunya orang yang mau mendengarkan keluh kesahku, tapi daya tangkapnya parah. Sampai berbusa-busa aku mencoba menjelaskan statusku yang masih lajang dan kebencianku yang tak berujung pada BL, tapi semuanya sia-sia. Dia benar-benar idiot inside.

Tapi apa benar bintang sinetron indo Jerman-Lebanon-Jepang itu yang membuatku keguguran? Lebih masuk akal bila Joyce menyalahkan Bandi. Selain sudah menyiksaku sampai setengah mati, psikopat klemer itu juga membuat mentalku hancur berantakan. Dalam bulan pertama aku sempat menderita insomnia akut. Meski sudah diberi obat penenang, aku tetap susah terlelap. Mimpi buruk terus menerorku. Aku ketakutan melihat pembunuhku mendatangiku dalam kegelapan, membelai kepalaku seraya berbisik, ‘Kau milikku.’ Ya mungkin juga itu bayangan saudaranya, aku tidak peduli yang mana yang jelas aku tidak ingin melihat wajah keduanya lagi.

Sebegitu takut dan bencinya pada Bandi membuatku terhenyak dan tak bisa berkata apa-apa selama dua hari penuh setelah mendengar berita tewasnya jahanam keji itu dalam kecelakaan kapal pesiar. Kira-kira tiga bulan yang lalu semua media massa memberitakan musibah yang dialami sebuah kapal pesiar bernama Archangel. Ini adalah kapal pesiar kebanggaan BL yang sering digunakannya untuk memancing. Kapal pesiar itu terbakar dan meledak di perairan pulau seribu. Tepatnya tak jauh dari dermaga Pulau Kacang, pulau milik keluarga orang gila itu. Aku sangat terpukul karena tidak bisa menerima kenyataan kalau orang sebejat dan sekeji dirinya mati segampang itu. Dia harus menerima perlakuan yang sama yang diberikannya pada semua korbannya.

Bagaimanapun kematiannya membuatku lega. Pembunuh berantai itu tidak akan bisa beraksi lagi. Kematiannya menyelamatkan ratusan nyawa ayam. Biarpun mereka pelacur, tapi mereka juga manusia. Kalau begitu bukan Bandi yang membuatku keguguran. Mungkin saja ini memang salah Sonia sejak gosip panas tentang pertunangannya dengan salah satu bujangan terkaya Indonesia meramaikan infotainment sekitar dua minggu kemudian. Aku masih ingat bagaimana kagetnya begitu melihat wajah si bejat itu terpampang di layar kaca. Siapa lagi kalau bukan Budi Lukman!!

Apa-apaan ini??? Bukankah BL sudah mati? Kalau dia masih hidup kenapa dia tidak menolongku? Apa dia sudah melupakanku? Bukankah aku pacarnya? Apa aku yang sudah hancur binasa ini tidak pantas menjadi miliknya lagi? Walah, kok aku bisa lupa kalau selama ini aku tidak pernah rela disebut miliknya?

Atau jangan-jangan Bandi sebenarnya masih hidup. Dia memakai identitas BL dan membuat skenario kecelakaan kapal pesiar untuk membuang mayat kembarannya. Tapi kenapa dia tidak mencariku untuk menuntaskan eksperimen gilanya? Tidak mungkin dia tidak tahu kalau aku masih hidup karena polisi pasti sudah meminta keterangan darinya.

Aku takut kalau aku jadi gila karena bisa-bisanya aku cemburu pada Sonia. Tak kupedulikan sanggahan dari pihak BL yang diwakili pengacaranya. Pengacara tambun berambut kribo yang dikenal sebagai family man tapi diam-diam adalah pelanggan setia Sanctuary itu buru-buru menggelar jumpa pers untuk membantah semua gosip dan mengatakan kalau orang kaya gila itu sedang berobat di Singapura untuk menyembuhkan luka-luka akibat kecelakaan kapal pesiar yang menewaskan kembarannya. Katanya, kaki BL patah saat melompat dari kapal dan menderita beberapa luka bakar yang tidak fatal. Namun dalam kesempatan lainnya, di bawah siraman hujan lampu blitz, sembari tersenyum genit Sonia mengatakan tidak menutup kemungkinan hubungan cinta yang lebih jauh dengan BL.

Bodohnya aku, menenggelamkan diri dalam ribuan prasangka yang makin membuatku ragu dengan kewarasanku. Untuk apa sih aku repot-repot memikirkan biang kerok segala penderitaan hidupku? Brengsek. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri kalau aku merindukannya sekaligus membencinya. Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa dia yang hampir tiap hari menggauliku sampai beronde-ronde masih punya tenaga untuk meniduri perempuan lain? Jangan-jangan affair mereka berlangsung setelah insiden aku dikawin paksa dengan ular oleh Bandi. Sejak musibah itu gairah seksku menurun drastis sehingga BL mengurangi frekuensi pemerkosaan terhadapku. Sudah jelas dia tidak akan menolak menyalurkan nafsu binatangnya pada gadis yang yang jauh lebih cantik, eksotik dan seksi dariku dengan sukarela menawarkan diri padanya.

Kugelengkan kepala dan menghembuskan napas panjang. Tidak ada gunanya menyiksa diri sendiri. Semua hal buruk itu hanya membuatku makin depresi saja. Tanpa sadar tanganku mengelus-elus tubuhku untuk menenangkan hatiku yang galau dan berakhir di klentit. Orgasme yang tadi tertahan mendadak muncul kembali. Kedua tanganku langsung berbagi tugas. Yang kiri membukakan jalan dengan menyibakkan labia mayora sedang yang kanan sibuk mengelus klitoris sekaligus mengobok-ngobok liang vaginaku. Tak sampai lima menit, perutku sudah mengejang. Gerakan tanganku langsung memelan, mencoba menunda ledakan orgasme agar klimaks yang lebih dahsyat bisa kudapat. Sepuluh menit kemudian, dengan klitoris merah membengkak, baru aku menggeliat-geliat liar dengan kaki terentang lebar dan punggung melengkung ke atas.

Sejak malam itu, aku seperti kembali ke masa perbudakan seks dulu. Mengisi kekosongan hari dengan masturbasi. Libido yang selama ini mati suri jadi hidup kembali. Aku gampang sekali terangsang apalagi senantiasa disuguhi pemandangan penuh birahi. Lenguhan pelan dari tetangga sebelah bilik toilet yang sedang dikerjai janitor saja mampu membuatku yang sedang mulas kontan menggosok klentit pada saat itu juga.

Joyce kelihatan senang melihat perubahan pada diriku, tapi mengapa dia malah menjauh dan tidak menggarapku lagi? Dengan berbagai alasan, dia menolak menyentuhku lagi. Aku kecewa, tapi tidak kunjung protes juga. Aku masih belum mampu membuang topeng mati rasa yang membungkus wajahku. Aku sengaja membentengi hati dan jiwaku yang retak dengan kekosongan agar tidak hancur berkeping-keping. Tapi bukan berarti aku diam saja. Kucari gadis itu. Aku benar-benar penasaran. Siapa sih yang sudah membuat Joyce mencampakkanku?

Aku terperangah setelah menemukan orang yang kucari. Dia ada di ruang makan, persisnya tergeletak di atas meja makan seperti ikan asin yang dirubung sekawanan kucing garong. Joyce telentang mekangkang di tengah-tengah meja makan besar. Empat manusia berkelamin panjang dari berbagai latar belakang mengerumuninya. Pak Sugeng, pengusaha karet yang berstatus pasien karena patah tangan akibat jatuh dari moge Ducatti miliknya sedang mendesis-desis menikmati blowjob dari Joyce. Dokter Bimo yang berpredikat spesialis bedah tulang sedang berbaring di bawah gadis itu. Tangannya memegangi pinggang ramping si bawel dan menyodok-nyodokkan pantatnya ke lubang dubur mangsanya. Mas Kresna, satpam bertubuh kekar yang memiliki mata jelalatan berlutut di depan sepasang kaki Joyce yang terentang lebar. Keringat di wajah perseginya menetes tiap kali pantatnya menggoyang mem*k di hadapannya. Ical sang terapis wicara yang masih belia menduduki perut perawat cantik itu dan asyik menggosok-gosok penisnya yang terjepit gunung kembar padat itu.

Melihat adegan yang rasanya tidak tepat bila dilabeli perkosaan mengingat Joyce terlihat begitu menikmatinya, selangkanganku langsung becek. Detak jantungku melonjak dua kali lipat membuat napasku menderu. Busyet, baru kali ini kulihat dengan mata kepalaku sendiri gangbang yang begitu liar. Aku jadi iri pada Joyce yang mengerang sensual. Apa rasanya begitu nikmat? Selama ini aku belum pernah dikeroyok seperti itu karena BL tidak pernah mengijinkan orang lain menyentuhku. Aku sendiri juga takut digarap beramai-ramai, tapi kali ini sungguh mati aku berharap aku yang berada di atas meja itu, bukan dia.

Tanpa disuruh, tanganku sudah turun menghibur mem*kku yang kesepian. Tangan satunya memerah kedua payudara bergantian. Aku ikut mengejang dan mengerang tertahan seperti lima pelaku adegan yang kutonton. Kakiku makin melebar, meluangkan tempat bagi jari-jariku agar lebih leluasa mengorek-ngorek g-spot.

Klontang!! PRANG!

Aku terpaku. Rasanya jantungku berhenti berdetak saat mendengar bunyi nyaring yang mengagetkan itu. Aku tidak tahu apa yang terjatuh, mungkin tutup panci dan gelas mengingat aku bersembunyi di balik pintu yang menghubungkan ruang makan dengan dapur. Pastinya bunyi itu berasal dari belakangku.

“Hey! Siapa di luar? Jangan malu-malu! Ayo masuk! Join aja!” seru Pak Sugeng sambil nyengir setengah meringis.

Tapi aku yang haus untuk dipuaskan malah tidak berani bersuara. Aku takut mereka akan menolak dan menghinaku bila aku berani menampakkan diri. Aku sedang berpikir apa yang sebaiknya kulakukan saat terdengar suara,

“Ini aku.”

Aku kembali membeku. Bukan hanya karena mendengar suara serak yang terdengar persis di balik punggungku namun karena sebuah lengan kekar berotot membelit tubuhku hingga aku tak mampu bergerak. Aku juga membisu karena mulutku dibekap sang empunya lengan.

“Oh, kau. Tunggu apa lagi?” balas Ical.

Si lengan kekar terdiam sejenak. Napasnya berhembus panas di kudukku membuatku merinding. Astaga, apa aku akan menjadi santapan mereka berikutnya atau dia akan menyantapku sendirian karena rasanya tak mungkin dia melepaskanku begitu saja.

Di luar dugaan, dia melepaskan belitan tangannya dan berujar, “Kau boleh bergabung dengan mereka kalau kau mau.”

Aku tetap mematung. Aku memang masih ragu untuk bergabung dengan Joyce, tapi bukan itu yang membuatku terpaku di tempat. Suara serak itu mengingatkanku pada seseorang yang seharusnya sudah mati. Aheng. Tapi ukuran lengan gorila itu dua kali lipat lebih besar dari lengan cecunguk ini.

“Lain kali saja deh!” sahut si serak tiba-tiba.

Mungkin dia tidak sabar menungguku berpikir. Mendadak mataku ditutup kain hitam. Aku meronta dalam kepanikan karena aku phobia pada kegelapan total namun si serak malah menancapkan sesuatu ke dalam kedua lubang telingaku. Earphone? Bukan, tapi earplug. Jadilah aku membabi-buta mencoba membebaskan kedua inderaku dalam kegelapan, tapi kedua tanganku malah diikat di belakang punggungku.

Kurasakan tubuhku didorong ke depan. Aku berjalan terhuyung sambil memaki dalam desisan. Reaksi yang kudapatkan adalah remasan pada payudaraku. Pekikan tertahanku terputus begitu saja setelah dia menyelipkan kain di antara mulutku yang sedang terbuka dan mengikatnya di belakang kepalaku. Tinggal kakiku yang bebas melakukan perlawanan. Tapi lagi-lagi perlawananku lumpuh setelah dia menangkap kakiku dan dengan cekatan mengikatnya jadi satu di pergelangan kaki hingga aku terjerembab

Namun belum sampai dengkulku menabrak lantai, tubuhku seperti disentak ke atas dan berayun bebas. Rupanya dia memanggulku seperti yang pernah Aheng lakukan saat membawaku ke rumah dari Sanctuary. Aku terpaksa berhenti berontak dan berteriak protes karena merasa mual dan takut terjatuh.

Aku tidak tahu dia membawaku ke mana, tapi letaknya pasti tidak jauh dan bukan ke ruang makan karena tubuhku dihempaskan ke ranjang bukan meja. Aku terkesiap saat pakaianku digunting dan dirobek. Aku terpaksa tidak bergerak karena tidak ingin ujung gunting yang dingin menambah goresan luka di kulitku. Kurasakan subalan yang mengganjal mulutku yang tak tertutup rapat sudah basah kuyup oleh liurku sendiri.

Dia membolak-balik tubuhku untuk menarik potongan pakaian yang terjepit di sela-sela lipatan tubuhku. Lalu dia membiarkanku terbaring miring. Aku menunggu dengan cemas. Aku tidak suka berada dalam situasi di mana aku benar-benar tidak berdaya. Aku tidak mengerti, kalau dia ingin memerkosaku kenapa harus repot-repot begini? Aku tidak akan bisa menang melawannya dan seisi Seraphic pasti lebih membelanya daripada aku. Dan mengapa setelah berhasil meringkus dan menelanjangiku dia malah mendiamkanku? Apa dia hanya senang menontonku telanjang terikat? Jangan-jangan dia meninggalkanku sendirian. Kuberanikan diri untuk bergerak sedikit. Karena tidak ada respon darinya, aku beringsut bangun. Tapi gagal karena dia langsung mendorongku hingga aku terjengkang dengan kaki terangkat.

“Nnnrrrhhh!”

Aku menjerit setengah mengerang saat jari-jarinya melebarkan paha dalamku dan lidahnya menyerbu klentitku dengan lapar. Aku menggelinjang ketika dua jarinya menerobos masuk liang vaginaku dan membuat gerakan memutar di dalam. Pada saat yang sama kurasakan payudaraku diremas-remas dan putingku dipelintir dan digigiti.

Rasa takut, nikmat dan penasaran beradu dalam hatiku. Ada berapa orang yang mengerumuniku? Apa aku akan di-gangbang seperti yang Joyce alami? Tapi mengapa dia tidak juga membuka ikatanku dan sumbatanku?

“Nnnn….Erggghh….Nnnnnhhh

Aku mengejang liar sebisaku begitu orgasme pertama kuraih. Serangan membabi-buta membuatku tak mampu menahan klimaks yang begitu cepat datang. Dia berhenti menyerang mem*kku dan meninggalkan kakiku. Tiba-tiba seseorang mengulum kedua sisi bibirku yang terpisah oleh sumbat kain dengan bergantian. Bau liurnya khas. Ya ampun ini kan bau cairan vaginaku. Seakan khawatir aku tidak bisa mencicipi cairan vaginaku sendiri, dia menyelipkan dua jarinya ke sela-sela kain penyumbat mulutku. Hmmm… gurih.

Setelah puas mengobok-obok mulutku, dia pergi. Seseorang mengangkat kakiku yang masih terangkat dan menekuknya hingga dengkulku menyentuh payudaraku.

“Hhhhh….”

Aku mendesah ketika merasakan ujung kontl digosok-gosok ke bibir memkku yang basah.

“RRRggghhhh!!”

Aku menggeram dan mengejan begitu kontl berukuran besar memaksa masuk. Kebecekan memkku ternyata belum bisa meniadakan rasa perih. Seperti perawan yang baru pertama kali disanggama, aku mengerang-erang kesakitan. Aku lupa bagaimana enaknya dient*ti apalagi punggungku terasa tidak nyaman, terganjal tanganku sendiri. Untungnya, peserta lain menyangga leherku dengan bantal dan melumat bibirku bergantian sehingga rasa sakit itu pelan-pelan menghilang tergantikan rasa nikmat.

Sodokannya makin kuat dan cepat, sedang lumatan di bibirku makin getol membuatku yang sudah sangat terengah-engah sulit bernapas. Rupanya mereka tahu dan melepaskan sumbat di mulutku. Aku langsung membunyikan suara-suara yang sudah lama tertahan sejak tadi. Awalnya desahan pelan lama-lama menjadi jeritan mantap.

“Ooooh…. Aaah…. Oooh… Yes…. Teeeerrruusss….”

Aku tidak peduli bila mereka menertawakan dan menghinaku asal aku dipuaskan. Aku berusaha meregangkan pahaku supaya dia tidak kesulitan memerkosaku, tapi dia malah menekanku hingga tubuhku terlipat. Ada yang mencium dan mengulum bibirku dengan kasar. Sepertinya itu bibir pemerkosaku. Apa dia si bersuara serak itu? Aku memberanikan diri menyodorkan lidahku yang langsung disedot dengan penuh nafsu.

Gencetan tubuhnya membuat punggung dan tanganku makin sakit sakit, tapi tak seberapa dibandingkan enaknya kont*l itu menggesek g-spotku.

“Mmmmwwaaah….Aaaaah… Iiiiyaaah…Yaaaaaahhhh

Aku melolong begitu keras hingga bibir yang menyekap bibirku terlepas. Aku mencapai klimaks lagi dan terkulai ngos-ngosan. Meski lelah, tapi aku belum rela dilepas begitu saja. Lenguhan kecewa sempat keluar dari mulutku saat kont*l membesi itu dicabut dari liang vaginaku. Sudah jelas ini bukan perkosaan karena aku sangat menikmatinya sampai berharap perbuatan bejat ini tidak berakhir dengan cepat. Aku menurut dengan pasrah ketika dia membalikkan tubuhku dan menunggingkan pantatku.

“Ergh?”

Aku terkejut saat bibirku mendarat di sebuah onggokan daging lembut basah berbau khas. Astaga! Ini kan bau peju campur cairan vagina!

“Joyce?”

Tapi tak kudengar jawaban karena telingaku masih tuli. Kucoba menghindar, tapi mem*k itu terus mengejar bibirku. Malah kepalaku dijepit paha agar tidak lari lagi.

“Mmphhh! Mmm…lllrpp”

Karena sodokan dari belakang, mulutku yang terbuka dengan telak menabrak bibir bawah itu dengan telak. Haduh, kocokan kontl itu benar-benar luar biasa hingga membuat sekujur tubuhku menggeletar. Aku ingin menjerit, tapi mulutku tersumbat. Aku belum pernah menijlati memk, tapi kali ini aku tidak punya pilihan. Jadilah aku melampiaskan kenikmatan dengan mengemut bibir itu dengan gemas.

Kucoba mempraktekkan ilmu oraljob yang BL sering lakukan padaku. Kujilati sisi-sisi klentitnya, kuhisap dan kugigit pelan benjolan kecil itu. Kemudian lidahku menyapu dari atas ke bawah bergantian. Aku tidak tahu peju siapa saja yang sudah kutelan. Baunya agak beda dari bau peju BL. Rasanya juga lebih masam. Tapi tak apa, ada rasa bangga bisa membuat orang lain berkelojotan. Maka kugulung sisi lidahku hingga membentuk corong dan mengebor lubang becek dihadapanku. Gadis yang sedang kuoral pasti hampir orgasme karena kedua pahanya gemetar dan rambutku dijambaki. Aku kembali sulit bernapas karena kedua luban hidungku tertutup gundukan daging basah berbulu. Aku juga nyaris mencapai puncak ketiga kalinya apalagi setelah pemerkosaku membuat gerakan melingkar membuat mem*kku serasa diaduk-aduk.

“Mmm…Mrrr…Mrrrrggghhh

Aku ambruk. Sementara gadis di hadapanku juga melonggarkan jepitan pahanya. Wajahku basah-kuyup oleh cairan vaginanya. Tapi pemerkosaku masih belum ejakulasi juga. Dia terus mengayun tubuhku dengan gencar hingga aku terguling ke samping. Mendadak dia berhenti saat menekan senjatanya dalam-dalam. Aku merinti dan mengempot kont*lnya untuk membantunya ejakulasi. Tapi ternyata bukan semburan sperma yang kudapat, melainkan pembebasan pada pergelangan kakiku.

“Aaaarghh…”

Aku terlonjak sambil mengernyit ketika kaki kananku diangkat dan disampirkan ke pundak pejantanku. Sodokan kont*l itu terasa makin dalam dan menumbuk bibir rahimku dengan sukses. Dia terus menggoyangku dengan keras sampai pundak kiriku pegal karena harus menahan beban seluruh tubuhku. Leherku juga nyaris tengleng.

“Oooh…,” erangku pasrah sambil berharap dia segera mencapai klimaks, memberiku waktu istirahat selama setengah jam dan mengganti posisi yang tidak nyaman ini baru merogolku lagi hingga serial klimaks berikutnya.

Aku ingin bilang begitu, tapi malu. Untung saja harapanku terkabul. Tak lama kemudian payudaraku dicengkeram dengan keras dan klentitku dicubit hingga aku menjerit kesakitan sembari mengempot benda keras yang mengganjal mem*kku dengan seluruh sisa kekuatanku. Benda keras itu berkedut dan kurasakan semburan-semburan hangat mengisi vaginaku. Dalam kelelahan aku menghela napas lega. Betapa aku merindukan saat-saat seperti ini. Saat-saat di mana libido meledak dan kepuasan meruap di sekujur tubuhku.

Saking lelahnya, aku tertidur. Paginya aku terbangun di ranjangku sendiri. Semuanya terasa seperti mimpi, tapi aku tahu yang kualami nyata karena tubuhku telanjang dan berlumuran air mani. Joyce tidak mau membicarakan apa yang kualami. Dia hanya bilang agar aku menikmatinya saja. Sejak malam itu aku digagahi tiap malam. Biasanya mereka menangkapku saat aku mengintip orang lain menunaikan nafsu, mataku pasti langsung ditutup kain hitam, telingaku disumbat, kaki dan tanganku diikat kemudian aku digelandang ke suatu tempat. Tapi lebih sering mereka memangsaku di kamarku sendiri, saat tengah malam tiba. Kadang aku sengaja pura-pura tidur agar bisa mengenali para penyantapku, namun mereka lebih cerdik dariku. Dalam kegelapan, mataku masih ditutup pula. Lama-lama aku terbiasa dan menantikan kedatangan mereka dengan penuh harap.

Aku sering bertanya-tanya dalam hati, mengapa mereka selalu menutup mataku? Mengapa mereka tidak ingin aku melihatnya? Apa karena wajah mereka jelek? Setahuku wajahku paling jelek di Seraphic. Setelah sepuluh hari berlalu, kuberanikan diri menanyakan tiga hal itu pada mereka.

Jawaban yang kudapat belaian di rambutku yang lepek. Lalu tangan itu turun ke wajahku, membasuh sisa cairan lengket yang mulai mengering dengan keringatku sendiri. Aku tertegun saat menyadari kecupan pada tiap bekas luka di wajahku. Bibirnya terus bergerak turun ke leher, payudara, perut, terus ke bawah sampai ke kaki lalu membalikkan tubuhku dan mengabsen semua bekas luka dengan ciuman.

Aku terharu sampai berkaca-kaca. Aku tidak tahu siapa dia, tapi dia tidak jijik padaku. Sekarang dia malah sudah merangsangku lagi. Sebelah tangannya mulai mengucek-ngucek mem*kku yang kuyup dan bibirnya merambah payudaraku bergantian. Aku benar-benar penasaran. Penghuni Seraphic mana yang diam-diam menaruh belas kasihan padaku sedemikian rupa.

“Nghh… ssss…si…siapaaaahh… kaa…aaah… kaauuuuughhh…”

Jawaban yang kudapat hanyalah pencopotan earplug. Tapi tetap tiada jawaban dalam bentuk kata-kata. Yang kudengar hanyalah kecipak memkku dan eranganku yang membuat diriku sendiri terangsang. Dia juga terangsang karena kontlnya yang menempel di pahaku makin mengeras.

“Uuuuh…. Mmmhhh… Doooon’t…ssssstoooop….”

Lho kok dia malah menarik tangannya dari kelaminku dan menjauh dari tubuhku? Aku benar-benar kecewa dan hampir meneriakkan protes saat bau khas merajai rongga hidungku. Ini kan bau… Eh! Sesuatu benda empuk berbulu menyentuh bibirku disusul benda keras yang licin. Dengan nekat kujulurkan lidahku. Kudengan erangan nikmat saat kujilati benda licin yang berkepala bulat.

“Hiyaaah!!”

Aku terpekik kaget saat sepotong lidah menyapu kelaminku dan sepasang tangan meremas-remas payudaraku. Namun aku tetap menjulurkan lidahku seperti orang kehausan. Penis besar itu akhirnya kudapat. Perlahan mendorong masuk lidahku. Kujilati seluruh batangnya dan kuhisap kepalanya yang belah dua itu dengan penuh semangat. Sang empunya kont*l memegangi kepalaku dan menarik-mundur kelaminnya seakan mulutku adalah vagina.

“Mmrrghh!”

Klimaks yang kesekian kalinya menghampiriku. Aku menggelinjang dan membusungkan dadaku sembari mengenyot kelamin dalam mulutku dengan kuat hingga pipiku kempot. Lalu aku terkulai lemas sambil berusaha terus mengoral pejantanku yang kesekian. Namun dia malah menarik alat vitalnya. Aku menyesal, apa karena kekuatan kenyotanku berkurang setelah orgasme tadi. Waduh, penjilat klentitku juga beranjak pergi. Apa permainan ini sudah usai?

Tapi rupanya aku tidak perlu khawatir karena seseorang mengambil posisi di selangkanganku. Aku menjulurkan lidahku saat orang lainnya merengkuh leherku. Namun aku salah duga. Dia bukan hendak mencium bibirku melainkan ingin mengambil bantal dari bawah kepalaku. Aku malu setengah mati dan diam saja saat bantal itu diselipkan di bawah pantatku.

“Uuuughh!”

Tanpa basa-basi, kont*l itu langsung melesak masuk dengan kekuatan penuh hingga mentok. Aku yang masih terhenyak makin kaget setelah tubuh pejantanku menindihku. Rupanya kali ini dia menginginkan menguasai diriku sepenuhnya. Kedua tangannya meremas payudara dan pinggulku bergantian. Aku mengimbanginya dengan membelitkan kakiku ke pinggangnya dan menggoyang pinggulku. Dia memagut bibirku yang seperuh terbuka dengan rakus.

“Aauw! Tang…aaaahn….kuuuuuhh…. ssss…sss…ssaa…aaaah…kiiiit….ooooh…”

Tanganku memang sakit karena tertindih dua tubuh, tapi tidak sesakit tadi. Aku hanya ingin mencoba memintanya membuka ikatan tanganku agar lebih bebas bergerak dan membuka penutup mataku. Dia berhenti bergerak dan menarikku bangun tanpa menghentikan hunjaman kont*lnya. Seseorang membuka ikatan tanganku. Namun begitu tanganku bebas, dia langsung menahan kedua pergelangan tanganku dengan tangannya.

Aku tidak protes lagi karena sudah sibuk melolong nikmat. Astaga, kalau diperkosa rasanya seperti surga dunia begini, aku tidak keberatan diperkosa tiap hari. Aku merintih tiap kali dada bidangnya menggesek payudaraku dan puting kami saling beradu. Gerakannya makin bertenaga hingga tubuhku bergeser meninggalkan bantal yang mengganjal. Mendadak sebelah tangannya meninggalkan tangan kiriku dan…

Duk.

Luar biasa. Dia menggunakan tangannya untuk melindungi kepalaku saat menghantam headboard ranjang. Dulu BL tidak pernah berbuat hal semulia ini. Dia malah senang menontonku terjitak-jitak sambil nyengir puas. Ah, sudahlah. Jangan pikirkan dia lagi. Meski begitu, gaya dan tenaga lelaki yang menyetubuhiku ini ada miripnya dengan orang gila itu. Jangan-jangan… Tidak mungkin. Bau badan mereka tidak sama. Parfum Bvlgari yang sudah akrab di setiap helai bulu hidungku tidak terdeteksi sama sekali.

Tangan kiriku yang bebas berusaha menyingkap penutup mataku, tapi terhalang tangannya yang menangkup di atas ubun-ubunku. Yang kubisa lakukan hanyalah meraba punggung, lengan dan sebagian perutnya. Ya ampun, perutnya rata dan berotot. Six pack-kah? Jari-jariku meraba tiap lekukan otot di lengannya yang kekar. Jauh beda dengan perut BL yang kempes dan lengannya yang kurus liat. Apa penggagahiku ini si serak yang menangkapku?
Kujepit kont*lnya sekeras mungkin membuat g-spotku makin tergesek dengan mantap. Kami berdua mendesah lalu saling memagut. Sekitar lima menit kemudian aku berteriak panjang sambil meremas lengannya dengan kuat. Dia berhenti mengayun pantatnya. Lalu melepas cekalan tangannya pada pergelangan tangan kananku yang sudah kesemutan dan memelukku erat. Digigitinya daun telinga dan leherku dengan lapar. Lalu turun ke payudaraku. Gigitannya membuatku meringis menahan sakit, tapi aku menikmatinya sampai…

“Kau milikku.”

Bisikan serak itu membuatku membeku. Mengapa dia mengatakan hal seperti itu? Bikin rusak suasana saja. Kutarik penutup mataku hingga terlepas. Sialan, lampu kamar menyilaukan mataku. Aku berusaha berkonsentrasi pada kepala yang menyuruk di antara kedua gunung kembarku.

“Kau milikku,” bisiknya lagi sambil melumat kedua putingku bergantian.

“Kau siapa?” tanyaku parau.

Dia mengangkat kepalanya. Seraut wajah asing yang tampak. Aku menahan napas. Sepintas dia mirip Takeshi Kaneshiro, aktor pujaanku. Alisnya, hidungnya hingga bentuk bibirnya mirip yang terpasang pada aktor peranakan Jepang-Taiwan itu. Tapi sepasang matanya…

“Kau siapa?” tanyaku gemetar.

Dia tersenyum. Busyet! Senyumnya membuatnya makin tampan sampai hatiku cekot-cekot, tapi sepasang matanya…

Aku menjerit dan mendorongnya jauh-jauh. Pelukannya terlepas dan kutendang tubuhnya lalu melompat turun dari ranjang. Sayang, tendanganku meleset dan lompatanku kurang gesit. Maklum, kekuatan kakiku memang belum pulih. Dengan mudah dia menangkap dan menyeretku kembali ke tengah ranjang. Aku menjerit minta tolong, tapi tak seorang pun mau menolongku. Dan ternyata hanya ada satu orang lain dalam kamar besar ini.

Joyce. Gadis itu malah membujukku supaya tidak melawan. Jahanam itu tertawa puas, tapi menyuruh suporternya meninggalkan tempat ini. Aku memohon-mohon agar Joyce tidak pergi dan menolongku. Gadis itu tampak ragu. Ada rasa iba memancar dari matanya.

“Jangan kasar-kasar. Dia masih lemah,” bujuk Joyce.

“Dia lebih kuat dari yang kau kira. Keluar! Eh, keluar kau, Joy!!”

Mendengar bentakan keras yang membuat telinga kiriku tuli sejenak, wajah Joyce merah padam. Dia tampak malu dan kesal. Tanpa menoleh dia membuka pintu dan menghilang. Aku begitu tertegun hingga tidak menjerit kesakitan saat bajingan itu menjambak rambutku.

“Kau nggak mengenalinya lagi, ya?” tanyanya mengejek. “Bencong itu sekarang sudah jadi cewek cantik. Jauh lebih cantik daripada kau.”

Astaga! Betapa butanya aku! Bagaimana bisa aku tidak mengenali Joy? Bukankah aku sudah merasa pernah melihat wajahnya sebelumnya? Kebawelannya juga sebuah petunjuk jelas. Apalagi namanya, begitu gamblang! Tolol sekali aku ini. Tapi yang lebih parah, bagaimana aku tidak menyadari yang menggagahiku sejak tadi adalah musuh bebuyutanku ternyata masih hidup?

Pantas saja aku masih melihat wajahnya meski dia sudah ‘mati’. Semua itu bukan mimpi buruk, tapi kenyataan karena dia masih hidup. Bagaimana bisa dia masih hidup? Mengapa dia merubah wajahnya? Apa karena kecelakaan itu? Lalu apakah Bandi juga masih hidup? Pertanyaan-pertanyaan ini memenuhi kepalaku sementara beberapa penemuan membuat mataku makin terbuka. Aku jadi sadar mengapa penghuni Seraphic tidak ada yang mau menyentuhku. Bukan karena mereka tidak sudi, tapi karena tidak berani. Hanya orang yang sangat dipercaya dan diyakini tidak tertarik padaku seperti Joy yang diberi ijin khusus mengerjaiku seperti yang dulu diberikannya pada Aheng.

Tapi aku tidak mau menyerah. Aku tidak rela harus berada di bawah cengkeraman kekuasaannya lagi. Dan seperti dulu, kami bergulat saling melumpuhkan. Bedanya aku menggunakan seluruh sisa tenaga yang kumiliki sedangkan dia hanya main-main. Dia bahkan tertawa riang saat aku berhasil menduduki perutnya, mencakari dan menampari wajahnya. Tapi dengan sekali gerakan, dia berhasil mengangkat pinggangku dan….

“Aaaauuughh!!”

Jeritanku menyuarakan kekagetanku karena dalam sekali hentakan, kont*l BL yang keras itu sudah memasak vaginaku. Lalu dia memegangi pinggangku dengan kuat dan menaik-turunkannya sementara dia juga menghentak-hentakkan pinggulnya ke atas.

Aku terombang-ambing dalam kenikmatan dan kemarahan. Namun belum juga berhenti memukulinya. Lalu dorongan kemarahan membuatku mencekik lehernya kuat-kuat. Mukanya memerah, matanya melotot dan otot-otot di lehernya timbul. Tapi gilanya, tongkolnya malah makin mekar dan mengeras. Aku sampai mengernyit dan menggigit bibir kuat-kuat saat kelamin kekar itu menggesek seluruh dinding liang vaginaku.

“Meeelll…,” erangnya dengan suara tercekik.

Aku jadi takut melihat wajah tampan itu merah keunguan. Aku langsung mengendorkan cekikanku. Di luar dugaanku, tangannya segera menarik punggungku sehingga wajah kami hampir beradu. Aku meludahinya dan dibalas dengan ciuman lapar. Kucoba melepaskan diri, tapi belitan lengannya pada punggungku membuatku sulit bergerak dan bernapas.

“Kau suka muka baruku kan? Bagaimana dengan bodiku?” tanyanya sambil menonton aku ngos-ngosan berusaha mengusir klimaks yang terus mendekat. “Aku rajin latihan sembari menungguimu di sini. Keren kan?”

Aku kesal sekali. Kuhantam dadanya, tepat pada bekas luka melingkar. Ini pasti luka bekas peluru yang ditembakkan kembarannya. BL tersedak dan untuk sesaat lengannya mengendor. Aku memanfaatkan kesempatan ini dengan meninju hidungnya kuat-kuat dan melepaskan diri. Sayangnya dia tidak juga mau melepaskankku. Dengan hidung berdarah dia mendekapku erat dan menggulingkanku hingga ganti aku yang tertindih.

Darah mengucur dari dua lubang hidungnya menghujani wajahku. Tapi dia terus menggenjotku. Aku yang lelah melawan memutuskan untuk menyerah. Siapa tahu dia akan bosan dan meninggalkanku. Sayangnya aku salah. Butuh dua puluh menit lagi baru cairan hangat menyembur dari kelaminnya.

Dia menyibakkan rambut yang menutupi kepalaku dengan kedua tangannya seakan sedang membayangkan seandainya aku botak. Aku tak bisa melengos jadi kupejamkan mata saja agar tidak melihat sinar kemenangan memancar dari sepasang mata dingin itu.

Karena aku diam saja, dia bertanya,

“Apa kau nggak kepingin tahu, bagaimana caranya aku bisa tetap hidup?”

Aku berlagak tak peduli walau sebenarnya penasaran setengah mati. Jadi biarpun ogah membuka mata, kubuka daun telingaku selebar mungkin. BL sepertinya tidak peduli dengan ketidakacuhanku. Dia bercerita dengan suara yang jelas dan pelan, mengingatkanku pada papaku yang suka mendongengkanku semasa aku kecil.

Intinya, waktu aku disiksa oleh Bandi, BL belum mati. Dia pingsan dan diselamatkan oleh Joy. Joy juga yang menyelamatkanku dari Bandi dengan cara memukul kepala kembaran tuannya saat sedang memasang speculum di anusku. Dalam kondisi sekarat, aku langsung dibawa ke sebuah rumah sakit di Singapura, tapi begitu sadar segera dipindahkan ke Seraphic. Seraphic sendiri adalah klinik palsu. Tempat ini sesungguhnya villa lawas milik kakek BL di daerah Mega Mendung.

Sejenak nada suaranya memelan saat menyebut kembarannya.

“Kau nggak usah takut lagi. Bandi sudah pergi untuk selamanya. Dia nggak akan bisa mengganggumu lagi.”

Lha, bagaimana dia mati? Benarkan Bandi sudah mati? Tapi BL sudah melanjutkan dongengnya. Dan dengan bangga orang kaya gila itu menutup ceritanya dengan berkata kalau dia memantau pergerakan bisnisnya dari tempat maksiat ini demi terus mendampingiku. Aku sebal mendengar nada suaranya yang penuh kesombongan jadi aku diam saja.

“Jadi kau sama sekali nggak mau berterimakasih?”

Kubuka mata dan menatapnya dengan dingin. Sedingin yang kubisa. Sulit karena aku berdarah panas. Aku lebih suka meledakkan kemarahan yang membuncah di dadaku dengan berteriak-teriak atau mengamuk. Tapi kali ini aku harus menunjukkan padanya kalau aku tidak lagi seperti dulu. Aku tidak mau dia memanfaatkan luapan emosiku sebagai jalan untuk foreplay perkosaan ronde berikutnya.

“Apa kau mau aku berterimakasih padamu karena sudah menyelamatkan hidupku hanya untuk memperbudakku lagi atau karena sudah berhasil menipuku atau karena sudah berhasil membuatku kembali seperti pelacur atau karena sudah berhasil merebut semua hartaku atau karena sudah membunuh papaku atau karena sudah berhasil menghancurkan hidupku?”

Dia terdiam sejenak mendengarku bicara datar.

“Hutangku sudah lunas dan kau nggak punya alasan lain untuk menahanku di sini,” ujarku dengan nada menantang.

Di luar dugaan, BL marah. Belum pernah aku melihatnya begitu menakutkan. Wajahnya merah dan matanya melotot. Hampir seseram saat kucekik tadi. Ditariknya wajahku dg kasar. Aku menggeleng, tapi tak bisa. Jadi aku hanya diam menonton dia membentak-bentakku, memuncrati mukaku dengan ludahnya.

“Kau pikir aku senang melihatmu sekarat?? Kau pikir aku merasa bangga sudah membunuh saudaraku sendiri?? Kau pikir aku suka melihatmu ketakutan tiap kali melihat mukaku tiap malam?? Kau pikir aku bersyukur melihatmu keguguran?? Dia anakku dan aku menginginkannya! Jadi jangan kira aku akan melepaskanmu begitu saja setelah semua kekacauan ini!!”

Aku menelan ludah untuk menambah dosis nyaliku. Segagah mungkin aku berujar,

“Jadi kau menyelamatkan nyawaku demi anak itu? Sekarang dia sudah nggak ada. Jadi bebaskan aku. Biarkan aku pergi.”

Tapi BL seperti tidak mendengar kata-kataku. Mungkin juga karena volume suaraku terlalu pelan.

“Aku yang salah. Seharusnya aku menendang Bandi keluar dari rumah sejak kasus ular itu, tapi dokter bilang kandunganmu baik-baik saja dan aku sudah janji pada papa-mama akan terus menjaganya sampai mati,” tukasnya sedih. “Sampai mati,” ujarnya lagi disertai dengusan pelan. “Kubunuh dia dengan cara yang sama seperti yang dilakukannya padamu.”

Aku merinding melihat kilat keji di matanya. Aku tidak berani membayangkan seperti apa pembalasan dendam ala S&M. Seharusnya aku senang mendengar keinginanku terkabul, Bandi mati dengan cara yang kuinginkan. Tapi aku sama sekali tidak gembira.

“Akhirnya aku malah kehilangan keduanya,” lanjut BL dengan wajah berduka.

Aku terbengong melihat matanya berkaca-kaca. Aku tidak tahu kematian siapa yang membuatnya lebih sedih, adiknya atau anaknya.

“Kenapa kau nggak pernah bilang kalau aku hamil?” tanyaku terbata.

“Karena aku tidak mau kau menggugurkannya,” sahutnya sembari menatapku tajam.

Aku melongo. Hanya sedetik lalu….

“Goblok! Kau pikir bisa menyembunyikan kehamilanku itu sampai berapa lama hah? Sampai sembilan bulan? Kau pikir aku manusia macam apa??”

Giliranku yang marah dan membentak-bentaknya.

“Aku memang benci kau! Benci setengah mati! Tapi anak itu nggak salah! Dia anakku! Dia anakku! Dia anakku. Dia an…”

Aku tak bisa menyelesaikan ledakan kemarahanku karena sudah tertelan isak tangis. Akhirnya aku menangisi kepergian anakku. Anak kami. Dia memelukku. Aku meronta, tapi dekapannya begitu kuat. Kurasakan dadanya ikut berguncang dan ubun-ubun dan telinga kiriku tiba-tiba basah.

Sejak itu dia makin posesif, tidak mau meninggalkanku sendirian. Dia terus menempelku seperti bayang-bayang. Aku tahu, dia takut kalau aku nekat meninggalkannya dengan cara bunuh diri. Dia masih seganas dulu, menyantap tubuhku kapan saja dan di mana saja dia mau. Dia juga masih suka mengejekku, tapi tidak lagi menghina kedua orang-tuaku.

Anehnya, aku tidak merasa sesak napas lagi bila terus-terusan berada di sisinya. Dan hal yang paling kutakutkan terjadi juga. Aku merasa nyaman bersamanya dan bahkan simpati padanya. Di kala dia memelukku dengan erat hingga tulang-tulangku linu, aku tidak marah atau meronta karena aku tahu dia ingin mengatakan kalau kesepian itu begitu menyakitkan dan dia tahu aku bisa memahaminya karena aku juga merasakan hal yang sama.

Dia mengembalikan nama dan hak-hakku sebagai Pamela Rachel Tanuseja termasuk apa yang sudah dicaploknya daripadaku. Dia bahkan ikut mengajakku meeting dengan para bos, membuatku malu saja. Aku harus berjuang keras memeras sel-sel otakku yang sudah lama tak terpakai.

Dia juga memberi sebuah hadiah yang tak terlupakan. Rekaman video yang menyajikan persetubuhan sepasang manusia yang wujudnya bagai langit dan bumi. Aku terperangah melihat Pak Dibyo meniduri Sonia Marbella dalam berbagai posisi. Sonia sendiri terlihat begitu bernafsu. Tak heran puluhan pil narkoba berserakan di meja samping ranjang tempat mereka mengadu kelamin. Keesokan harinya rekaman itu tersebar di mana-mana. Karir Sonia hancur, Pak Dibyo kehilangan Sanctuary dan keduanya berurusan dengan polisi hingga masuk penjara.

“Aku sudah membalas dendam kita berdua. Mulai saat ini, kau pemilik tempat ini. Terserah kau, mau diapakan tempat ini,” ujar BL saat memberiku akta kepemilikan klub eksklusif itu.

Aku tidak mengerti mengapa dia bermurah hati padaku. Mungkin rasa bersalah telah membuatnya jatuh iba padaku karena tidak pernah ada kata cinta yang terucap dari mulutnya. Dari mulutku juga tidak. Tapi semakin lama semakin susah untuk tidak membencinya, namun nyatanya rasa benci itu terancam lenyap. Dengan susah-payah aku memelihara rasa benci padanya dengan cara mengingatkan diriku tiap pagi kalau lelaki yang tidur di sampingku, yang merawat di saat aku sakit dan merubah diriku menjadi cantik adalah pembunuh papaku. Tapi tidak ada lagi niat untuk kabur darinya apalagi membunuhnya.

Tapi bukan berarti hidup kami damai. Kami masih sering bertengkar dan berkelahi baik. Ada saat-saat tertentu di mana dia menyakitiku, seperti memerkosaku dengan brutal di hadapan foto Bandi sambil berteriak-teriak ‘Dia milikku! Dia milikku!”.

“Sudah… Aaaw… Sak…it… Dia su…sudah… tahu…,” ujarku terputus-putus.

Bibir memkku seperti sobek dan memar karena terus disodok dan dikobok oleh kontl dan jari-jarinya secara bergantian tanpa henti. Pantatku merah dan linu karena digigiti dengan gemas. Begitu pula punggung, pundak, leher dan payudaraku.

“Lalu kau sendiri? Apa kau sendiri juga tahu itu?” bentaknya.

Aku mengangguk-angguk sehingga air mata yang menggenang itu tumpah membanjiri wajahku yang berkeringat. Kemudian dia mengencingi seluruh tubuhku dari ujung kepala sampai ujung kaki seperti seekor anjing yang menandai teritorinya. Lalu setelah gelombang kegilaan itu pergi, dia memandikanku. Semalaman mengelus-elus sekujur tubuhku, menciumi semua memar dan luka yang dibuatnya. Kemudian menghujaniku dengan hadiah-hadiah mewah.

Dan keesokan harinya kehidupan berjalan normal. Kami bertengkar, berkelahi dan kont*lnya seperti biasa menghajarku sampai klimaks.

“Aaaaaah! Aaaaargghhh!!”

Usai teriakan panjang yang membahana, aku terkulai lemas dengan tubuh basah kuyup bermandikan keringat. Kupejamkan mata sambil mengatur napasku yang tersengal-sengal. Aku lelah sekali dan ingin tertidur lelap, tapi kuluman pada bibirku menyadarkanku. Kubuka mata dan kulihat BL sedang melumat bibirku.

Begitu dia melepaskan bibirku, aku langsung bertanya,

“Bagaima…”

Dia memotong pertanyaanku dengan hujan ciuman di seluruh wajahku. Seperti biasa dia sama sekali tidak memedulikan orang-orang yang berada di sekeliling kami. Lagi seru-serunya kami saling memagut bibir, Joyce datang dan tangannya nekat menyelonong membuka kancing bajuku tanpa ijin majikannya.

“Minggir! Eh, kubilang minggir, Joy!” bentak BL sambil menepis tangan Joyce.

“Joyce,” ralatku melihat Joyce tampak gondok.

BL menyelesaikan tugas Joyce dan membuka bajuku lebar-lebar. Membuat sepasang payudaraku terekspos.

“Mereka tambah besar saja. Bikin aku horny.”

Kalau dulu aku marah, sekarang aku malah tertawa geli. BL ikut tertawa sampai Joyce menggamit dan mengajaknya menjauh.

“Boen Liaaangg!! Kau ke mana?? Jangan tinggalkan aku sendirian!!” bentakku.

BL yang minta aku memanggilnya dengan nama Cinanya. Dia kembali muncul dengan wajah berseri-seri. Dia tidak sendirian. Joyce bersamanya.

“Hati-hati,” ujarku was-was melihat keduanya masing-masing meletakkan sesuatu di atas dadaku.

“Lihat, Mel. Amanda gesit sekali. Wah, dia sudah hampir sampai. Ayo, James jangan mau kalah,” tukas BL setengah bersorak.

Konsentrasiku dalam menyaksikan sepasang bayi kembarku dengan penuh kekaguman langsung buyar.

“James dan Amanda? Benarkah?” tanyaku sambil menarik kerah kaus polo BL.

Dia menyeringai sambil mengangguk. Matanya menatapku dengan lembut. Tangannya menggenggam tanganku dengan mesra. Dua cincin kembar dari platina bermata berlian lima masing-masing melingkar di jari manis kami.

“Kau milikku! Kau milikku!”

Bukan BL yang berteriak-teriak girang begitu melainkan aku. Saat itu juga kebencianku padanya musnah sudah. Dia pasti sangat mencintaiku karena mau menamai kedua anaknya dengan nama mendiang kedua orang-tuaku.

“Aduh, bos! Hati-hati dong! Kalau mereka sampai jatuh, bagaimana?” gerutu Joyce sambil memegangi kedua bayi itu sementara kami berdua berciuman dengan hot.

“Mmmmhh… Eh, Mel!”

“Aku haus,” ujarku manja.

BL tertawa. Tak sampai lima detik kemudian aku mengoralnya. Tanpa memedulikan sepasukan perawat dan dokter kandungan yang terbengong-bengong melihat ulah kami berdua.

“Gila!”

Ya, memang cuma Joyce yang berani mengatai kami gila.

TAMAT
cerita lainnya
Sleeping with enemy – part 1
Sleeping with enemy – part2
Sleeping with enemy – part 3
Sleeping with enemy – part 4
Sleeping with enemy – part 5
Sleeping with enemy – part 6
Sleeping with enemy – part 7

Sleeping with the enemy part 6, Terjepit di antara si posesif dan si obsesif

Filed under: PERKOSAAN

Pacar BL, itu predikat yang kusandang setelah pesta ‘ultahku’ yang menghebohkan hampir dua bulan yang lalu. Orang-orang bilang begitu karena konglomerat hipersex sadomasokis eksibisionis itu tidak pernah tampil di depan umum dengan cewek yang sama lebih dari dua kali.

Meski begitu aku sama sekali tidak bangga. Aku malah makin benci padanya. Memang, kelihatannya dia lebih baik dari dulu, menghujaniku dengan barang-barang mewah, mengajakku bepergian hingga keluar negeri – entah bagaimana caranya dia mengurus pasporku – tapi sebenarnya perlakuannya semakin buruk. Aku harus melayani nafsu seksnya yang tidak kenal waktu dan tempat.

Aku pernah digauli di dalam mobil di halaman parkir mal mewah di kawasan Senayan. Pasukan pengawalnya berdiri mengitari mobil Jaguar goyangnya. Mereka merokok sambil sesekali melirik kami. Pernah juga aku disodomi di atas meja ruang meeting kantornya yang sepuluh menit lagi akan dipakai untuk rapat dengan rombongan pejabat dari departemen pajak. Menggumuliku di balik semak-semak lapangan golf di sebuah country club di pinggiran London juga pernah dilakukannya. Petugas sekuriti yang ingin menegur kami dihadang Aheng dan anak buahnya.

BL selalu bisa memaksaku menuruti kemauannya. Kadang aku dibuatnya mabuk hingga tak sadarkan diri, kadang dia mencumbuku dengan ganas sampai aku ikut panas. Tapi lebih sering dia sengaja memancing amarahku hingga aku mengamuk, ujung-ujungnya kami bergulat dan diakhiri dengan luberan cairan hangat dari selangkangan masing-masing.

Dari semua pengalaman gila itu, yang paling kubenci saat aku harus mengoralnya di kolong meja restoran di sebuah hotel miliknya di kawasan Mangga Dua. Restoran itu sedang ramai-ramainya dan di meja sebelah duduk rombongan keluarga teman baik papa lengkap beserta cucunya yang masih balita yang juga putri baptisku. Tapi BL terus memaksaku. Dia mengancam saat itu juga akan menjadikanku sashimi girl di depan semua tamu bila aku menolak permintaannya. Dan bila aku nekat menggigit penisnya, dia akan menindik klentitku. Aku malu sekali saat mendengar putri baptisku yang cerdas terus bertanya pada semua orang, ke mana perginya tante yang tadi duduk di meja sebelah.

Aku tahu BL tidak main-main dengan ancamannya. Di perutku bagian bawah, persisnya di atas klentitku ada tato penis ngaceng seukuran tiga sentimeter yang dibuat di Belanda sebagai hukuman karena aku menolak melayaninya di bangku taman umum. Aku tak akan pernah bisa melupakan rasa sakit dan malu waktu ditato. Aku yang tak rela kulitku dinodai terus meronta sampai kedua tangan kakiku terpaksa diikat kuat. Untung jarum yang digunakan masih baru jadi aku tidak takut tertular penyakit berbahaya. BL yang membelinya khusus untuk mentatoku.

Aku jadi was-was tiap kali BL membawaku keluar rumah. Berdiam di dalam rumah juga tidak menyenangkan. Aku bosan berdiam dalam kamar mewah bernuansa putih itu, tapi bila keluar kamar aku pasti bertemu Bandi. Mata psikopat klemer itu selalu memandangku lapar, tapi dia tak pernah bisa mendekatiku karena Aheng menjagaku dengan ketat.

Dan sekarang aku duduk sendirian menghadapi meja bundar besar yang muat untuk delapan orang. Aheng berdiri di belakangku seperti anjing penjaga. Di depanku terbentang panggung dengan podium di sisi kiri dan layar lebar di belakangnya. Di belakangku berjajar meja-meja bundar lainnya. Malam ini adalah acara puncak ulang-tahun holding company milik BL. Acara hampir dimulai. Suasana ramai, riuh ocehan dan tawa, tapi aku kesepian. Aku menunduk dan mempermainkan jari-jari di atas pangkuanku.

Tak ada yang datang ke mejaku untuk menyapa dan mengajakku berbincang. Aku memang tidak punya teman. Para taipan teman papaku tak sudi memandangku. Di mata mereka aku tak ubahnya ayam kampung yang mendapat durian runtuh. Padahal yang kudapat cuma duri-durinya yang melukaiku. Istri-istri mereka juga ogah bergaul denganku. Paling banter melirikku dengan tatapan menghina. Mereka pikir aku ini cewek pemorot yang dipungut dari got oleh BL.

Aku tertawa getir dalam hati. Apa reaksi mereka kalau tahu ternyata darahku sama ‘birunya’ bahkan mungkin lebih ‘biru’ dari mereka? Papa-mamaku adalah generasi ketiga dari keluarga konglomerat terpandang. Aku menghela napas dengan sedih. Kenangan akan kejayaan keluargaku membuatku berduka. Kini semuanya sudah habis. Mungkin benar pepatah yang mengatakan kejayaan bisnis dirintis generasi pertama, dibesarkan generasi kedua dan dihancurkan generasi ketiga. Lalu apa yang diperbuat generasi keempat? Jangankan merebut kembali harta dan memulihkan nama besar keluarga apalagi menuntaskan misi balas dendam. Yang bisa kulakukan hanyalah bertahan hidup dan berjuang keras mempertahankan kewarasanku dengan susah-payah.

Aku makin terperosok dalam jurang libido. Tiada hari tanpa seks bersama orang yang paling kubenci sedunia, tapi dari dialah aku mendapat kenikmatan yang membuatku ketagihan. Aku tak ingin hidupku berakhir seperti para simpanan gelap, antara ada dan tiada. Kalau beruntung, bisa dinikahi resmi, kalau tidak ya harus mencari mangsa lain. Aku jauh lebih baik dari ayam yang mendapat promosi menjadi istri kesekian, tapi coba lihat mereka. Mereka memandangku sinis dan iri. Mereka mengecapku cewek sombong yang tidak sadar diri. Tak mau bergaul dengan ayam senasib.

Acara akhirnya dimulai dan BL diminta naik ke atas podium. Semua orang berdiri memberi applaus. Aku tetap duduk tak peduli, menatap ke depan pun tidak. Lalu acara dimulai dengan pidato dari orang gila itu. Lampu dimatikan dan diputar film tentang perjalanan hidup Luna Group, kerajaan bisnis keluarga Lukman.

Mendadak ada benda dingin menyentuh pergelangan kakiku. Secara reflek aku langsung menendang, tapi kakiku terikat pada kaki kursi. Aku langsung panik apalagi kakiku ditusuk. Sepertinya bukan dengan pisau, tapi jarum. Aku tersentak dan memiawik tertahan. Tapi tak ada yang mendengar jeritanku karena meja yang kutempati agak terpisah dari tamu lainnya selain itu semua mata dan telinga para undangan tertuju pada film yang diputar di layar di atas panggung.

Sekujur tubuhku gemetar, panas-dingin. Aku takut setengah mati. Aku tak berani menyingkap taplak meja yang menjuntai ke bawah. Kalau pun berani, aku tak bisa melihat apa-apa karena gelap. Ingin memanggil Aheng, tapi gorila itu tidak berdiri di belakangku lagi. Dia menyingkir ke samping panggung karena tidak ingin menghalangi pandangan undangan lainnya. Sedangkan BL masih berdiri di atas panggung sambil memandangi film tentang profil keluarga dan dirinya dengan sorot mata bangga.

Dalam waktu singkat tubuhku sekaku kayu. Sekarang aku malah tak bisa bersuara sama sekali. Lidahku kelu. Hanya bola mataku yang masih bisa bergerak ke sana-kemari. Aku pasti diracun. Aku makin ngeri setelah benda dingin itu kembali menyentuhku. Mulanya dari betis dan merambat ke atas, terus ke atas hingga ke selangkanganku. Sepertinya tangan seseorang karena tak lama kemudian celana dalamku tersingkap. Oh my God! Siapa lagi kalau bukan Bandi!

Seingatku Bandi masih berada di rumah saat kami pergi. BL memang tak mengijinkan kembarannya yang psikopat itu pergi ke acara-acara resmi seperti ini. Lalu bagaimana si klemer gila itu bisa berada di kolong mejaku? Apa ini rencana BL juga? Kalau tidak, bagaimana kalau kenekatan Bandi ketahuan? Apa kata para tamu?

Nafasku memburu saat jari-jari dingin itu menggosok klentitku, sesekali mengucek kedua bibir mulut bawahku. Sensasi yang ditimbulkan rasa ngeri bercampur tegang membuat mem*kku becek. Aku menahan napas ketika jari-jari dingin itu menerobos masuk liang vaginaku. Belum lagi gigitan-gigitan kecil yang menyerang paha dalam dan klentitku. Gawat, klimaks itu terasa makin dekat!

Celaka, film sudah selesai dan lampu kembali dinyalakan. BL menatapku sekilas lalu kembali berpidato. Aku tak bisa mendengar dengan jelas apa yang diucapkannya sehingga membuat orang lain tertawa. Pandangan mataku bahkan mulai buram. Konsentrasiku tertuju pada alat vitalku yang dihujani serangan-serangan membabibuta. Yang kulakukan hanyalah terengah-engah menahan orgasme yang ingin meledak.

Hhhgghh! Tubuhku menggeletar perlahan seiring cairan vagina yang meluber keluar yang langsung diseruput Bandi. Aku bisa merasakan lidah dan bibir Bandi menyeruput cairan vaginaku dengan buas. Akhirnya dilepaskannya juga mem*kku. Belum sempat bernapas lega, serangan mulai kembali. Kali ini sesuatu yang menggeliat-geliat dingin berlendir menyentuh kakiku. Aku langsung merinding ketakutan. Ular?

Pada saat yang sama para hadirin bertepuk tangan dan BL turun dari panggung menghampiri mejaku. Air mata sudah mengembeng di mataku. Benda yang kuyakin bukan jari manusia itu terus bergerak-gerak liar dan kini sudah menempel di mulut vaginaku dan terus mengebor masuk.

“Kau ini memang keras kepala deh. Apa kau nggak bisa menghormatiku sedikit? Ayo bangun dan salami aku,” bisik BL.

Untuk apa? Tapi suaraku tidak keluar. Kepala atau ekor ular itu kini sudah masuk ke dalam kelaminku, mengucek-ngucek G-spotku. Aku lebih ngeri dan jijik daripada nikmat. Tanpa bisa kutahan, aku ngompol. Kucoba memberitahu BL dengan tatapan mata. Tapi sepertinya dia tidak tahu atau pura-pura tidak tahu kalau aku begitu tersiksa.

“Sudahlah, nangisnya nanti saja. Aktingmu terlalu berlebihan,” tukas BL sambil menarik tanganku.

Dia baru sadar kalau ada yang tak beres padaku setelah menggenggam tanganku yang kaku. Dia menatapku dengan seksama. Aku melirik ke bawah meja. Dengan sekali singkap dia membuka taplak dan terlihatlah pemandangan yang mengerikan. Bandi dengan senter terikat di kepalanya, duduk di lantai menghadap kakiku yang terbuka. Gaun miniku tersingkap memamerkan pahaku dan di sela-sela kakiku ada ular hitam kecil yang bergerak-gerak. Kepala ular yang mendesis-desis ada dalam genggaman tangan Bandi.

“Surprise,” ujar Bandi cekikikan.

Air mataku bercucuran tak bisa kutahan lagi membuatku tak bisa melihat seperti apa ekspresi di wajah BL. Yang jelas dia langsung mencabut ekor ular itu dan menarikku berdiri.

GUBRAK!

Bukannya berdiri aku malah oleng terjatuh. Ternyata kedua pergelangan kakiku terborgol pada kaki kursi. Akibatnya meja terbalik. Kegaduhan pun terjadi.

“Ular!! Ada ularrr!! Tolong!!”

Yang berteriak bukan aku, karena aku masih sekaku mayat. Tapi perempuan lain yang dilempar ular oleh Bandi. Terjadi kekacauan yang superrusuh. Para hadirin berlarian ke sana-kemari. Ada yang naik ke atas meja atau kursi. Yang lainnya berebut keluar ruangan. Tapi ada juga yang berusaha memamerkan keberanian dengan berusaha membunuh dan menangkap ular malang itu dengan cara menimpuki ular malang itu dengan gelas.

Aku ini sinting. Masih sempat-sempatnya bersimpati pada ular yang sudah menyetubuhiku. Tapi aku yakin ular itu juga menderita karena dipaksa oleh Bandi. Aku yang sudah lemas hanya bisa pasrah. Rasanya ingin mati atau lebih baik tidak usah dilahirkan saja. Mereka semua pasti membicarakan dan menertawakanku. Benar-benar memalukan. Dikawinkan dengan ular oleh orang gila sampai mengompol.

Aku terus menangis tanpa suara. Sampai tak sadar bagaimana tiba-tiba aku bisa berada dalam gendongan Aheng. Ke mana BL? Menangkap kembarannya? Yang membuatku sedikit terhibur, gorila itu terus meminta maaf padaku. Dia merasa bersalah karena tidak memeriksa kolong meja terlebih dulu. Aku menangis sampai tertidur. Aku baru terbangun setelah beberapa gadis berseragam putih memintaku berganti pakaian. Ternyata aku dibawa ke rumah sakit. Sekitar dua jam kemudian tubuhku sudah kembali normal. Aku menjalani berbagai tes dan dianjurkan menginap semalam di sana.

Aheng yang terus menemaniku dan BL baru muncul malam harinya. Aku yang duduk di atas ranjang sembari melamunkan nasibku yang malang, tidak sadar kalau dia sudah datang. Tiba-tiba saja dia memelukku. Otomatis aku histeris. Aku meronta dan berteriak minta tolong sekuat tenaga. Suster dan dokter berhamburan datang bersama Aheng, tapi BL mengusir mereka semua. Dia berusaha menyadarkanku namun aku tak juga berhenti meronta dan berteriak. Tak kupedulikan penjelasannya kalau dia adalah BL bukan Bandi. Meski wajah mereka sama, aku tahu dia BL bukan setan mengerikan itu, tapi aku yang begitu trauma tak bisa lagi mengendalikan diriku.

PLAK!

Kepalaku terayun ke belakang dengan kuat hingga telingaku berdenging dan mataku berkunang-kunang. Sontak aku terdiam. Aku begitu terkejut karena selama ini BL tidak pernah sekalipun memukulku. Tapi aku beringsut menjauh saat kedua tangannya menangkap wajahku.

“Ini aku.”

Aku kembali gemetar ketakutan melihat seraut wajah tirus dengan sepasang mata berjauhan dan hidung mencuat. Karisma memancar dari wajah angkuh di hadapanku, tapi bayang-bayang cengiran sinting kembarannya tak juga bisa terhapus dari ingatanku. Aku pun ngompol lagi.

BL menunduk melihat selimut dan gaunku yang basah berbau pesing. Keningnya sedikit berkerut lalu dia memandangku dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

“Heng!!”

Lagi-lagi Aheng yang disuruh kerja kotor. Tapi aku malah senang melihat gorila itu datang. Berduaan bersama BL membuatku takut. Di luar dugaan BL tiba-tiba menggendongku sambil memintaku jangan panik supaya aku tidak jatuh. Aheng tanpa disuruh langsung melepas seprai dan mencopot kasur. Ternyata si ceking ini kuat juga. Dia bisa membawaku ke kamar mandi dengan langkah mantap.

Kamar mandi pasien VVIP ini dilengkapi bathtub. Sementara bathtub diisi dengan air hangat, dia menelanjangiku dan mendudukkanku di kloset.

“Jangan takut. Aku nggak marah.”

Astaga! Bisa-bisanya dia bilang begitu? Bagaimana dengan perasaanku? Seharusnya aku yang marah setelah selama ini menerima siksaan darinya dan juga kembarannya yang gila itu. Dia sendiri juga gila. Buktinya sekarang dia ikut telanjang dan jongkok di depanku. Tapi aku tak bisa marah karena perasaanku kacau-balau dan aku terlalu lelah. Jadi aku hanya bertanya lirih,

“Lalu apa? Apa kau mau memukulku lagi?”

“Aku kan sudah bilang kalau aku nggak marah,” jawabnya sambil meregangkan pahaku.

“Seharusnya sejak dulu kau bunuh aku saja,” sahutku sambil mengatupkan pahaku.

“Kenapa begitu?”

“Karena aku ingin membunuhmu.”

“Ah, akhirnya kau mengaku juga.”

Lalu meluncurlah kisah Pamela Rachel Tanuseja yang datang ke Sanctuary dengan nama samaran Lara Tan. Misinya hanya satu, membunuh Budi Lukman yang sudah membunuh papanya dengan cara membakarnya. Ngerinya, cerita ini keluar dari mulut BL bukan mulutku yang ternganga lebar. Bahkan dia bisa menggambarkan dengan rinci rencanaku membunuhnya dengan senjata Flamming Ferarris dan geretan. Jantungku serasa tenggelam ke dasar perut. Tubuhku lemas sampai hampir terguling jatuh dari kloset kalau tidak dipegangi olehnya.

“Kau pikir aku membiarkan orang yang tak jelas asal-usulnya tinggal di rumahku selama itu? Tadinya aku mau membunuhmu, tapi…”

“Menyiksaku lebih menyenangkan?” tukasku serak dengan nada mengambang.

BL tersenyum sambil meremas-remas payudaraku.

“Kadang kau pintar, tapi lebih sering goblok. Kau nggak akan berhasil membunuhku dengan cara bodoh seperti itu.”

“Kalau kau sudah tahu semuanya, kenapa nggak bunuh aku saja?” tanyaku gemetar.

BL tidak langsung menjawab. Dibenamkannya wajahnya ke belahan dadaku. Dikulum dan digigitnya kedua putingku dengan gemas hingga aku meringis kesakitan.

“Karena kau membuatku ketagihan untuk terus mengent*timu.”

Aku terbengong. Jawaban macam apa itu? Aku memang tidak berharap dia menjawab kalau dia jatuh cinta padaku. Orang seperti dia hanya mencintai dirinya sendiri dan aku pun tak mau dicintainya. Tapi… Aku berjengit saat tangannya melebarkan pahaku dengan paksa dan menyentuh kelaminku.

“Jangan,” larangku sembari berusaha mengelak.

“Aku mau lihat apa mem*kmu baik-baik saja.”

“Nggak usah pura-pura peduli. Kau cuma kepingin mengent*tiku la…gi…Aaaah… Su…sudah… jang…aaaaah….”

Bl tidak menjawab, melainkan mencebokiku. Aku mencobanya memintanya berhenti karena kucekan jari-jarinya mengingatkanku pada kucekan jari-jari Bandi beberapa jam yang lalu. Tapi dia tidak mendengarkanku malah mulai menjilati klentitku. Kugigit bibirku sembari memejamkan mata. Déjà vu. Rasanya aneh, dijilati sepasang kembar dalam hari yang sama. Dan seperti tadi, napasku kembali memburu menandakan nafsuku mulai bangkit. Padahal hatiku menolak rangsangan ini.

Sebelum aku mencapai klimaks, BL menarikku berdiri dan pindah ke bathtub. Di sana dia menyanggamaku dalam posisi memangkuku. Awalnya aku meronta. Rasa takut karena diperkosa ular kembali menyerangku. Aku meringis, mengernyit, menunjukkan rasa tak nyaman. Dia berhenti bergerak.

“Yang mana yang sakit?”

Semuanya. Hatiku, jiwaku, tubuhku. Seharusnya aku bilang begitu, tapi lidahku kelu. Karena aku diam, BL kembali menggenjotku. Rasa tak nyaman tadi perlahan mulai menghilang, tergantikan rasa nikmat.

“Lihat aku,” tukasnya sambil menepuk pipiku.

Aku yang sejak tadi memejamkan mata karena tak ingin melihat wajahnya, menggeleng. Dia mengulang permintaannya sembari memelintir putingku dan menjambak rambutku. Sakit, tapi aku bergeming.

“Mel, lihat aku!” bentaknya lagi.

Kali ini kubuka mata dengan lebar. Aku terkejut mendengarnya memanggilku dengan nama kecilku.

“Kau milikku,” ujarnya tegas.

Matanya menatap mataku dalam-dalam seperti sedang mencari mutiara jatuh di dasar kolam. Aku menggeleng. Tapi dia terus bilang begitu sambil menghentak-hentakkan pantatnya. Gelenganku berubah menjadi anggukan seiring guncangan tubuhku.

“Ngghhhh…. Aaaaaaahhh!!”

Aku berteriak lepas. Lupa kalau sekarang aku berada di rumah sakit. Bukannya membekap mulutku, BL malah terus menggenjotku sambil melumat dua gunung kembarku bergantian. Tangannya meremas pantatku dan satu jarinya menyelip masuk anusku. Dirangsang bertubi-tubi seperti itu, aku makin panas.

“Ooooh….Ooooh… Yeeess…. Ngaaaaaaaaaaaah

Pada saat yang sama, BL menggeram panjang. Semburan-semburan hangat mengisi rahimku membuatku sedikit terlonjak. Rasanya enak, tapi aku malah menangis. Tidak sampai tersedu, hanya terisak tanpa suara. Aku sedih memikirkan segala pengorbanan besar yang kulakukan demi kesia-siaan.

Aku menunduk menyembunyikan wajahku namun BL mengangkat daguku. Saat kuberpaling, dia meluruskan wajahku. Dipandanginya mataku yang membanjir dengan penuh minat.

“Senang melihatku begini?” semburku kesal setengah sesenggukan.

Dia diam saja. Tangannya mengelus-elus pantatku. Omelanku lama-lama berubah menjadi permohonan memelas.

“Kalau kau nggak mau membunuhku, bebaskan aku saja. Biarkan aku pergi. Aku nggak akan mengadu ke polisi atau ke wartawan atau ke siapapun. Kau sendiri selalu bilang aku jelek. Kau bisa mencari cewek yang lebih cantik, lebih muda dan lebih penurut dariku.”

Dia tetap diam.

“Akan kubayar hutangku. Di luar aku masih punya tabungan. Aku janji. Please, kumohon jangan diam saja. Aku nggak mau menghabiskan sisa hidupku begini. Aku ini manusia, bukan barang koleksi yang nantinya kau buang karena kau sudah bosan.”

Lama-lama aku mengemis-ngemis minta belas kasihannya bahkan merendahkan diriku dengan memanggilnya Tuan, tapi wajahnya tetap menunjukkan ekspresi yang sama. Tangannya malah mulai merambah payudaraku lagi. Dia memang tidak punya hati. Akhirnya aku diam, menyerah dalam keputusasaan. Tiap kali tanganku ingin mengusap mataku yang basah atau hidungku yang ingusan, ditahannya. Dia terus memandangiku sampai aku berhenti menangis baru memandikanku. Kami saling diam.

Malam itu juga kami pulang ke rumahnya. Aku tahu dia sengaja membawaku pulang tengah malam agar tidak dirubung wartawan. Memang, ada wartawan yang mencegat kami di halaman parkir, tapi jumlahnya hanya empat-lima orang. Tak sebanding dengan pengawal BL yang dua puluhan orang.

Aku ingin sekali berteriak minta tolong atau selamatkan aku atau bawa aku pergi. Aku tidak sanggup harus tinggal serumah dengan dua orang gila, tapi aku terlalu lelah dan sudah setengah tertidur. Aku bahkan tidak tahu kapan aku tiba di rumah BL.

Aku kembali menjalani rutinitas sebagai pemuas nafsu BL. Tapi nafsuku sendiri makin menurun. Bukan cuma nafsu seks yang menyurut, tapi juga nafsu makan dan nafsu marah. Aku makin kurus dan murung. Tak mau keluar kamar karena takut bertemu Bandi dan hanya meringkuk di atas ranjang. Untungnya BL tidak memaksaku keluar rumah untuk membuat sex show di mana-mana lagi. Mungkin dia malu terlihat denganku di depan umum.

“Baiklah. Kau menang. Aku akan minta Bandi keluar dari sini,” ujarnya setelah hampir gagal membuatku orgasme padahal dia sudah ejakulasi.

Dia sangat bangga bila berhasil membuatku kelojotan sampai melolong-lolong.

“Kenapa bukan aku saja yang keluar dari sini? Aku kan bukan apa-apamu,” sahutku lelah.

Tapi sejak kapan dia mendengarkanku? Saat itu juga dia bicara dengan kembarannya. Bandi marah sekali. Dia pasti tidak terima diusir keluar dari rumah demi aku. Aku bisa mendengar dua saudara itu ribut bertengkar. Aheng yang menemaniku dalam kamar sampai menggeleng-geleng. Mendadak terdengar letusan pistol. Lima kali. Lalu hening. Aku dan Aheng saling pandang dengan cemas. Gorila itu bersiaga saat pintu kamar dibuka.

“Ayo keluar, Mel. Jangan takut. Dia sudah pergi.”

Aku dan Aheng terpaku melihat Bandi yang berdiri di depan pintu dengan pistol teracung ke arah kami. Tubuhku gemetar dan celanaku kembali basah. Aheng bergeser perlahan untuk menutupiku dari pandangan Bandi.

DOR!

Aku menjerit histeris melihat gorila bopeng itu tumbang di depan mataku dengan dahi bolong. Biarpun selama ini Aheng sering membantu majikannya menyiksaku, tapi dia teman yang cukup baik. Tahu kapan harus bicara atau membiarkanku menangis sendirian dalam gelap. Bandi mendekat. Cengiran gembira terukir di bibirnya.

“Kau milikku, Sayang.”

Aku melompat turun dari ranjang dan berlari ke kamar mandi, tapi dia lebih cepat. Tiba-tiba dia sudah menangkap tanganku dan menariknya ke dalam pelukannya. Aku menangis ketakutan sambil meronta-ronta.

“Ssssh, tenang dong, Sayang.”

PLAK. PLAK. DUK. Dua gamparan keras di pipi dan tonjokan di hidung membuat tangis dan rontaanku mereda. Namun aku nyaris tak bisa bernapas karena rongga hidungku dipenuhi darah segar. Kepalaku berkunang-kunang. Aku tak bisa melawan saat dia menyeretku keluar kamar.

Aku terkesiap melihat empat pengawal BL mati bergelimpangan dan BL sendiri terduduk bersandarkan dinding. Tubuhnya bersimbah darah. Wajahnya pucat. Darah mengalir deras dari dadanya. Tapi dia masih bisa mendelik melihatku jatuh ke tangan kembarannya.

“Dari dulu kau benci dia sampai ingin membunuhnya kan, Mel?” tukas Bandi sebelum melumat bibirku.

Kudengar BL menggeram marah dan mencoba bangun, tapi sebuah tendangan Bandi di kepalanya membuatnya roboh.

Untuk pertama kalinya aku berharap BL tidak mati. Dia seperti malaikat bila dibandingkan Bandi. Si klemer itu sekarang memukuliku sembari menelanjangiku di depan kembarannya.

“Jangan… Tolong…,” teriakku lemah.

Tapi tidak ada yang berani menolongku. Anak buah yang tersisa tak berani mengganggu kegilaan Bandi apalagi BL sudah mati.

“Aaah….sakit…,” erangku saat Bandi merentangkan kakiku selebar mungkin hingga membentuk huruf V.

Dicengkeram dan ditekannya kedua pergelangan kakiku hingga menempel lantai dan dia mulai menggenjotku. Dia memerkosa mem*k dan anusku bergantian. Tiap lima sodok dia berpindah tempat. Aku hanya bisa menangis sambil menggeleng-geleng untuk meredakan rasa sakit di sekujur tubuhku. Aku juga jijik. Tidak seperti BL yang selalu memakai kondom bila ingin menyodomiku, Bandi tidak memakai apa-apa.

“Kau miliku. Kau milikku,” begitu ujarnya tiap kali menyodokku.

Tiba-tiba Bandi mencabut kont*lnya dan menaiki tubuhku yang masih terlipat.

“Buka mulut, Sayang,” ujarnya mesra sembari menampari pipiku.

Karena mulutku tetap terkatup, dia menjepit hidungku yang patah dengan kuat. Belum sempat aku menjerit kesakitan, kont*lnya pun masuk. Bandi memaju-mundurkan pantatnya seakan mulutku itu liang vagina atau anus. Aku hampir mati lemas karena kehabisan oksigen.

CROT.CROT.CROT.

Bandi tertawa puas melihatku memuntahkan sperma dan isi perutku. Kemudian dia menjambak rambutku dan menyeretnya ke kamarnya. Aku sudah setengah tak sadar saat dia mengangkat dan membaringkan tubuhku di atas ranjang keras atau mungkin juga meja. Kedua tangan dan kakiku terentang lebar dan diikat. Aku tersentak saat dia menyuntikku dengan obat misterius. Jangan-jangan tubuhku kaku lagi, tapi belum lima menit aku sudah merasa panas dan berdebar-debar.

Bandi menggunduli rambutku dengan pisau cukur. Kemudian dia mengeluarkan tali panjang dan mulai mengikatnya di seluruh tubuhku. Melihat bondage di majalah sudah ngeri apalagi mengalaminya sendiri. Gilanya, tiap kali Bandi menyentuh, membalik dan memutar tubuhku, aku malah mengerang nikmat bukannya mengerang kesakitan. Rupanya yang disuntiknya tadi obat perangsang.

“Ah, akhirnya selesai juga. Waduh, kau sudah banjir, Sayang,” ujar Bandi sambil mencolek mem*kku yang basah kuyup.

Aku mengerang makin keras saat lima jarinya mengocok mem*kku sekaligus. Pada saat aku berteriak, sebuah benda dicokokkan ke mulutku dengan paksa hingga bibirku berdarah. Aku terkejut saat menyadari ring gag sudah terpasang sehingga aku tidak bisa mengatupkan mulut. Bandi mengikat sabuk ring gag di belakang kepalaku dengan erat.

Dia masih mengeluarkan beberapa alat lagi yang membuatku merinding. Dua dildo besar yang kemudian dihujamkan ke dalam mem*k dan anusku yang becek.

“Aaah…,” erangku nikmat saat Bandi mendorong kedua alat itu sedalam mungkin.

“Rrrrrrr.”

Bandi langsung menyetel dua dildo itu dengan kecepatan maksimum. Dia bertepuk tangan melihatku menggelinjang liar. Rasa nikmat mengalahkan rasa pedih akibat kulitku teriris tali tambang. Lalu dia mengambil posisi di atas kepalaku. Dia menarik kepalaku yang gundul hingga tergantung lepas dan mulai memerkosa mulutku hingga ke pangkal tenggorokan. Aku tersedak, terbatuk, tapi dia terus menghentak-hentakkan pantatnya.

Saat dia ejakulasi, aku sudah mengalami belasan orgasme, tapi tak kunjung lemas juga. Dia melepaskan ikatan pada kedua tangan dan kakiku lalu memakaikan rantai anjing di leherku. Aku hampir terjungkal jatuh saat dia menarik rantai. Dia menyuruhku merangkak seperti anjing. Sesekali dia menaikiku dan menyuruhku terus berjalan sembari memukuli pantatku dan mencubiti pentilku.

Kemudian dia mengambil dua buah lilin panjang. Dinyalakannya dan ditusukkan dasar dicolokkannya kedua batang lilin itu ke anus dan vaginaku. Untung saja bukan ujung yang menyala. Dia tertawa tergelak-gelak melihat dua batang lilin menyala begerak naik turun sementara aku merangkak mengitari ruangan. Gilanya, kont*lnya dengan cepat mengembang lagi.

Aku merasa lega bercampur was-was saat kedua batang lilin itu dicabut. Aku takut dia akan memutar balik ujung lilin dan kembali menusukkannya ke dalam alat vital dan liiang duburku. Ternyata dia memilih menyodomiku.

“Aaaaah! Aaaaah!”

Aku berteriak seiring tetes-tetes lilin panas yang menghujani punggungku. Tiap kali aku merunduk karena menahan sakit, dia menarik rantai di leherku hingga aku tercekik. Rupanya efek obat perangsang mulai habis karena aku merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhku. Kulitku terasa panas dan perih. Mulutku seperti sobek dan selangkanganku linu. Begitu pula lututku. Tapi dia belum berhenti mengerjaiku. Kali ini disuruhnya aku mengejar bola sembari merangkak seperti anjing. Bila kurang gesit dia melecutku dengan pecut bercabang tiga.

Akhirnya aku ambruk. Tak mampu bergerak lagi meski dia melecutku dan menarik rantai yang terikat di leherku dengan keras. Lebih baik aku mati saja daripada terus disiksa seperti ini.

“Kenapa, Sayang? Haus? Mau minum?”

Dia memasukkan kont*lnya ke dalam mulutku yang terbuka.

“Aarr! Aaaghh!”

Aku kelabakan merasakan air seninya mengisi rongga mulutku. Bandi sendiri tertawa-tawa. Setelah puas mengencingiku, dia menggigiti payudaraku yang menonjol karena di-bondage dengan keras hingga aku menangis kesakitan.

“Kau lebih seksi kalau sedang nangis.”

Aku tak kuat lagi untuk membuka mata. Tubuhku seperti boneka rusak yang terus dipermainkan Bandi. Aku hanya bisa pasrah saat dia menyodok mem*kku dengan suatu benda dingin yang keras. Aku merintih tanpa suara ketika benda itu membenggangkan liang vaginaku dengan paksa. Pasti speculum.

Aku tak tahu dan tidak mau tahu apa yang diperbuat Bandi terhadap tubuhku. Gelombang rasa sakit yang mendera tak bisa kuterima lagi. Aku merasa dingin. Dimulai dari ujung kakiku dan merambat naik. Sekarang kedua tanganku juga dingin. Mungkin maut sudah menjemputku.

Aku bisa merasakan rasa sakit itu mulai menjauh. Astaga! Aku bisa melihat tubuhku sendiri. Bandi masih berkutat dengan selangkanganku yang mengalirkan darah. Aku sedih melihat tubuhku, tapi senang karena sudah terbebas dari segala siksaan.

Sekarang aku menunggu. Siapa yang akan menjemputku dan ke mana aku pergi? Surga atau neraka? Apa papa yang akan datang? Atau mama? Jangan-jangan malah Aheng atau BL. Aduh, aku tidak mau bertemu mereka lagi. Aku menunggu, tapi tak ada yang datang. Malah semuanya kini gelap. Aku ketakutan. Aku tidak mau ditinggal sendirian dalam kegelapan tak berujung. Aku berdoa dan memanggil semua kerabat yang sudah mendahuluiku. Tapi aku tetap sendirian.

Akhirnya aku melihat cahaya. Tapi pada saat yang bersamaan rasa sakit itu kembali lagi.

“Huwaaaagghh

Dadaku terasa sakit setengah mati. Samar-samar kudengar teriakan yang makin lama makin jelas.

“Dia hidup! Dia masih hidup!”

cerita lainnya
Sleeping with enemy – part 1
Sleeping with enemy – part2
Sleeping with enemy – part 3
Sleeping with enemy – part 4
Sleeping with enemy – part 5
Sleeping with enemy – part 6
Sleeping with enemy – part 7

October 20, 2008

Diperkosa saat hamil

Filed under: PERKOSAAN

Namaku Ratih, umurku 18 tahun. Tinggiku hanya 158cm tidak begitu tinggi dan cukup langsing. Menurut orang-orang sekitarku aku memiliki paras yang cantik dan menarik, selain itu dadaku cukup padat dan montok dengan ukuran 36A. Setahun yang lalu aku menikah dengan Deden, seorang buruh tani yang belum memiliki pekerjaan tetap. Meski demikian, aku sangat menyayangi Deden apa adanya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, aku bekerja sebagai penjual jamu gendong keliling, di desa tempat tinggalku daerah Jawa Tengah. Aku tidak sampai hati memaksa Deden untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga seorang diri, sehingga dari pagi hingga sore aku bekerja tanpa mengenal lelah. Belum lagi tanggunganku terhadap Ibuku yang sudah lanjut usia dan mulai sakit-sakitan. Tapi apa mau dikata, semua ini demi keadaan yang lebih baik.

Saat ini aku sudah hamil 4 bulan, perutku sudah mulai membesar meski belum begitu terlihat. Deden pun semakin perhatian, ia sering berangkat bekerja lebih siang untuk membantuku membuat jamu yang akan kujual. Aku senang, meski begitu aku tetap menyuruh Deden bekerja tepat waktu karena aku tidak mau upahnya dipotong hanya karena terlambat. Kami berdua sangat rukun meski keadaan ekonomi kami cukup sulit.

Seperti biasa, pagi-pagi aku berangkat ke pasar untuk membeli bahan-bahan daganganku. Semua tersusun rapi di dalam keranjang gendong di punggungku. Sampai rumah aku racik semua bahan-bahan tadi dalam sebuah kuali besar dan aku masukkan dalam botol-botol air mineral ukuran besar.“Wah, rajin sekali istriku.” Deden menyapaku dan memberikan sebuah kecupan hangat di keningku. Aku pun membalasnya dengan ciuman di pipinya sebelah kanan.“Sudah mau berangkat ke ladang Pak Karjo?” Tanyaku. “ Iya, mungkin sebentar lagi, hari ini ladangnya akan ditanam ulang setelah kemarin panen.” Mungkin nanti aku tidak bisa mengantarmu sampai ujung jalan karena Pak Karjo akan marah jika aku sampai terlambat.” Jawab suamiku.“ Tidak apa-apa, ini semua kan demi keluarga kita.” Aku meyakinkannya sambil mengelus pipinya.“Tapi nanti hati-hati Ratih, ingat kamu sedang hamil. Aku tidak mau terjadi apa-apa dengan anak kita.” Iya, suamiku.” Jawabku mengakhiri obrolan kami. Sebentar saja suamiku minta pamit padaku untuk segera berangkat ke ladang Pak Karjo. Tak lupa aku memberikan rantang berisi makanan yang tadi telah aku siapkan.

Setelah sedikit berbenah, akhirnya semua jamu sudah aku siapkan dan sudah aku masukkan ke keranjangku. Waktu juga sudah menunjuk pukul 09.00, berarti sudah saatnya aku mulai menjajakan jamu. Sebelumnya aku siap-siap dahulu dengan mengenakan kaos pendek warna putih dan rok selutut. Aku gendong keranjang berisi bermacam-macam jamu, aku kaitkan dengan selendang dengan tumpuan diantara dua payudaraku. Sehingga dadaku nampak menonjol sekali, belum lagi bawaan jamu yang cukup berat yang membuatku sedikit membusung hingga mencetak dengan jelas kedua dadaku. Setelah semuanya siap, aku segera berangkat berkeliling menjajakan jamu, tak lupa aku mengunci pintu depan dan belakang rumah warisan ayah Deden. Setiap hari rute perjalananku tidaklah sama, aku selalu mencari jalan baru sehingga orang-orang tidak akan bosan dengan jamu buatanku. Karena setiap hari aku bertemu dengan orang yang berbeda. Kali ini aku berjalan melewati bagian selatan desaku. “ Jamu, Jamuuu.” Begitu teriakku setiap kali aku melewati rumah penduduk. “ Mbakk, Mbakk, Jamunya satu.”Teriak seorang wanita.“Mau jamu apa mbak?” tanyaku. “ Kunir Asem satu gelas saja mbak.” Pintanya. Segera aku tuangkan segelas jamu kunir asem yang aku tambahkan sedikit gula merah. Setelah itu aku berkeliling menjajakan jamu kembali. Siang itu begitu terik, hingga kaosku basah oleh keringat. Tapi aku tak peduli, toh penjualan hari ini cukup lumayan. Paling tidak sudah balik modal dari bahan-bahan tadi yang kubeli.

Aku melangkah menyisir hamparan sawah dengan tanaman padi yang sudah mulai menguning. Memang mayoritas pekerjaan penduduk di Daerah tempatku tinggal adalah petani. Sehingga mulai dari anak-anak hingga dewasa sudah terbiasa dengan pekerjaan bercocok tanam. Aku melanjutkan perjalananku dan melewati sebuah gubuk sawah dimana para buruh tani sedang beristirahat karena sudah tengah hari. Belum sempat aku menawarkan mereka jamu, salah satu dari mereka sudah memanggil. ”Mbak, mbakk, jualan apa mbak?” tanya salah seorang dari mereka. “Anu, saya jualan jamu mas, ada jamu kunir asem, beras kencur, jamu pahitan, dan jamu pegel linu.” Jawabku sambil menunjukkan isi keranjangku.” Ohh, kalau begitu saya minta beras kencurnya satu mbak.” kata salah seorang dari mereka. Segera kuturunkan keranjang bawaanku dan memberikan pesanannya.Mereka semua ada bertiga, salah satu dari mereka sepertinya masih smp.

Aku duduk di pinggir gubuk tersebut. Sembari beristirahat dari teriknya siang hari. Mereka mengajakku berkenalan dan mengobrol sembari meminum jamu buatanku. “wahh, sudah berapa lama mbak jualan jamu?” Tanya Aji yang memiliki tubuh kekar dan hitam. “ kurang lebih setahun mass, ya sedikit-sedikit buat bantu orang tua.” jawabku sekenanya. “wah sama dengan dewo, dia juga rajin membantu orang tua.” Potong Abdul yang kurang lebih seumuran Aji, sedangkan dewo adalah yang paling muda diantara mereka. “Yaa, mau gimana lagi mas, kalau nggak begini nanti nggak bisa makan.” Jawabku lagi. “ Mbak tinggal di desa seberang ya?” tanya dewo. “Iya mas, tiap hari saya berkeliling sekitar desa jualan jamu.”Ooo, pantas kok saya belum pernah liat mbak.” Jawab dewo lagi. Lama kami mengobrol ternyata mereka hampir seumuran denganku, Aji dan Abdul mereka berumur sekitar 20-an tahun, sedangkan dewo masih 14-an tahun. Obrolan kami semakin lama hingga membuatku lupa waktu.“ wah, mbak kalo jamu kuda liar ada nggak ya?” Tanya Aji. “ wahh, mas ni ngaco, ya ndak ada to mas, adanya juga jamu pegel linu.” Jawabku sambil sedikit senyum. “Waduhh, kok nggak ada mbak? Padahal kan asik klo ada.” Jawab Abdul sambil terkekeh-kekeh. “Asik kenapa to mas?” Tanyaku heran. “Ya supaya saya jadi liar kayak kuda to mbak.” Jawab aji sembari meletakkan gelas di dekat keranjangku kemudian duduk di sampingku. Posisiku kini ada diantara Aji dan Abdul, sedangkan Dewo ada dibelakangku. Rupanya dewo diam-diam memperhatikan tubuhku dari belakang, memang BH ku saat itu terlihat karena kaosku yang sedikit basah oleh keringat dan celana dalamku yang sedikit mengecap karena posisi dudukku di pinggir gubuk. Tapi aku tidak tahu akan hal ini. “wah panasnya hari ini, bikin tambah lelah saja.” Abdul berkata sambil tiduran di lantai gubuk itu. Saking keenakan tiduran tanpa terasa ia menggaruk-garuk bagian kemaluannya. Aku pura-pura tidak melihat, dalam hati aku berpikir,”Dasar orang kampung tidak tahu malu.” Saat itu Panas semakin terik, sedangkan di gubuk sungguh sangat nyaman dengan angin yang semilir, tidak terasa aku pun mulai mengantuk. Mungkin karena tadi aku bangun pagi sekali sehingga aku belum sempat untuk beristirahat. Aji pun hanya bersandaran pada tiang kayu di sudut gubuk. Dewo juga sama seperti Abdul, tiduran di lantai dengan kepala menghadap ke arahku. Aku menghela nafas, mengeluh karena panas tak juga usai. Bukannya aku tidak mau berpanas-panasan berjualan, tapi mengingat kondisiku yang sedang hamil aku takut terjadi sesuatu dengan janinku.”Wah, kok ngelamun aja to mbak? Cantik-cantik kok suka ngelamun, memang ngelamunin apa to mbak?” Kata Abdul mengagetkanku.” A..anu mas saya cuma mikir kok panasnya tidak kunjung reda.” Jawabku.”Wah, memangnya kenapa to mbak… tinggal ditunggu saja kok nanti juga tidak terik lagi.” Kata dewo dari belakangku. “Ya gimana mas, kalau terus seperti ini nanti daganganku tidak laku, aku bisa rugi mas.” Jawabku sambil mengamati langit yang sangat terik. “ Sudah mbak, tenang saja, kalau rezeki nggak akan kemana kok.” Hibur mas Aji. Tidak terasa aku semakin mengantuk. Semilir angin yang ditambah dengan suasana ladang sawah memang sangat nyaman. Tak terasa aku pun mulai memejamkan mata sembari bersandaran pada keranjang dagangan yang aku letakkan disampingku. Cukup lama aku ketiduran, hingga aku terbangun karena ada sesuatu yang menyentuh pantatku. “aaaaw apa-apaan ini!!?” Aku terbangun dan kaget ketika mengetahui tangan dan kaki sudah diikat menggunakan tali tambang kecil dan aku berada di dalam ruangan yang sepertinya ada di ruang peralatan tepat disamping gubuk tadi. Ternyata tangan dewo yang menggerayangi pantatku dan meremas-remasnya dengan kasar. “Sudah diam! Nanti aku beli semua jamu milikmu dan sebagai bonusnya aku minta jamu milikmu yang indah itu.” Kata Aji sambil meremas payudara sebelah kiri milikku dan tertawa cenge-ngesan. Aku meronta-ronta minta tolong dan mencoba untuk melepaskan ikatan pada kaki dan tanganku. Tapi tenagaku tidak cukup untuk menolongku dari situasi ini.”Ampunn mass, saya sudah menikah, nanti suamiku bisa menceraikanku.” Aku memelas dengan harapan mereka dapat berubah pikiran.”Oh, ternyata kamu sudah tidak perawan toh, tapi tubuhmu masih sempurna.” Bisik abdul sambil meniup telingaku. Darahku serasa berdesir, dicampur rasa ketakutan yang mendalam. Dalam hati aku berpikir,”bagaimana dengan Deden, aku takut, bagaimana dengan janinku, bagaimana kalau aku diperkosa.” Berbagai pertanyaan terus menghantui pikiranku saat itu.“ JJangann mass, jangan, aku sedang haid, jadi tubuhku kotor.” Aku mencoba untuk mengelabui mereka. Setelah itu mereka bertiga berhenti menggerayangiku dan saling memandang satu sama lain. “Yang bener kamu sedang Haid? Wah Sial bener aku hari ini!” Jawab Abdul kesal. “ iiya mas, sudah dua hari ini aku haid, jadi sedang banyak-banyaknya, tolong biarkan aku pergi.” Aku memohon pada mereka.“ Ya.. ya sudahlah, mungkin kita sedang apes.” Kata Aji. Namun Dewo yang masih berumur 14 tahun ini tidak memperdulikan ucapanku, dia cukup senang meremas-remas pantatku. “ Sudah wo, dia lagi haid, kamu mau apa kena darah?” Kata Aji pada dewo. Dewo tetap tidak menghiraukannya. Justru ia semakin kencang meremas pantatku dan semakin kebawah menuju selangkanganku. Posisiku yang sambil tiduran membuat rok ku sedikit terangkat hingga celana dalam putihku terlihat. Dewo yang saat itu sedang meraba-raba pantatku rupanya tidak menyia-nyiakan hal ini, dibukanya rokku semakin keatas, “ Mana? Tidak ada darah kok.” Kata Dewo. Sontak ucapan dewo mendapat perhatian dari Aji dan Abdul. “ Mana woo, jangan bohong kamu.” Kata mereka serempak. Kemudian Aji mengangkat rok dan menyentuh celana dalamku. “Kamu bohong!” dan PLakkk! Sebuah tamparan tepat mengenai wajahku. “Aaa Ampun mass, ampunn, Aku sedang hamil mass.” Aku semakin memelas dan ketakutan. “Ahh, mau pake alasan apa lagi kamu!” Abdul membentakku dan merobek bajuku, hingga aku hanya mengenakan BH warna hitam dan rok putih selutut. Aji melepaskan ikatan pada tangan dan kakiku. “Sekarang mau lari kemana kamu?! Memangnya kamu sanggup melawan kami bertiga?” Dewo menantangku, dengan cepat ia membuka baju dan celana pendeknya hingga hanya tersisa celana dalam warna coklat. Aku tersentak dan kaget, juga kulihat penis dewo yang sudah membesar hingga sedikit mencuat ke atas celana dalamnya. Aku merangkak menuju sudut ruangan itu, aku menggedor-gedornya dengan harapan ada seseorang yang mendengar. Tapi tindakanku justru membuat mereka semakin bernafsu untuk segera menikmati tubuhku. “Mau kemana kamu, disini tidak ada orang lain kecuali kami bertiga hahaha.” Aji senang sekali melihatku hanya mengenakan BH dan Rok yang sedikit tersingkap. “ mass ampunn, aku sedang hamil, nanti suamiku bisa membunuhku.” Tubuhku merinding dan sesekali aku berteriak minta tolong. “wahaha, aku sudah tidak percaya lagi dengan ucapanmu! Kalau suamimu ingin membunuhmu, ceraikan saja! Setelah itu kamu bisa jadi WTS sepuasnya.” Kata abdul sambil mendekatiku. Diraihnya kedua tanganku dan membuatku sedikit berdiri. Srakk, Abdul merobek rok ku dan melemparnya ke arah Dewo. “Itu wo, buat kenang-kenangan.” Kata abdul. “ haha, iya mas, nanti aku pajang di rumah.” Kata dewo cengar-cengir. Kini tubuhku sudah setengah bugil. Tanganku secara naluri menutup dada dan selangkanganku. “Wah bener-bener, ini namanya rejeki nomplok.” Abdul menciumi leherku yang putih, dibuatnya tubuhku merinding dan aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku menghindari jilatan liar lidah Abdul. Ciuman Abdul semakin turun mengarah pada dua gunung kembar milikku. Aku tak dapat mengelak, tanganku di pegang abdul dan diangkatnya keatas. Abdul semakin liar menjilati dadaku yang masih terbungkus BH, ia berpindah-pindah dari kiri ke kanan dan sebaliknya. Hingga ia kemudian menjilati ketiakku. “ aaa, ampun mass, ampun, too.. tolong nghh.” Aku tidak dapat berbohong kalau kelakuan Abdul membuat birahiku naik dan tubuhku menjadi sedikit lemas. Dengan sedikit dorongan, Abdul menjatuhkanku di tengah ruangan dan kait BH ku terlepas. Aku sudah tidak bisa lari dari mereka, kini yang ada di dalam pikiranku hanya janin di dalam perutku, aku menyadari semakin aku melawan maka mereka juga akan semakin kasar terhadapku. Aku terdiam, tak melakukan perlawanan, bahkan berteriak pun tidak. Air mata mulai menetes membasahi pipiku. Isak tangisku beradu dengan tawa dari mereka bertiga. Tubuhku lemas, antara takut dan pasrah menjadi satu. Dengan kedua tangannya Abdul membalikkan badanku hingga kini terlentang memperlihatkan Paha dan Payudaraku yang sudah sedikit terbuka. Mereka bertiga berdiri diatasku sambil cengengesan, rupanya Aji juga sudah melepas celananya diikuti dengan Abdul. Aku sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi sebentar lagi. Dewo yang sudah siap dari tadi telungkup dari atasku, tangannya mulai bermain di telingaku sedangkan kepalanya terus memburu bibirku. “mmpff… mmpff.” Dewo menciumku dengan ganas, aku hampir tidak bisa bernapas dibuatnya. Sambil tetap berciuman dia menggapai tanganku dan mengarahkannya ke penisnya yang sudah membesar. Dituntunnya aku untuk meremas-remas buah pelirnya yang kini ia berganti posisi dengan sedikit nungging. Aku pun menurut saja, aku remas-remas bagian buah zakar sampai ke dekat bagian anus yang masih tertutup celana dalam yang sudah usang. Tidak berapa lama Aji sudah berada di paha bagian kananku. Ia sudah telanjang, kini ia menindih pahaku diantara selangkangannya, hingga dapat kurasakan penisnya yang besar dan berotot menggesek-gesek pada pahaku yang mulus. Tangan Aji mulai bermain di dadaku, sambil sesekali ia menjilat bagian perutku. “nggghhh uaa mppff.” desahanku membuat mereka berdua semakin liar memainkan lidahnya di tubuhku. “ngghh, ahhh, mmppff.” sambil tetap berciuman desahanku tak henti-hentinya keluar. Memang harus kuakui meski dari rohani aku menolak, tapi tubuhku tidak dapat menolaknya dan aku rasakan vaginaku mulai basah oleh lendir kewanitaanku. “Heh! Minggir-Minggir!” Biar aku yang pertama merasakan tubuhnya.” Teriak Abdul. “Aku kan yang mendapatkan ide ini, jadi aku yang berhak untuk memulainya, awas-awas.” Tambahnya. Aji dan Dewo segera menyingkir dari tubuhku. Bak seorang raja, Abdul menindihku, dan kini penisnya yang sudah tidak dilapisi apapun tepat berada ditengah-tengah selangkanganku. “Gimana nona manis, sepertinya kamu juga keenakan ya?” Kata Abdul di depan mukaku. “Yang tadi itu belum pemanasan, baru tahap uji coba.” Ia semakin mendekat di wajahku. Seketika itu agus melepas BH ku, dan dengan liar putingku dimainkan. “nggg ahhh, aah, ah.” nafasku semakin tidak teratur. Dewo yang tidak bisa diam meraih tanganku dan mengarahkan ke penisnya lagi, lalu menyuruhku untuk mengocok-ocoknya. Aji pun tidak mau kalah, dari sisi yang lain ia memintaku untuk melakukan seperti apa yang kulakukan pada dewo.

Wajah dewo menghilang dari hadapanku, rupanya ia turun dan kini ia tepat berada di atas daerah kemaluanku, dilebarkannya kakiku dan ia mulai menciumi vaginaku yang masih dilapisi celana dalam sambil tangannya memainkan putingku. Aku semakin bernafsu, tanpa kusadari aku mengangkat pinggulku agar ciuman Abdul pada vaginaku lebih terasa. Abdul tampaknya tahu kalau aku sudah sangat terangsang. Segera ia melepas celana dalamku yang sudah banjir oleh lendir dari vaginaku. Disibakkannya rambut kemaluanku dengan lidahnya. Kemudian Abdul mulai menjilati vaginaku dan sesekali menghisap klitorisku dan tangannya semakin liar bermain di kedua payudaraku. “ nggghhh, ahhh, aaaa mmmh mass.” Aku mengerang keenakan sambil menekuk kedua pahaku sehingga abdul lebih leluasa memainkan vaginaku. Aku benar-benar serasa melayang, dihadapanku kini ada 3 orang yang secara beringas memperkosaku. Aku sangat malu pada diriku, kenapa aku justru bisa menikmati keadaan ini, tapi tubuhku seolah-olah sudah menyatu dengan jiwa mereka. “mass ahhh, terus mass, enn enak.” Aku terus meracau tak karuan yang membuat mereka bertiga semakin bernafsu. Lidah Abdul Semakin liar menghisap-hisap vaginaku diiringi kocokanku pada batang kemaluan Dewo dan Aji. “ ahhhh ahhh, mass. lebih cepat mass.” aku mengerang dan ketika itu juga aku mengalami orgasme. Cairanku membasahi wajah Abdul namun ia terus menjilatinya hingga aku menggelinjang kekanan dan kekiri. Kini Abdul membangunkan tubuhku, dan memintaku untuk menjilati ketiga penis mereka. Aku seperti dicekoki, didepanku kini ada 3 rudal yang siap menjejali mulutku. Tanpa menunggu lama, aku masukkan penis mereka bergantian di mulutku, sambil tanganku memainkan batang kemaluan mereka. Mereka bertiga nampaknya merasa keenakan,”oohh.” Aji melenguh keenakan. Sekitar 15 menit aku memainkan penis mereka sambil terus mengocoknya.

Abdul yang sudah sangat terangsang mendorong tubuhku dan mulai memasukkan penisnya yang besar itu. “mmass.” aku menahan sakit saat penis Abdul menghujam vaginaku. Dengan sekejap seluruh batang milik Abdul masuk kedalam liang kewanitaanku. Tanpa basa-basi, Abdul mulai menggerakkan penisnya maju mundur. Sedangkan Aji dan Dewo menjilat-jilat dan menghisap payudaraku. Aku dikeroyok oleh 3 orang. Libidoku pun semakin meningkat setelah tadi aku mengalami orgasme. Aku memegangi kepala Aji dan Dewo sambil terus melenguh keenakan.“ Uhhh ahhh, umm. ahh.” Kata-kata itu yang terus muncul dari mulutku melihat perlakuan mereka terhadapku. Sekitar 10 menit kami melakukan posisi ini sambil bergantian Aji dan Dewo menciumi bibirku.

Abdul belum juga keluar, ia cukup kuat untuk ukuran lelaki seperti dia. Kini ia menyuruhku untuk nungging. Aku hanya menuruti perkataannya. “ Dul, gantian aku yang naikin dia.” Tanpa basa-basi Dewo mengarahkan penisnya ke arah vaginaku, kini posisiku berganti menjadi menungging sambil di genjot oleh penis Dewo. Penis Dewo tidak terlalu besar, bahkan hanya setengah milik Aji dan Abdul. Mungkin ini pertama kali baginya untuk merasakan liang vagina. Karena kulihat ia cukup lama sebelum seluruh batangnya masuk ke dalam vaginaku. “Uoogghh, uenakk tenann” Kata Dewo. Ia menggerakkan pinggulnya maju mundur mengikuti irama pantatku. Dewo cepat beradaptasi, Meski penisnya kecil, tapi gerakkannya sangat cepat, berbeda dengan Abdul yang menikmatiku dengan pelan. Aji berganti posisi, kini ia di depanku dan mengarahkan penisnya ke mulutku, kemudian ia memaju mundurkannya beriringan dengan genjotan Dewo. Abdul yang tadi menggenjotku kini asik bermain dengan putingku yang lumayan besar. Kami terus melakukan tarian kenikmatan ini, Dewo semakin cepat menggerakkan penisnya maju mundur,” Ahhh, masss, aaa, aku keluaaarr.” ummm, mmpfff.” Aku keluar untuk kedua kalinya. Begitu juga dengan Dewo, ia yang masih belum berpengalaman mengeluarkannya di dalam vaginaku, seketika itu juga ia langsung lemas. “ Wah, wo, parah kamu, masa kamu keluarin di dalem, kan jadi kotor,” kata Aji.” Aku saja belum sempat merasakannya sudah kotor sama peju kamu.” Tambahnya. “maaf mas Aji, aku kelepasan.” Ucap dewo. tampaknya dewo sudah lelah, ia kemudian berbaring dan sepertinya akan tidur. “Wah, dasar anak ini, habis enak langsung minggat.” Ucap Abdul.

Abdul kemudian menggantikan posisi Aji dengan memasukkan penisnya ke mulutku. Sedangkan Aji kini berada tepat dibelakangku dengan posisiku yang masih tetap menungging. “Tahan ya, sakit sedikit tapi enak kok..” Seringainya padaku. Aku tidak tahu apa yang akan ia lakukan padaku, tidak begitu lama ternyata ada sesuatu yang mencoba masuk melalui anusku. “ Nggghhh masss, sakitt, aa ampun mas.” Aku merasa kesakitan saat penis Aji yang besar mencoba menerobos anusku. “Ahhh, aaaw ashh, nnnhh.” Aku semakin tidak karuan merasakannya. Dengan sekuat tenaga meski sempat beberapa kali bengkok akhirnya penis Aji masuk ke dalam anusku,” nggg ahhh.” rasa sakitku pelan-pelan menjadi kenikmatan yang baru bagiku, karena baru kali ini anusku di jejali penis. “ hmmff Sempit banget , uahh.” Ucap aji keenakan, ia juga tidak kalah keenakan daripada aku. Aji sudah mulai terbiasa dengan ini, sesekali ia meludahi anusku agar lebih mudah menggerakkan penisnya. “Akkkkhh, uuahhhh.” Aji mendesah keenakan saat ia mencapai puncak kenikmatan, spermanya mengisi penuh seluruh isi anusku hingga meleleh keluar. Tidak berapa lama Abdul yang sudah dari tadi memaju mundurkan penisnya di mulutku juga merasakan hal yang sama, “ ouughhh teleennnn, sseeemuaa.” Ia meracau sambil tangannya menekan kepalaku pada penisnya. Seketika itu juga cairan spermanya menyemprot di dalam rongga mulutku dan mau tidak mau harus aku telan.

Harus kuakui mereka bertiga cukup hebat, namun tetap saja tidak bisa mengalahkan mas Deden, Mereka bertiga hanya sanggup membuatku keluar 2 kali, tapi mas Deden mungkin bisa lebih, bahkan Hingga aku tidak mampu lagi untuk berdiri.
Mereka bertiga duduk di dalam ruangan sambil beristirahat karena mereka sangat lelah. Aku pun masih terbaring di lantai tanpa sehelai benangpun. Abdul mengeluarkan 2 lembar lima puluh ribuan. “itu untuk ongkos jamu dan tubuh kamu.” Sekarang kamu pergi dari sini!” Ucapnya sedikit membentak. “bagaimana dengan pakaianku?” tanyaku. “ Pikir saja sendiri” Balas abdul ketus. Kemudian aku memakai BH dan celana dalamku. Aku gunakan selendang yang kupakai untuk mengangkat keranjang tadi, Aku lilitkan untuk menutupi tubuhku dan untunglah cukup. Aku bergegas meninggalkan mereka sambil membawa kerangjangku. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 4 sore. “Mas Deden pasti sudah pulang ini.” Ucapku dalam hati sambil mengusap air mata di pipiku.

Sesampainya di rumah ternyata benar, Mas Deden sudah menungguku pulang. Aku ceritakan semua kejadian ini padanya bagaimanapun aku tetap mencoba untuk terbuka padanya karena dialah satu-satunya orang yang kumiliki. Reaksi Mas Deden sungguh membuatku kaget, Ia justru memelukku dengan erat, dan mengelus perutku memberikan kasih sayang pada si Jabang Bayi. Aku terharu dengan Mas Deden. Meski sempat ia akan bergerak mengumpulkan warga untuk memberi pelajaran pada orang-orang yang memperkosaku, namun aku dapat meyakinkannya bahwa aku tidak apa-apa, dan semoga saja janinnya juga tidak terjadi apa-apa. Aku bangga dengan Mas Deden, ia tidak panik saat mendapatiku mengalami kejadian seperti ini, Selamanya aku tetap mencintainya. Setelah kejadian ini aku sudah tidak berjualan jamu lagi. Kali ini aku menjadi pendamping setia Mas Deden, dengan menemaninya pergi ke ladang setiap hari. Meski keadaan ekonomi kami semakin sulit, tapi kebahagiaan kami seolah menutup dalam-dalam semua keadaan ini dan kejadian masa lalu. Kini anakku sudah besar, peristiwa itu tidak membuat kondisinya saat lahir menjadi cacat mental atau sejenisnya. Ia tumbuh menjadi putri yang cantik dan kami beri nama Mentari, yang tetap bersinar sesulit apapun keadaan yang kami alami saat ini, esok, dan seterusnya.

Akhirnya kunikmati pemerkosaan itu 1

Filed under: PERKOSAAN

Sebut saja namaku Ani, wanita berusia 30 tahun dengan wajah cantik dan kulit kuning langsat. Aku berani bilang aku cantik karena banyak lelaki tergila-gila padaku sewaktu masih kuliah dulu. Mereka bilang aku mirip artis sinetron Bella Saphira atau Jihan Fahira.

Tapi kini aku tak lagi lajang, sejak selesai kuliah 5 tahun lalu, aku menikah dengan Mas Rudi, kakak kuliahku yang aku cintai. Saat ini kami hidup di kota M, dan Mas Rudi bekerja sebagai wartawan pada sebuah media cetak lokal di kota itu.

Kehidupan kami berjalan mulus hingga tahun keempat pernikahan, walaupun kami belum juga dikaruniai buah hati hasil perkawinan kami. Aku sendiri lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, sambil menjaga kios serba ada yang setiap waktu semakin berkembang pesat. Intinya, kami sama-sama bahagia walaupun kadang merasa sepi juga tanpa hadirnya buah hati.

Tapi, sesuatu ternyata terjadi diluar perkiraan kami berdua. Profesi Mas Rudi sebagai wartawan mengharuskannya berhadapan dengan resiko yang rumit. Aku ingat betul saat itu suamiku berseteru dengan seorang pejabat yang kasus KKN nya dibongkar suamiku. Seminggu setelah berseteru, suamiku dianiaya belasan orang tak dikenal, beberapa saat setelah meninggalkan rumah.

Tak parah memang, tapi luka disekujur tubuh Mas Rudi ternyata berpengaruh pada kemampuan seksualnya. Ya, sejak penganiayaan itu, Mas Rudi selalu gagal melakukan tugasnya sebagai suami. Tadinya kami pikir itu akibat shok yang dialami karena penganiayaan, dan dokter yang menangani Mas Rudi pun berpikiran seperti itu. Tapi sudah hampir setahun berlalu, kondisi Mas Rudi tetap tak berubah, malah bisa dibilang semakin parah. Bahkan sekarang, Mas Rudi sudah mulai enggan mencoba melakukan tugasnya memberikan kebutuhan biologis padaku.

“Aku takut kamu malah kecewa sayang,” katanya dengan tatap sedih suatu malam.

Sebagai istri, meskipun tersiksa, aku mencoba untuk tetap setia dan bertahan dengan keadaan itu. Walau terkadang timbul juga ketakutan kalau aku tak bakalan punya anak sampai tua nanti. Lambat tapi pasti, akhirnya aku dan Mas Rudi bisa menepis semua ketakutan itu, dan mulai tenggelam dengan kesibukan kami masing-masing.

Untuk menghilangkan rasa sepi kami, aku dan Mas Rudi mempekerjakan empat orang pembantu dirumah kami. Dua wanita, Ijah berusia 22 tahun, dan Minah berusia 34 tahun, kupekerjakan sebagai pembantu rumah tangga dan penjaga kios serba ada. Sedangkan dua lelaki, Maman berusia 40 tahun, dan Jaka berusia 19 tahun, kupekerjakan sebagai tukang kebun dan penjaga kios serba ada pula. Untuk mereka pula, kami membuat dua buah kamar lagi, dan suasana rumah tak lagi sepi sejak mereka berempat turut tinggal di rumah kami sejak lima bulan lalu.

Malam itu entah apa yang ada dipikiran Mas Rudi. Yang pasti suamiku itu membawa belasan keping VCD porno dan mengajakku menikmati tontonan erotis itu bersama-sama. Waktu itu jam menunjuk angka 11.30 malam, dan kami berdua sudah berbaring di ranjang kamar, sementara adegan porno dilayar TV sudah mulai tayang.

Terlihat jelas bagaimana gadis Cina dalam VCD itu merintih dan mengerang ketika lidah lelaki cina pasangan mainnya menjilati bibir-bibir vaginanya, terlihat jelas juga bagaimana rintih kenikmatan keduanya ketika kelamin mereka bersatu dalam senggama. Tak bisa kupungkiri, aliran darahku cepat terpacu dan kehausanku akan kebutuhan itu semakin menjadi-jadi.

Mas Rudi masih terdiam di sampingku, namun mendadak tangannya mulai merayap dan meraba bagian tubuh sensitifku.

“Sayang, mungkin aku nggak bisa memberimu kepuasan seperti itu. Tapi aku akan berusaha membahagiakanmu,” katanya sambil mulai menciumi sekujur tubuhku. Satu persatu pakaian kami terbuka hingga akhirnya kami benar-benar bugil.

Astaga, penis suamiku tetap saja layu meski adegan di TV sudah membakar nafsu kami berdua. Sebagai istri aku berinisiatif mengulum dan menjilati penis Mas Rudi yang layu, tapi tak juga ada perubahan sampai aku lelah sendiri.

Akhirnya Mas Rudi bangkit dan mengambil sesuatu dari balik lemari kami, penis karet dengan vibrator elektrik. Alat itu baru dibelinya, karena selama ini aku selalu menolak menggunakan alat bantu semacam itu. Aku selalu berpikir jika pakai alat itu sama saja aku melakukannya dengan orang lain, bukan dengan suamiku.

Tapi entahlah, malam itu aku benar-benar tak kuasa menahan birahiku. Mungkin akibat tontonan porno yang kami nikmati bersama itu.

“Ohh Mass ngghhss,” aku mulai mendesis ketika Mas Rudi menyibak bibir vaginaku yang sudah banjir dengan penis buatan itu.

Aku tak lagi memperhatikan suamiku, dan mataku tertuju pada layar TV, sambil membayangkan akulah yang sedang disetubuhi pria di TV itu. Vibrator penis karet yang sudah sepenuhnya masuk keliang vaginaku dihidupkan Mas Rudi, getarannya mulai membuat menikmatan tersendiri di daerah klitorisku. Aku mengelinjang sambil merintih nikmat hingga akhirnya tiba pada puncak kenikmatan. Aku orgasme, orgasme semu oleh alat buatan pabrik. Malam itu aku bahagia, tetapi batinku menangis.

“Maafkan aku sayang,” hanya itu yang terucap dari bibir Mas Rudi.

“Nggak apa Mas, aku sudah sangat puas kok,” balasku sambil mengecupnya.

Sejak menikmati getaran asyik dari vibrator penis karet malam itu, sepertinya ada yang berubah pada diriku. Aku menjadi sangat agresif dan selalu ingin melakukan hubungan seksual dengan alat itu. Kadang kala, saat Mas Rudi sedang tak dirumah, aku melakukannya sendiri hingga mencapai puncak kenikmatanku. Aku tahu itu salah, tetapi aku tak bisa menolak keinginanku yang selalu menggebu untuk terpenuhi, sementara aku juga ingin tetap setia pada suamiku.

Siang itu pelanggan kios serba ada kami cukup banyak yang datang. Maklum tanggal muda biasanya pelanggan kios yang rata-rata pegawai negeri membeli kebutuhan sehari-hari di kios kami. Aku dan Ijah sibuk melayani pembeli, malah Minah yang seharusnya bekerja didapur ikut membantu kami. Jarak kios dan rumah kami hanya berselat tembok, tembok itu pun ada pintu khususnya yang menghubungkan kios dan rumah, jadi tidak sulit mondar-mandir kios-rumah atau sebaliknya rumah-kios.

“Si Jaka kemana Jah? kok nggak kelihatan dari tadi?,” tanyaku pada Ijah sambil menghitung bayaran pelanggan.

“Nggak tahu tuh bu, tadi sih katanya mules, dia lagi mencret bu, sakit perut,” jawab Ijah.

“Sakit kok nggak bilang?, ya sudah kamu jaga dulu kiosnya sama Minah ya, Ibu mau lihat Jaka,” setelah kios sepi, aku pun meninggalkan Ijah dan Minah untuk melihat Jaka.

Kamar pembantuku tepat di belakang kios, satu kamar Ijah dan Minah, satu lagi kamar Jaka dan Maman. Aku langsung menuju kamar Jaka, dan saat aku buka pintunya terlihat Jaka sedang terbaring dengan wajah pucat dan meringis-ringis sambil memegangi perutnya seperti menahan sakit.

“Kamu sakit Jaka?, ke Puskesmas saja ya mumpung masih buka,” kataku terus masuk kedalam kamar pembantuku.

“Eh.. ibu.., nggak apa kok bu, cuma sakit perut biasa. Tadi juga sudah minum obat diberi Ijah,” Jaka berkata sambil bangkit dan duduk diranjangnya.

Jaka adalah pemuda sopan dari kampung yang sama dengan tiga pembantuku lainnya. Mereka kuambil dari kampungku juga, kebetulan keluarga kami sudah saling mengenal dikampung. Aku juga sebenarnya sama seperti mereka, orang kampung. Hanya saja aku agak beruntung kawin dengan Mas Rudi, anak orang kaya yang juga berprofesi matang.

Aku lalu duduk ditepi ranjang Jaka sambil mengusap dahinya.

“Mana yang sakit Jak?” tanyaku seraya mengusap perutnya.

“Sudah baikan kok bu, cuma masih lemas,” jawabnya.

Rasa peduliku pada Jaka mungkin suatu kesalahan, soalnya begitu mengusap perut Jaka, aku justru menatap suatu bagian di bawah perut Jaka. Sebuah benda yang tersembul dibalik celana karet komprangnya, astaga milik Jaka yang kusadari tentu tak bermasalah seperti milik suamiku. Aku jadi jengah dan menarik tanganku, lalu meninggalkan Jaka sendirian di kamarnya.

Malamnya, sekitar jam 09.00 setelah makan malam, aku kembali ke kamar para pembantu untuk melihat keadaan Jaka. Terus terang aku sangat takut kalau pembantuku ada yang sakit, apalagi bagiku mereka sudah seperti kerabat sendiri.

Tapi malam itu aku jadi kaget dan tersentak. Aku mendapati bukan Minah dan Ijah atau Jaka dan Maman yang sekamar. Tetapi Jaka sekamar dengan Ijah dan Maman dengan Minah. Rupanya, mereka keblinger dan melanggar aturan yang kutetapkan.

Hal itu aku tahu ketika dekat kamar Minah, aku mendengar suara rintih dan desah khas orang yang sedang bersetubuh. Ketika kuintip ternyata Maman yang duda sedang menindih Minah yang janda.

Aku lalu beralih menintip kamar Jaka lewat celah jendela. Astaga, di kamar itu aku melihat Ijah sudah setengah telanjang dan Jaka sedang mengulum buah dada Ijah. Aku hendak marah dan menghardik mereka, tetapi tak tahu kenapa aku malah seperti terpaku dengan adegan yang kusaksikan itu.

“Iiihh gelii Jak.., nakal kamu ya,” ucapan genit Ijah terdengar jelas olehku saat Jaka mulai menjilati bagian perutnya.

“Geli dikit nggak apa kan, Kang Maman dan Bi Minah juga begitu kok caranya,” balas Jaka.

Keduanya pun mulai melepas pakaiannya hingga bugil. Sementara aku semakin terpaku melihat adegan mereka dari balik celah jendela. Jaka yang bertubuh kurus dan agak pendek rupanya memiliki penis yang lumayan besar, setidaknya lebih besar dari milik suamiku yang layu itu.

Bersambung…

Akhirnya kunikmati pemerkosaan itu 2

Filed under: PERKOSAAN

Ijah yang sudah telanjang bulat berbaring diranjang dengan posisi kaki menjuntai kelantai, sedangkan Jaka mengambil posisi berdiri. Jaka kemudian mengangkat dua kaki Ijah sehingga posisi Ijah mengangkang, lalu perlahan Jaka memasukan penisnya ke dalam vagina Ijah.

“Nghhss Jak.. ohh,” Ijah mulai mendesis dan mengerang ketika Jaka memompa tubuhnya.

Keduanya lalu tenggelam dalam nafsu birahi, sementara aku yang sudah tak kuat lagi segera berlari ke kamarku dan memuaskan diri dengan penis karet sialan itu. Sampai akhirnya Mas Rudi pulang larut malam dan kembali memuaskanku dengan alat sialan itu lagi.

Sejak kejadian itu, aku semakin tak habis pikir dengan kelakuan para pembantuku itu. Tapi lama-lama aku pikir wajar saja, karena Maman memang duda dan Minah janda, lalu Jaka dan Ijah mungkin saja sudah menjalin cinta sejak di kampung dulu. Apalagi pengawasan terhadap mereka di rumahku tak terlalu ketat. Namun tak bisa kupungkiri juga, sejak melihat kejadian itu, aku semakin merasakan haus untuk melakukan seks. Apa boleh buat keinginan itu harus kuredam dengan penis karet lagi, dan lagi.

Hari itu Mas Rudi pamit akan liputan luar kota selama tiga hari, dan tiga hari itu pula aku harus kesepian di rumahku. Hari pertama berjalan seperti biasa meski tanpa Mas Rudi. Tapi hari kedua sejak pagi aku merasa kurang enak badan, sehingga kios hanya dijaga para pembantuku.

“Bu.., kalau mau biar saya pijatin supaya enak badannya,” suara Ijah menawariku usai makan malam.

Malam itu sengaja kuajak empat pembantuku itu makan malam bersama di rumahku dan mereka juga bebas nonton TV dirumah majikannya ini.

“Iya deh Jah, pijitin aku dikamar ya..,” ujarku sambil berjalan menuju kamar.

Sementara Minah, Maman, dan Jaka masih nonton TV diruang tengah. Sampai di kamarku, Ijah langsung memijiti seluruh badanku dari kaki sampai kepala. Pijitan Ijah memang enak sampai-sampai aku terlelap dan tidur.

Aku tak tahu berapa lama aku sempat tertidur, tetapi saat bangun tubuhku rasanya sudah segar kembali. Hanya saja, astaga, aku dalam keadaan terikat. Kedua tangan dan kakiku terikat pada tiap sudut ranjang, dan mulutku tertutup erat plester lakban. Hanya mataku yang terbuka dan melihat kamar dalam keadaan terang, dan aku sendiri dalam keadaan bugil tanpa sehelai benang pun.

“Selamat malam nyonya sayang,” suara Maman tiba-tiba mengejutkanku.

Lelaki bertubuh gempal itu sudah berdiri tepat di depanku di ranjang bagian kakiku. Matanya berbinar liar menatap kearah tubuhku yang terikat, terlentang, dan telanjang. Sialan, apa mau Maman ini, aku mau berteriak tapi mulutku tertutup lakban.

“Tenang saja nyonya, malam ini akulah yang akan memuaskanmu. Tuankan sedang tidak ada,” Maman masih berdiri di hadapanku sambil melepaskan pakaiannya sendiri.

Tubuh Maman masih terlihat atletis di usia 40 tahun, dengan bidang dada dan otot perut kotak-kotak menandakan tenaga yang kuat, apalagi kulitnya yang agak hitam membuat kesan kuat jelas terlihat.

Maman kini tinggal pakai CD saja, dan perlahan bergerak kearahku yang terlentang diranjang. Aku tahu apa yang sebentar lagi akan terjadi, Maman akan menyetubuhiku, memperkosaku, tapi juga memberi kepuasan yang selam ini aku cari.

“Eemphh.. mmffhh,” aku berusaha bergerak berontak ketika Maman mulai menyentuh tubuhku.

Tapi percuma, ikatan tali jemuran pada kaki dan tanganku sangat kuat, Maman akhirnya leluasa meraba-raba tubuhku.

“Tenang nyonya, sabar ya.., wah mulus sekali nyonya ini,” Maman terus meraba-raba dan mempermainkan jari kasarnya di sekujur tubuhku.

Aku hanya bisa pasrah ketika Maman mulai berani menciumi puting susuku dan menghisap-isapnya. Kumis tebal dan mulut monyongnya seperti hendak melahap habis susu ukuran 36B milikku. Aku pun tak kuasa berontak ketika jeri-jari kasar Maman menyentuh bibir-bibir vaginaku, dan kurasakan gelora birahiku mulai menjalar ketika jari-jari itu mulai menelusup pada celah bibir vaginaku dan memainkan, menekan-nekan klitorisku.

“Mmffhh..,” meski aku mulai menikmati sentuhan nakal Maman, tetapi aku harus tunjukan kalau aku tak suka diperlakukan begitu, setidaknya untuk mempertahankan martabatku sebagai majikannya.

Aku mulai berontak lagi, tapi percuma. Kini Maman bukan hanya bermain jari, bibirnya mulai turun kearah perut dan terus keselangkanganku yang sudah basah. Oh.., tidak, bibir Maman mulai menyentuh bibir vaginaku. Kumisnya yang tebal sengaja digesek pada klotorisku, membuat aku menggelinjang. Setiap gerakan perlawananku membuat Maman semakin bernafsu menjilati vaginaku, dan hal itu membuat kenikmatan yang tercipta semakin tak bisa kuelakan. Akhirnya gerakan pinggulku semakin seirama dengan jilatan kasan lidah dan kumis Maman.

“Gimana nyonya? Enak nggak?,” tanya Maman sambil menatapku.

Aku tentu saja melotot kepadanya. Tetapi Maman nampaknya sudah mengerti ciri wanita dilanda birahi, sebab meski mataku melotot marah, vaginaku yang sudah basah tak bisa menyembunyikan ciri nafsuku. Maman melanjutkan aktifitasnya menjilati vaginaku. Desakan-desakan bibir Maman dibagian vital milikku membuat rasa nikmat tersendiri menjalar dan mengumpul dibagian vagina, pinggul, pantat, hingga ujung kaki dan ujun rambutku. Mamang semakin teratur menjilati klitorisku, sampai akhirnya aku tak bisa membendung desakan dari dalam vaginaku.

“Mmmffhhpp..,” kali ini aku jebol, aku orgasme dengan perlakuan Maman itu.

Maman menghentikan jilatannya, dan menatap wajahku, ia tahu aku sudah sampai puncak pertama. Maman berdiri lagi dan menanggalkan CD kusam miliknya. Kini dihadapanku berdiri seorang lelaki dengan penis yang normal dan ereksi total, hal yang sudah setahun lebih tak pernah kulihat. Penis milik pembantuku itu siap menghujani vaginaku dengan kepuasan.

“Nyonya.., sudah kepalang basah. Saya tahu nyonya juga senang kok, buktinya sampai keluar airnya. Jangan berteriak ya nyah,” ujar Maman sambil melepas plester lakban dari mulut.

Kini plester sudah terlepas dan mulutku bebas bersuara, tapi aku tak berkata-kata apalagi berteriak. Tubuhku lemas dan tiap jengkalnya merasa rindu sentuhan Maman seperti tadi.

“Ohh.., uhh.. adduuhh..,” hanya itu yang keluar dari mulutku ketika Maman kembali menjilati vaginaku.

Tangan Maman yang cekatan meremas-remas susuku, pinggulku, dan belahan pantatku diremas gemas. Terus terang saat itu aku sudah tak sabar menunggu hujaman penis Maman yang tegar ke vaginaku, aku rindu disetubuhi lelaki, bukan sekedar vibrator sialan itu.

Maman beralih posisi mengambil posisi berlutut tepat di selangkanganku. Dipegangnya penisnya dan diarahkan ke vaginaku yang sudah benar-benar kuyup. Maman menggesek-gesekkan penisnya dipermukaan vaginaku, oh.., aku benar-benar tak sabar menunggu senjata Maman itu.

“Uhh Man.. ampunhh.. aku nyerah.. mmffhh,” aku akhirnya mengucapkan itu dengan mata terpejam.

Kupikir mau menolak pun percuma karena posisiku sulit, lagipula aku ingin agar dosa itu segera berlalu dan selesai. Ucapanku membuat angin segar bagi Maman, sebelum menyetubuhiku penuh, Maman membuka ikatan tali di kaki dan tanganku.

“Ayo sayang, sekarang aku puaskan kamu cantik,” celoteh Maman sambil kembali menindih tubuh bebasku.

Dalam posisi itu Maman masih terus memancing nafsuku yang sudah sangat puncak, penisnya hanya digesek ujungnya saja pada vaginaku membuat aku yang mengejar dengan pinggul naik turun. Setelah tak mampu menahan nafsu yang sama, Maman akhirnya menghujamkan utuh penisnya kedalam vaginaku.

“Ouhhggff.. ah Kang Maman..,” bibirku mulai menceracau saat Maman memompakan penisnya maju mundur dalam vaginaku.

Tangan dan kakiku yang sudah lepas dari ikatan bukannya mendorong tubuh Maman menjauh dariku, tetapi justru memeluk dan meremas remas dada kekar Maman. Penis Maman terasa memenuhi liang senggamaku dan menciptakan rasa nikmat yang selama ini tak lagi kurasakan dari Mas Rudi.

“Ohh nyonya, uennaakk sekali vaginamu nyahh.. oh,” Maman menggenjot tubuhku dengan irama yang cepat dan tetap, dan aku mengimbangi gerakan Maman. Kini aku total melayani kebutuhan seks Maman sekaligus meraih kebutuhan seksku.

Sampai menit kedua puluh permainan kami, aku merasakan seluruh sarafku mengumpul disatu titik antara bibir vagina dengan klitorisku. Lalu beberapa detik kemudian seluruh otot dibagian itu terasa mengejang.

“Auuhhff.. mmffhh, enghh.. ohh,” kurasakan kontraksi yang sangat sensasional pada vaginaku.

“Iyyaahh.. nyaahh.. ohh nyaahh,” Maman menggeram hebat dengan tubuh kejang diatas tubuhku, kurasakan semburan spermanya masuk hingga kedinding rahimku.

Maman rebah diatas tubuhku. Keringat kami bercampur baur dan kedutan-kedutan lembut kelamin kami masih terasa sesekali, sampai akhirnya Maman rebah disisi kananku.

Bersambung…

Akhirnya kunikmati pemerkosaan itu 3

Filed under: PERKOSAAN

Ya Tuhan, aku sudah menodai kepercayaan Mas Rudi. Aku menitikan air mata usai meraih kepuasanku dari Maman.

“Maafkan saya nyonya, saya khilaf waktu lihat nyonya tidur dan pintu tak ditutup,” Maman membuka bicara.

Dari situ aku tahu, sehabis dipijat Ijah, aku tertidur dan Ijah tak menutup pintu kamarku. Setelah larut saat Ijah, Minah dan Jaka tidur, Maman hendak menguncikan pintu rumah tetapi batal karena melihat posisi tidurku dengan daster tersingkap. Maman jadi khilaf dan berniat memperkosaku.

“Kalau saya mau dipecat, saya hanya minta uang saku untuk pulang kampung nyah, saya nggak minta apa-apa lagi,” tutur Maman mengiba.

“Kamu nggak salah Man, aku yang salah aku juga khilaf. Ya sudah kamu pindah kamar sana dan jangan bilang siapa-siapa ya, anggap saja tadi itu hadiah dariku buat kamu,” kataku sambil menyuruh Maman pergi dari kamarku.

Hari ketiga saat Mas Rudi liputan luar kota, aku jadi termenung sendiri dalam kamar sejak pagi. Urusan kios aku percayakan sepenuhnya pada pembantuku, sementara aku hanya memikirkan kejadian malam kemarin dengan Maman. Kupikir aku diperkosa dan diinjak-injak harga diriku, tapi kupikir lagi aku pun menikmatinya, malah harus berterima kasih pada Maman yang telah mengobati rinduku selama ini untuk bersenggama dengan lelaki sebenarnya.

Sejak kejadian dengan Maman itu, aku seperti menemukan kehidupan baru. Jika aku butuh kepuasan semacam itu aku akan memanggil Maman melayaniku. Tentu saja semua tanpa sepengetahuan Mas Rudi, suamiku tercinta.

Tiga bulan sejak kerap melakukan hubungan gelap dengan Maman, tukang kebunku, aku merasa irama hidupku menjadi normal. Walau aku sadar telah menodai kepercayaan Mas Rudi suamiku, tapi aku juga kan wanita normal yang butuh kepuasan yang tak mungkin kudapat dari Mas Rudi lagi.

Sore itu hujan turun di kota M, sementara aku, Ijah, dan Jaka masih melayani pelanggan kios serba ada milikku. Mas Rudi belum pulang, biasanya pulang larut malam, Minah sibuk masak di dapur, dan Maman terakhir tadi kulihat membersihkan taman dibelakang rumahku.

“Aduh.. Jah, lanjutin dulu ya kerjaannya, saya mau lihat Minah di dapur. Tadi lupa bapak minta buatin telur asin,” aku mendadak ingat Mas Rudi memesan telur asin kesukaannya untuk makan malam.

Kutinggalkan Ijah dan Jaka melayani pelanggan kiosku, dan aku berlari kecil melalui pintu pembatas kios-rumah menuju dapurku.

“Minn.. Minaahh..,” sampai di dapur Minah yang kucari sudah tak ada, hanya ada sayur lodeh yang mendidih diatas kompor nyala.

“Astaga Minah kok ceroboh sih.., kemana lagi si Minah uhh,” segera kuangkat panci berisi lodeh, kompor kupadamkan dan selanjutnya mencari Minah.

Tadinya kupikir Minah lagi pipis atau buang air besar di WC belakang, jadi aku melangkah kesana. Tapi belum sampai ke WC pembantu itu, aku dengar suara rintihan khas orang sedang bersenggama. Ups.., langkah kuhentikan di tepi letukan tembok, kusaksikan pemandangan yang membuat darahku berdesir.

Maman sedang asyik menggenjot pantatnya dengan penis besar yang tertancap di vagina Minah, Maman berdiri, sedangkan Minah nungging berpegang pada pagar kayu di taman belakang rumahku. Mereka tampak buru-buru dan tidak telanjang, daster Minah diangkat naik dan CDnya diturunkan sebatas lutut, dan celana Maman merosot sebatas lutut pula, tapi baju mereka tetap terpasang. Meski hujan cukup deras mereka tidak basah karena di taman belakang rumahku Mas Rudi sengaja membuat tempat duduk teduh untuk menghabiskan jika ada waktu santai kami.

“Ohh Kaang.. enak.. aahhsst,” Minah menjerit tertahan, orgasme sampai pinggulnya bergetar hebat.

“Ouhh iyaahh Minnhh.. ssiip,” tubuh Maman pun mengejang menyusul orgasme Minah, tentu sperma Maman banyak menyiram vagina Minah, pikirku.

Sialan, rupanya mereka curi kesempatan karena hujan deras. Ehm, mungkin enak juga ya bersenggama saat hujan deras. Sebelum mereka merapikan pakaiannya, aku langsung kembali ke dapur dan duduk di kursi dapur.

“Ehh, Ibu kok disini?, ehh anu Bu.., saya habis pipis.., tapi sayurnya nggak hangus kan Bu?,” Minah gugup melihatku ada di dapur.

“Iya.. iya, tapi lain kali jangan ceroboh dong, untung saya ke dapur. Kalau nggak kan bisa kebakaran rumah ini,” kataku pada Minah, Minah manggut-manggut.

Malamnya, hujan masih lebat. Tiba tiba telepon berdering.

“Halo sayang, maaf ya.. aku nggak bisa pulang. Nginep di kantor ada kerjaan tambahan yang harus kelar malam ini,” begitu inti bicara Mas Rudi saat telepon kuangkat.

Aneh, harusnya sebagai istri aku kecewa suami nggak pulang. Tapi kok aku malah senang ya? Malah pikiranku ingin segera menemui Maman dan melampiaskan kerinduanku pada penisnya yang hitam besar itu.

Jam 10 malam, aku sengaja mengenakan daster tipis tanpa CD dan bra, menikmati acara hiburan TV di ruang tengah rumahku, sejuk segar rasanya. Hujan masih lebat.

“Permisi Bu, mau ikutan nonton,” suara Jaka membuatku sedikit terkejut.

“Eh.. kamu Jak, si Ijah mana?,” aku duduk diatas sofa, Jaka ambil duduk di lantai semeter di depanku.

“Anu Bu, sudah tidur, kecapean mungkin. Semua sudah tidur, saya aja belum ngantuk Bu”

“Wah.., padahal saya mau dipijitin, cape juga nih, pegel,” aku memijit-mijit sendiri kakiku, tubuhku merunduk.

Jaka memperhatikanku tak berkedip, dasterku terkuak dalam posisi itu, buah dadaku pasti terlihat Jaka.

“Kamu bisa mijitin Jak?,” pertanyaanku membuat Jaka kaget, tapi tetap menatapku.

“Ah Ibu, saya nggak berani Bu, nanti dikira usil,” Jaka malu, pemuda itu memang selalu pemalu, tapi aku tahu selama ini dia sering curi pandang menikmati indah tubuhku.

“Kok gitu? kalau bisa tolong saya dipijitin ya Jak. Disini aja disofa biar kamu nggak dibilang usil,” aku rebah dengan posisi menelungkup.

Jaka ragu-ragu tapi kemudian mendekatiku. Sofa ruang tengah agak lebar ukurannya, jadi Jaka kusuruh duduk di tepi sofa dan memijitku.

“Permisi loh Bu,” Jaka mulai memijiti betisku, tangannya dingin membuat pijitannya terasa asyik di betisku.

“Hmmh, enak juga tanganmu ya Jak, belajar mijit dimana sih,”

“Nggak kok Bu, cuma biasa mijitin Kang Maman aja kalau dia cape,”

“Agak naik dong Jak, pahanya agak pegel,” perintahku disambut Jaka semangat. Paha dan betisku dipijit naik turun, kanan kiri.

Hujan semakin lebat diluar, pijitan Jaka mulai asyik kurasakan. Kadang tangannya terasa mengelus dan membelai betis dan pahaku, bukan lagi memijit. Tapi kubiarkan saja aksinya itu, kunikmati saja tangan nakalnya itu.

“Badannya mau dipijit juga Bu?,”

“Iya dong Jak, sekarang punggungku pijitin gih,”

Jaka memijit punggungku masih terhalang daster, tapi Jaka tahu, aku tak pakai bra karena tali bra tak ada di punggungku.

“Sebentar Jak, biar gampang kamu mijit,” aku bangun dan menurunkan dasterku sebatas dada, menutupi susuku saja, lalu rebah lagi tengkurap. Kini tangan Jaka memijit punggungku dan menyentuh langsung kulit mulusku, kadang tangannya mengambil kesempatan ke sisi tubuh menyentuh samping pangkal susuku.

“Ohh di situ Jak, pegel tuh, ouhh asshh.. enak Jak,” suaraku sengaja mendesis, nampaknya Jaka sudah dibuai nafsu. Pijitannya sudah berubah elusan dan remasan dipunggungku, kini malah turun ke pinggang, menyentuh pantatku, aku yakin Jaka pun tahu aku tak pakai CD.

“Jak?,”

“Ehh.. saya Bu,” suara Jaka agak serak menahan nafsunya.

“Pijitin terus sampai saya tidur ya. Kalau saya ketiduran nanti kamu kunci pintu belakang kalau sudah nonton TV ya, biar saya tidur disini,” aku sengaja bicara sambil terpejam, Jaka mengiraku sudah ngantuk benar.

Beberapa menit setelah itu aku sengaja tak bersuara lagi dengan mata terpejam seperti tidur. Jaka masih mijitin aku, tapi sekarang sepenuhnya hanya meremas dan meraba-raba tubuhku. Sekejap aku balikkan badan dan masih pura-pura tertidur, posisiku jadi menghadap atas, daster bagian depanku turun sampai separuh susuku nampak jelas. Jaka kaget, kulihat dari sela mata pejamku, ia berhenti mijit tapi tetap duduk di sisi sofa dan memandangi tubuhku. Aku tahu Jaka tersangsang dengan posisi tubuhku yang menantang.

Sebentar saja Jaka mematung, setelah itu kurasakan tangannya mengelus-elus pangkal susuku yang tersibak. Pelan-pelan sekali, dia takut aku bangun tuh. Setelah yakin aku tidur Jaka lebih berani menyibak dasterku lebih terbuka sampai susuku bebas tak terhalang.

“Ohh.. cantik sekali kamu Bu..,” Jaka berbisik sendiri sambil mengelus-elus susuku.

“Ahhss Mas Rud..,” aku pura-pura ngigau.

“Iya sayang.. ini Mas Rudi,” Jaka konyol menjawab ngigauku, pasti ia mulai berpikir ini kesempatan emas.

Benar saja dugaanku, setelah igauan itu didengar, Jaka tak ragu lagi melancarkan serangannya. Tangannya yang kasar mulai meremas-remas susuku, bibirnya juga ikut terjun mencium dan menjilati puting susuku.

“Ouuhh Mass.., ngghh.. gelii Mas aahhff..,” masih pura pura tidur aku merangkul tubuh kurus Jaka, ia semakin semangat menciumi susuku. Kini tangan Jaka sudah merayap ke bawah, pahaku diusap-usapnya.

Bersambung…

Akhirnya kunikmati pemerkosaan itu 4

Filed under: PERKOSAAN

Vaginaku mulai membasah, sentuhan jemari Jaka sudah berani nakal membelai-belai bibir vaginaku. Udara dingin dan suara hujan membuat nafsuku melambung, Jaka pun kian girang menikmati tubuh mulus majikannya ini. Tiba-tiba Jaka menghentikan aktifitasnya, kulirik dari sela mataku, Jaka mempreteli pakaiannya sendiri sampai bugil. Wah walau bertubuh pendek dan kurus, tapi penis Jaka lumayan juga, lebih panjang dari punya Maman walau pun lebih langsing.

Aku masih pura-pura tidur, Jaka mengangkat dasterku dan bebas melototi vaginaku yang memang tak ber CD. Dielus lagi vaginaku dengan jemarinya, sambil dia naik ke sofa tempatku berbaring.

“Duhhss, Mass.. Rud, cepeetaan dong.. Annii nggak tahaan.. aahhmmpp,” belum selesai ceracauku, Jaka sudah menyumpal bibirku dengan mulutnya. Disedotnya seluruh bibirku dengan nafsu, dan penisnya yang tegang mulai amblas dalam vaginaku. Bleess.. jleepp.., Jaka mulai menggoyangku dengan sangat nafsunya.

“Eiihh.. huuss.. eenaakk sekallii Ani memekmu enaak..,” Jaka terus menggenjotku.

“Aahh.. ohh..,” aku mulai merasa nikmat yang sama menjalari tubuhku, pinggulku kubuat seirama kocokan penis Jaka.

Tapi rupanya gerakanku itu salah, karena membuat nafsu Jaka tak terkendali. Baru lima menit gerakan pinggul kulakukan, tubuh Jaka sudah mengejang kaku diatas tubuhku.

“Ahh.. uueennaakk.. sayaang,” crot.. crot.. Jaka orgasme karena nafsu yang sangat tinggi akibat goyangan dan suara erotisku. Terang saja aku kecewa, aku belum lagi apa-apa, lantas aku bangkit dan membuka mata melotot.

“Jaka.., apa-apaan kamu ini hah..,” sergahku pura-pura marah.

Belum sempat aku lanjutkan kata-kataku, Jaka mengeluarkan sebilah pisau dari bajunya di lantai.

“Jangan berteriak Bu,” pisau tajam itu ditodongkan ke arahku, aku takut.

“Sekarang diam, dan Ibu harus nungging.. ayo nungging. Disini Bu ceppaat,” teriak Jaka sambil menunjuk sisi sofa.

Hujan masih lebat, aku terpaksa nungging dengan dua tangan menekan pinggir Sofa, Jaka berdiri tepat dibelakangku.

“Nah.., akan kubuat Ibu lebih enak dari yang tadi. Anggap saja aku suamimu Bu,” Jaka membelai-belai bokongku, lalu jongkok tepat di belahan bokongku. Tangannya menyibak bongkahan bokongku sehingga vaginaku jelas terlihat olehnya, setelah itu, astaga, Jaka mulai menjilati vaginaku.

“Ahh.. sstt Jakk.. aouhh gelii Jak,” aku tak bisa lagi berpura-pura, jilatan Jaka dalam posisiku nungging begitu terasa nikmat sekali.

Mendengar desahku Jaka makin berani, kini pisau ditangannya sudah dilepas dan ia kembali menjilati vitalku itu. Cukup lama Jaka menciumi dan menjilati vaginaku, sampai kurasa sesuatu mulai mengumpul di paha, pantat dan bibir vaginaku itu. Aku hampir orgasme ketika Jaka menghentikan jilatannya. Tadinya aku mau marah lagi karena orgasmeku batal, tapi setelah jilatan itu lepas, ternyata penis Jaka sudah kembali tegang dan langsung menusuk ke liang nikmatku.

“Ahh, enaak ya Buu,” Jaka menggenjot tubuhku dari belakang, maju mundur.

Aku terbuai, posisiku hampir kalah, kedutan kecil mulai tercipta di dinding vaginaku. Jaka mempercepat goyangnya, hingga sepuluh menit kemudian aku semakin merasa mau jebol. Posisi nunggingku sudah utuh, tangan tak lagi menyangga tubuh. Kini aku seperti tiarap di Sofa dengan kaki berlutut di lantai, Jaka ikut jongkok, aku mirip betina yang sedang di setubuhi jantannya.

“Ouughh.. Jakk.., akuu.. ammpuun..,” pertahananku jebol, kurasakan semua sendiku ngilu, dan kedutan di dinding vaginaku menjepit-jepit penis Jaka yang masih aktif.

Tapi tak lama berselang, Jaka pun sampai puncaknya, dan tegang kaku di atas punggungku.

“Ahh Nyah.. ohh,” Jaka masih menidihku, dan posisi kami masih seperti pasangan jantan dan betina yang sedang senggama.

Kurasakan kedutan kelamin kami berpadu sampai akhirnya hilang perlahan, aku ngantuk dan terpejam, aku tertidur pulas dibuai kenikmatan dari penis pembantuku.

Paginya aku terbangun saat Minah menggoyang-goyang bahuku.

“Nyah bangun Nyah.., kok Nyonya telanjang di luar begini sih?,” suara Minah bercampur heran melihatku dalam kondisi bugil tertidur di sofa tengah.

“Ehh Min, oh.. aku ketiduran semalam nih,” aku segera bangkit dan beranjak ke kamarku sambil pakai daster kembali, Jaka sudah tak ada entah di mana dia.

Siangnya aku baru tahu dari Ijah kalau Jaka kabur. Dia cuma bilang ke Ijah kalau dia punya masalah sama preman di pasar tempat aku membeli barang dagangan untuk kios milikku. Aku tahu Jaka takut kejadian malam tadi sampai terdengar Mas Rudi, ia pikir ia telah memperkosaku. Kasihan juga Jaka, seharusnya aku jujur kalau aku pun ingin begituan, lagipula aku juga yang memancing birahinya. Tapi begitulah, aku juga gengsi sebagai majikan relah disetubuhi pembantu. Belum lagi selesai memikirkan Jaka yang kabur, sorenya Maman dan Minah menemuiku. Mas Rudi pulang cepat sore itu, dan mereka berdua, Maman dan Minah berbicara dengan kami di ruang tamu.

“Anu Pak Rudi, kami salah pak.., anu pak,” Maman gagap.

“Ada apa Pak Maman bicara saja,” dorong Mas Rudi.

Tadinya aku yang gugup jangan-jangan Maman mau bongkar rahasia seks kami selama ini, tapi setelah itu aku lega.

“Kami mau pulang kampung pak, si Minah hamil, kami harus nikah,” pengakuan Maman membuatku agak terkejut sekaligus kecewa, apalagi Jaka sudah pergi juga. Terbayang olehku hari-hari yang bakalan sepi di saat gairah seksku sedang tinggi-tingginya akhir-akhir ini.

Singkatnya sore itu Mas Rudi mengijinkan mereka pulang kampung sekaligus membayar pesangon kerja mereka. Sejak saat itu di rumah hanya ada aku, Ijah dan Mas Rudi yang selalu pulang larut malam. Meski dua pembantu lelaki itu sudah tiada tapi kenangan bersama mereka selalu kukenang, terutama saat aku birahi sendiri dalam sepi, bersama penis Mas Rudi yang tak bisa berdiri lagi.

Sejak kepergian Jaka, Maman serta Minah, tiga pembantuku, aku jadi kesepian dan hanya Ijah satu-satunya teman setiaku dirumah. Tapi kulalui saja kehidupan itu dengan sibukan diri mengurus kios kami, tentu saja dibantu Ijah.

Siang itu tak seperti biasanya Mas Rudi pulang ke rumah, tapi ia tidak sendiri. Bersama Mas Rudi turun dari mobil seorang lelaki bertampang bule.

“Ani.., kenalkan ini Bruce, teman kameraman TV Australia,” kata Mas Rudi menunjuk lelaki di sampingnya, kami pun bersalaman.

Setelah kubuatkan minuman dingin dan duduk bertiga diruang tamu, Mas Rudi mulai menceritakan siapa Bruce. Bruce adalah pria asal Australia berusia 28 tahun yang sudah tiga tahun ini tinggal di Jakarta. Bruce bekerja di sebuah stasiun TV Australia sebagai kameramen untuk reporter yang ada di Jakarta. Kebetulan Bruce sudah seminggu ini ada di kota M untuk meliput sebuah event internasional yang diselenggarakan di kota M.

“Bruce akan menginap disini beberapa hari, pingin lihat-lihat kota M, kasihan kalau harus nginap di hotel. Toh aku juga pernah liputan bareng dia di Jakarta,” Mas Rudi menjelaskan. Singkatnya untuk beberapa hari Bruce menginap di rumah kami di Kota M.

Sore itu, hari ketiga Bruce menginap di rumah kami. Ijah masih sibuk ngurus pelanggan kios, sedangkan Mas Rudi baru saja pergi ke redaksinya. Bruce bertubuh sangat atletis, tingginya mencapai 187 cm dengan postur yang ideal. Apalagi wajahnya yang mirip Antonio Banderas itu pasti membuat semua wanita tergila-gila padanya.

Bruce berolahraga ringan di taman belakang rumahku. Menggunakan kaos ketat dan celana pendek ketat pula, lekuk tubuh atletis Bruce makin mempesona dihiasi titik titik keringat yang membasahi.

“Istirahat dulu Bruce.., ini kubuatkan es limon untukmu,” aku meletakkan segelas es limon dimeja dan mengambil duduk di kursi taman. Bruce menatapku dan tersenyum, lalu menghampiriku duduk bersama.

“Kamu baik sekali Ani.., pasti Rudi bahagia punya istri sepertimu,” Bruce memujiku tulus.

“Makasih Bruce, kamu ini ada saja,”

“Aku juga punya istri, dan rindu juga karena dia di Australia,” Bruce bercerita.

Rupanya selama tiga tahun di Jakarta, Bruce hanya sesekali pulang ke Australia, atau istrinya yang ke Jakarta.

“Kamu bisa tahan ya Bruce,” aku keceplosan menanyakan itu, kesalahanku memang.

“Tahan apa Ani?,”

“Eh.. Maksudku tahan nggak ketemu istri,” aku tertunduk malu.

“Kalau maksudmu itu aku sih tahan, tapi kalau masalah seks.. Aku menghabiskan waktu olahraga saja,” katanya.

Kami pun terlibat obrolan seputar rumah tangga kami. Entah kenapa akhirnya kisahku bersama Mas Rudi kuceritakan pula, bagaimana kecelakaan itu, bagaimana Mas Rudi sudah tak mampu menjalani tugasnya sebagai suami, dan bagaimana sampai kini kami tak kunjung punya anak.

Malam mulai merayap, kami sudah selesai makan malam tapi Mas Rudi belum juga pulang. Sampai akhirnya jam 9 malam Mas Rudi mengirim SMS yang intinya ia nggak bisa pulang karena ada berita yang harus dikejar dan ditunggu sampai malam. Bruce sudah masuk ke kamar tidur yang kami siapkan untuknya, sedangkan aku sudah berbaring di kamar tidurku, dan siap untuk tidur.

Malam itu akhirnya Mas Rudi pulang juga, dan langsung berbaring disampingku. Seperti biasa kalau mau melampiaskan nafsunya, Mas Rudi mulai menciumiku. Aku membiarkan saja ketika suamiku melepaskan CD yang kupakai, Bra yang kukenakan pun ditanggalkan menyisakan daster merah muda yang masih melekat ditubuhku.

“Ahhmm.. Mas,” aku bersuara manja tetap terpejam.

Mas Rudi semakin aktif menciumiku. Dasterku dibuka bagian atas dan susuku mulai diisap-isap putingnya, sementara tangannya mulai aktif menjelajahi bagian bawahku.

Bersambung…

Akhirnya kunikmati pemerkosaan itu5

Filed under: PERKOSAAN

Sentuhan dan isapan Mas Rudi benar-benar lain malam ini, membuat birahiku seketika melonjak naik. Apalagi ketika bibirnya mulai turun dan menciumi bagian vitalku, aku sampai basah kuyup dibuat kenikmatan. Tiba-tiba Mas Rudi mengubah posisiku, dibuatnya aku menghadap kekanan dengan posisi membelakangi tubuhnya. Ia kemudian menjilati sekujur punggungku setelah menarik turun daster yang kupakai. Tangannya kemudian menyibak daster bawahku sehingga dasterku terkumpul diperut. Dari belakang, kurasakan tangan Mas Rudi menyerang vaginaku, bibir mungil bawahku dibelai dengan jari-jarinya, kadang jari tengah disisip dan digesekkan tepat dibelahan vaginaku.

“Ouhh..,” aku merintih kenikmatan saat jari tengah Mas Rudi mulai mengocok vaginaku dari belakang.

Sepuluh menit kocokan jari itu kurasakan, aku sudah melayang dan nyaris sampai puncak. Tapi mendadak jari itu berhenti dan dicabut dari liang senggamaku yang sudah monyong-monyong kenikmatan.

“Kok berhenti mas..,” aku tetap terpejam dan membelakangi Mas Rudi.

Mas Rudi diam dan kembali mencumbuiku, tapi tetap tak bersuara. Masih dengan tubuh mebelakangi Mas Rudi, aku mencoba meraih bagian celana suamiku. Tapi, astaga, punya Mas Rudi ternyata bangun malam ini, tegak dan terasa keras.

Karena bingung campur penasaran, kupicingkan mata dan segera berbalik kebelakang.

“Haahh, Bruuccee.., apa-apaan ini?” aku sangat terkejut karena ternyata yang sedang mencumbuiku ternyata Bruce, bukan Mas Rudi. Bruce juga terkejut, mungkin tak mengira kalau aku akan bangun. Tiba-tiba tangan kekar Bruce membekap mulutku dan ia pun segera menindih tubuhku.

“Ayo Anni, please.. Tolong aku, ini sudah tanggung.., jangan melawan kalau tak mau kukasari,” Bruce sedikit mengancamku.

Keadaan memang sudah tanggung, aku dan Bruce sudah sama bernafsunya. Tapi aku harus melawan, aku tak boleh begitu saja pasrah, aku gengsi dan malu dong. Namun aku tak berkutik ditindih berat tubuh Bruce.

“Jangan Bruce.., aku takut Rudi tahu,” pintaku, walau sebenarnya aku pun ingin menikmati cumbuan itu lagi.

“Hsstt.., Ani.. Tolong aku. Oke aku tak akan masukan penisku ke vaginamu, tapi tolong bantu aku sampai aku puas ya..,” Bruce merengek.

Bruce aktif lagi mencumbuiku. Sudah kepalang tanggung pikirku, sehingga akupun pasrah terbawa cumbuan Bruce. Dengan posisi menindihku, Bruce membuka celananya dan menempelkan penis panjangnya yang sudah tegap di vaginaku. Menepati janjinya, penis itu tidak dimasukan dalam liang vaginaku, tetapi hanya digesekkan saja dipermukaan vaginaku. Lima menit berlalu rupanya pertahananku hampir bobol. Meski tak masuk keliang nikmatku, namun gesekan penis Bruce ditambah bobot tubuhnya diatas tubuhku membuat vaginaku menerima rangsangan yang cukup dibagian klitorisnya.

“Emmhh.. Bruuccee..,” akhirnya erangan nikmatku keluar juga. Saat itu kurasakan klitorisku mulai membesar dan denyutan kecil mulai terasa mengitarinya, aku hampir orgasme.

“Ani..,” Bruce memanggilku dan menghentikan aktifitasnya. Setelah itu kurasa Bruce memindahkan posisi penisnya sehingga ujung penisnya tepat berada dibelahan bibir vaginaku yang sudah basah kuyup.

Bruce kini lebih berani, penis itu ditekan masuk ke vaginaku yang memang sudah resah menunggu. Akhirnya aku dan Bruce bersenggama, ya Bruce jadi pejantanku malam itu. Kuakui mungkin Bruce adalah pria pertama yang memberi kepuasan begitu dasyat padaku. Sore hingga malam itu, kami lakukan aktifitas seks sampai empat kali. Empat kali itu pula aku merasa puncak yang sangat fantastis.

Namun kenangan bersama Bruce tinggal kenangan saat esok paginya Bruce harus kembali ke Jakarta. Aku Ani, kembali kesepian. Terima kasih Bruce, untuk kenangan satu malam yang sangat berkesan.


Seminggu ini rumahku sering dapat telepon gelap yang intinya mengancam Mas Rudi suamiku, lantaran berita yang dibuat Mas Rudi menohok salah satu kepentingan pejabat di kota M. Malah belakangan yang ikut mengancam mengaku-ngaku dari aparat keamanan juga.

“Mas.., kita pindah rumah sementara yuk. Aku kok jadi takut diteror terus,” pintaku pada Mas Rudi malam itu. Kami sudah berbaring di kamar karena memang jam sudah menunjuk angka 10 malam.

“Heemm, kenapa sayang? Aku janji nggak akan ada apa-apa,” Mas Rudi menjawab sambil memeluk tubuhku.

Mas Rudi kemudian menjelaskan padaku tentang berita yang dibuatnya itu. Katanya masalah dengan pejabat itu sudah selesai dua hari lalu, damai. Tapi aku masih saja trauma dengan kejadian pertama yang berakibat fatal hingga penganiayaan yang membuat penis Mas Rudi mati total itu.

“Tapi Mas..,”

“Sudah sayang.., kamu nggak usah takut. Itu resiko kerja namanya,” katanya lagi.

Pembicaraan kami akhirnya berhenti, dan kami berdua terlelap tidur. Seharian tadi memang aku sangat capek mengurus kios hanya dibantu Ijah, dan Mas Rudi pun kelihatan letih seharian bekerja.

“Sayang.., bangun sayang..,” suara Mas Rudi membangunkan aku tengah malam.

“Tuh dengar.. Sepertinya ada yang masuk ke rumah,” kata Mas Rudi saat aku membuka mataku. Benar saja, di ruang tamu rumah kami terdengar banyak langkah kaki dan suara berisik. Mas Rudi segera bangkit dan membuka pintu kamar.

Braakk!! pintu kamar terbuka sebelum dibuka Mas Rudi, daun pintu yang terdorong kencang malah membentur wajah Mas Rudi hingga ia terpental ke lantai.

“Jangan berteriak..!!,” empat lelaki bersenjata api dan senjata tajam mendesak masuk ke kamar tidur kami sambil mengancam dan menodongkan senjata mereka. Aku sungguh takut malam itu, apalagi kulihat Mas Rudi pingsan akibat benturan pintu.

“Ha.. Ha.. Ha, sekarang kalian akan rasakan pembalasan bos kami ya..! Hei kamu pelacur, ayo kesini,” lelaki yang bertubuh paling besar memanggilku kasar dan menarik tubuhku turun dari kasur.

“Sssiapa kalian.., apa salah kami?” aku mengiba.

Muka mereka tertutup stoking mirip perampok, kupikir kami memang sedang dirampok. Tapi setelah mereka menjelaskan bahwa kedatangannya adalah untuk menghajar Mas Rudi karena berita pejabat itu, aku baru sadar, kami sedang dalam bahaya. Astaga, mereka juga rupanya sudah meringkus Ijah, dan dibawa serta kekamar kami.

“Nyaahh, toloong Nyah..” Ijah dipegang erat dua lelaki lainnya, sementara yang dua mulai mengikat tubuh Mas Rudi ke sebuah kursi di kamar. Singkatnya malam itu kami bertiga diikat kaki dan tangan, tapi aku dan Ijah dibiarkan terikat di kasur sedangkan Mas Rudi diikat dalam posisi duduk menghadap kami di kursi.

“Hai kopral.. Ambil air, biar nih wartawan sok jago sadar,” kata lelaki yang paling besar kepada yang lain.

“Oke komandan, segera laksanakan,” dua lelaki langsung mengambil air, begitu kembali seember air langsung diguyur ke Mas Rudi.

“Hhhaahh.. Siapa kalian bangsaat..,” Mas Rudi menghardik mereka ketika sadar. Tapi posisi yang terikat membuat Mas Rudi tak bisa berbuat banyak, apalagi setelah itu mulut Mas Rudi ditutup lakban. Mereka juga menutup mulutku dan Ijah dengan lakban pula.

“Heii sombong, kamu pikir bos kami begitu saja memaafkanmu dengan damai dua hari lalu? Tadinya kami ditugaskan gorok lehermu. Tapi.. (Lelaki itu memandang aku dan Ijah) Tidak. Kami akan lebih kejam dari itu.. Lihat saja bagaimana sebentar lagi kontol-kontol kami mengoyak-koyak pembantu dan istrimu yang cantik dan mulus itu,” tangannya menuju arahku dan Ijah.

Setelah mengatakan akan memperkosa aku dan Ijah, keempat orang itu lalu saling bagi. Yang paling besar dan satu lagi yang agak tambun meraihku dan mengikatku kembali dalam posisi terlentang. Tangan dan kakiku diikat diujung-ujung ranjang. Sedangkan dua lelaki lain, yang jangkung dan yang botak meraih Ijah dan mengikatnya seperti posisiku dilantai kamar.

“Hmmpp..,” Mas Rudi hanya bisa bersuara tersumbat dengan mata melotot ketika keempat lelaki itu membugili aku dan Ijah. Mata keempat lelaki itu memandangi tubuh polos kami berdua.

Aku sangat takut malam itu, sungguh aku takut. Kupikir aku dan Ijah akan jadi korban perkosaan brutal, terus terang aku jijik sekali melihat tampang mereka malam itu. Tapi dugaanku meleset. Si jangkung mendekat ke arah Ijah, sedangkan tiga lelaki lainnya duduk menonton dikursi dekat Mas Rudi berada.

“Tenang sayang.. Kamu pasti asyiik kubuat,” jangkung mulai meraba-raba Ijah. Aku bisa melihat semuanya karena posisi Ijah tak terlalu jauh dari dipan tempat aku diikat.

Bibir si jangkung langsung mengisap isap susu Ijah.

“Ehgghh.. Mmmppffhh,” ijah bersuara keras tersumbat, tapi nadanya protes.

Jangkung terus beraksi, malah hisapan dan rabaannya mulai turun dan akhirnya bermuara di vagina Ijah yang jelas terlihat karena diikat mengangkang. Awalnya Ijah terus mengeluarkan suara keras bernada protes. Tapi beberapa menit kemudian Ijah sepi, yang ada justru Ijah mendesis-desis menahan birahi.

“Mmmpphhff.. Eengghh..,” tubuh ijah mengelinjang menahan geli saat lidah jangkung menyapu klitorisnya.

“Ha.. Ha.. Kenapa sayang.. Hah? Mulai enak ya,” jangkung mengejek Ijah sambil melucuti pakaiannya sendiri sampai bugil juga.

Kini jangkung siap menyetubuhi pembantu kami itu. Penisnya yang lumayan besar sudah diletakkan persis dipintu masuk vagina Ijah. Ijah sudah birahi dengan mata sayu memandang jangkung, nafasnya pun terlihat memburu dari dadanya yang turun naik. Bleess.. Pleess.. Jlebb.. penis jangkung amblas total di vagina Ijah.

“Ngghh..,” Ijah menggelinjang menerima penis jangkung.

“Ouhh eennakk sekali tempikmu sayang,” jangkung nyerocos sambil menggenjot Ijah.

Bersambung…

Akhirnya kunikmati pemerkosaan itu 6

Filed under: PERKOSAAN

Tiga lelaki dikursi ternyata sudah mengeluarkan penis mereka dari balik celana sambil mengocoknya dengan tangan sendiri. Sementara Mas Rudi kulihat pun terpana dengan adegan jangkung dan Ijah.

“Aaahh.. Ommhh ammpuhhnn omhh.. Engghh,” Ijah mendadak mengeluarkan desis kenikmatan waktu jangkung membetot lakban di mulutnya.

“Ha.. Ha tuh kan akhirnya ennaak, makanya jangan ngelawan yah..,” jangkung bangga terus nggenjot Ijah. Saat itu terus terang aku mulai membayangkan betapa sebentar lagi aku pun akan merasakan kenikmatan seperti Ijah, dientot lelaki asing.

“Iyaahh Oom terusinn.., aku sudah lama nggakk ginian,” Ijah menceracau.

“Ohh sayanghh, omhh nggak tahaann aahhggkk,” si jangkung rupanya over nafsu. Ijah belum apa-apa jangkung sudah kejang diatas tubuh ijah.

“Wah.. Payah lo kopral,” si botak menghardik.

“Ayo sana biar Om botak yang selesaikan sayang,” botak mendekat tubuh Ijah yang pasrah, jangkung lunglai disamping Ijah.

“Ohh.. Omhh botak.. Cepethhaann puasiinn Ijahh..,” Ijah rupanya sudah dilanda birahi yang sangat.

Matanya merem melek dan pinggulnya bergoyang erotis meminta penis si botak segera masuk. Botak segera menindih tubuh Ijah setelah ia melucuti pakaiannya sendiri. Penisnya yang gemuk pendek mendesak masuk ke vagina Ijah yang sudah becek kena sperma jangkung.

“Duhh omhh.. Ennakhh Ijhaah omhhpff..,” bibir Ijah langsung dikulum sambil tubuh botak menggenjotnya kuat. Mereka bermain imbang, desahan dan gerakan tubuh mereka mulai mempengaruhi dua lelaki lain dan Mas Rudi yang terus melotot ke arah Ijah dan botak.

“Mpfhh.. Huhh sayanghh.. Enak sekali vaginamu sayanghh..,”

“Iyaahh omhh.., Ijaahh keluuaarrhh.. Ouhhgg omnhh nnaakkhh omhh..,” tubuh Ijah kaku dengan tangan memeluk keras tubuh botak.

“Ahhggkk.. Ayoo saynggh.. Omhh jugaa nihh,” Botak pun orgasme. Botak berbaring diatas tubuh Ijah tanpa mencabut penisnya, Ijah malah senang dan memeluk botak sambil menciumi pipinya.

Lelaki berbadan gemuk bangkit dari kursi dan melucuti pakaiannya. Penisnya yang tegang mengacung acung, dan ia bergerak ke arahku.

“Hei brengsek.. Lihat ya sebentar lagi istrimu ini akan merengek juga seperti pembantumu itu.. Ha.. Ha,” ia menghardik Mas Rudi. Mas Rudi terlihat pasrah, sementara aku sendiri bingung harus bagaimana dalam posisi terikat, terlentang, dan telanjang seperti itu.

Tanpa dikomando si gemuk langsung saja menggerayangi tubuh telanjangku. Hisapan demi hisapan, jilatan lidahnya menyapu bersih lekuk tubuhku. Aku berusaha berontak tapi percuma, aku terikat. Kutatap Mas Rudi meneteskan airmata saat itu. Aku mau marah pada si gemuk, tapi posisiku sulit. Apalagi terus terang aku pun mulai dijalari birahiku. Kenyataan harus terjadi, aku istri yang sudah berbulan bulan ini tak pernah menikmati permainan seks suamiku, tentu tak bisa menahan rangsangan yang sedang terjadi pada tubuhku.

“Mhhppmm,” aku merintih saat lidah si gemuk mulai menjilati bibir vaginaku.

“Woowww.. Mulus sekali pelacur yang satu ini.., gimana sayanghh marah ya? tapi kok vaginanya sudah banjir,” si gemuk mengejekku, aku terpejam tak mampu memandang Mas Rudi.

“Hmmpp,” Mas Rudi bersuara, tetapi si tubuh besar langsung menggamparnya.

Situasi sudah sulit, lidah si gemuk semakin liar dan membuat kenikmatan tersendiri padaku.

“Ehmmhh,” aku merintih tak bisa menahan kenikmatan itu, pinggulku mulai bergerak teratur seirama jilatan lidah si gemuk divaginaku, aku pasrah dan menikmati permainan gemuk itu. Malah saat ini aku mulai bernafsu agar penis si gemuk mengoyak vaginaku yang sudah gatal.

Tapi rupanya si gemuk sengaja menyiksaku, jilatan lidahnya sudah masuk kemenit lima belas menerjang vaginaku. Aku sudah bergerak tak karuan menerima kenikmatan darinya, tapi tak juga gemuk menyetubuhiku.

“Mhhppff.. Engghh..,” aku tak tahan lagi, seluruh rasa nikmat berkumpul diklitorisku membuat pertahananku akhirnya jebol. Aku orgasme dengan belasan kedutan kecil divaginaku. Aku malu sekali pada Mas Rudi yang terus menatapku, tapi apa daya, maafkan aku Mas, aku tak berdaya.

“Haa.. Haa, keluar juga airmu sayanghh. Tapi biar yang puaskan kau lagi si jendral ya. Aku akan lanjutkan dengan Ijah,” gemuk meninggalkanku dan menuju Ijah.

Disingkirkan tubuh botak yang masih lemas diatas tubuh Ijah, lalu gemuk menyetubuhi Ijah. Astaga, Ijah rupanya birahi lagi saat aku dikerjai lidah gemuk tadi, sehingga saat gemuk membenamkan penisnya ke vagina Ijah, dia malah menggebu gebu menerima. Aku sungguh iri dengan Ijah yang sudah klimaks pakai penis tapi dikasih lagi sama si gemuk. Huh apa aku kurang sexy, pikirku.

Belum habis pikir, mendadak kurasa tubuhku ada yang meraba-raba lagi. Rupanya si tubuh besar yang dipanggil jenderal itu sudah telanjang dan sudah berada disisiku sambil menciumiku. Ciumannya sungguh lembut tak seperti gemuk yang agak kasar dan terburu-buru.

“Aku akan memberimu kepuasan sayanghh, kamu cantik bidadariku,” tak kusangka Jenderal membisikan kalimat itu ke telingaku, tentu Mas Rudi tak mendengar karena bisikannya sangat pelan. Entahlah apa yang terjadi, yang jelas mendapat bisikan penuh kasih begitu gairahku naik lagi. Jenderal lalu membuka lakban dibibirku dan ikatan ditanganku, sedangkan kakiku tetap terikat diujung dipan bawah.

Kini tanganku sebenarnya bebas tapi kenapa aku tak melawan? Aku sengaja memukul dada bidang Jenderal hanya untuk menjaga perasaan Mas Rudi, dan Jenderal yang tahu maksudku kembali menangkap tanganku dan disekapnya dengan posisi menindihku. Saat itu kelamin kami sudah bertemu walau penis Jenderal yang tegak belum dimasukan ke vaginaku.

“Jangann.. Kumohonn jangann..,” aku merintih antara penolakan karena ada suamiku, dan harapan agar Jenderal segera menyetubuhiku karena birahiku sudah tinggi dan menggebu.

“Tenang sayang. Aku sudah tahu semua file rumah tanggamu dan si brengsek itu. Aku tahu kalau Rudi suamimu tak lagi mampu melayani kebutuhan sexmu,”

Aku tersentak mendengar ucapan jenderal, lalu aku memandang Mas Rudi, Mas Rudi tampak pasrah memandang tubuh istrinya yang sesaat lagi akan menyatu dengan tubuh lelaki lain. Jenderal kemudian mencium dan mengulum bibirku beberapa lama, tanpa sadar aku membalas lumatan bibirnya dengan nafsu pula. Kurasakan dia berusaha menepatkan posisi ujung penisnya dibelahan bibir vaginaku.

“Mhhppff.., aahh.. Enghh..,” aku merintih nikmat tak peduli lagi Mas rudi menatap kami, saat penis besar Jenderal mendesak masuk keliang nikmatku.

“Ouhh.., sudah kusangka vaginamu masih rapat sayanghh.., nikmati permainan kita ya manis,” jenderal berbisik lagi membuatku semakin melayang dipuji-puji.

Penis Jenderal keluar masuk secara teratur di vaginaku dan aku mengimbanginya dengan gerakan pinggul memutar.

“Hmm.., puaasshhkan aku sayangghh..,” tak sadar aku membalas bisikan Jenderal itu sambil memeluk tubuhnya untuk lebih rapat menindihku.

“Chhaantikhh kamu sayanghh.., cantik sekali wajahmu saat nikmat ini,”

“Aohh.. Iyaahh sayanghh.. Akhuu milikmuh saat ini..,”

Kuakui permainan lelaki yang dipanggil rekannya sebagai jenderal memang luar biasa, romantis, lembut, tapi sungguh memacu birahiku secepat genjotannya di tubuhku. Gerakan tubuh jenderal semakin cepat dan teratur diatas tubuhku. Erangan dan rintihanku sudah tak bisa membohongi Mas rudi kalau aku memang birahi saat itu. Tapi saat aku hampir klimaks, mendadak jenderal menghentikan aktifitasnya dan mencabut penisnya dari vaginaku. Ia lalu membuka ikatan di kedua kakiku.

“Ayo sayang kita berdiri,” jenderal menarik tubuhku berdiri, lalu mendorong punggungku ke arah kursi Mas Rudi.

Posisiku jadi tepat berhadapan wajah dengan Mas Rudi suamiku, dan jenderal dibelakangku kembali menghujamkan penisnya ke vaginaku. Aku malu sekali saat itu, aku harus sekuat tenaga menyembunyikan wajah terangsangku dihadapan Mas Rudi, tapi dilain sisi kenikmatan yang sangat dari penis jenderal menghujam di vaginaku dari belakang.

“Ahh.. Ouhh.. Maaffkhaann akuhh mass..,” hanya itu yang terucap di bibirku saat sodokan penis jenderal masuk ke menit ke sepuluh dalam posisi nungging itu.

“Ayohh sayang.. Lepas lakban suamimu,” jenderal memerintahku, dan kubuka lakban dimulut Mas Rudi. Aneh Mas Rudi tak lagi marah, ia terlihat sangat pasrah.

“Masshh,” kulumat bibir Mas Rudi dan Mas Rudi mengangguk lalu membalas lumatan bibirku.

Jenderal semakin keras mengocokku dari belakang, aku semakin tak terkendali kurasakan kenikmatan sudah puncak dan menjalar diseluruh tubuhku mengumpul dibagain pantat, paha, vagina dan klitorisku.

“Ahh sayyanngghh.. Ohh.. Mmffhhpp..,” aku tak kuasa lagi membendung kenikmatan itu, dinding vaginaku berkedut berkali-kali disodok penis jenderal. Bibir Mas Rudi kembali kuhisap kuat.

Belum habis orgasme yang kurasakan, Jenderal menarik tubuhku dari belakang dan menggendongku. Posisiku seperti anak kecil yang dibopong bapaknya yang bertubuh besar dari belakang.

“Ayo maniss.. Ini lebih nikmat sayanngg.., sekarang merengeklah sepuasmu honneyy,” dalam posisi itu penis jenderal masih mengocokku tangannya mengangkat tubuhku naik turun dengan posisi berdiri.

“Akhhss.. Sahhyaangghh..,” aku tuntas sudah, orgasmeku sempurna ditangan jenderal.

“Oghhkk.. Terima maniku sayanghh,” jenderal orgasme dengan posisi berdiri menopang tubuhku yang lunglai. Kurasakan seburan spermanya menembus dinding rahimku. Lalu jenderal menjatuhkan tubuh kami diatas ranjang kembali, kami berpelukan seperti pasangan kekasih.

“Terima kasih sayang.., kalau saja kau istriku aku pasti bahagia,” jenderal kembali melumat bibirku. Aku membalasnya dan dalam hatiku pun menjawab seandainya juga kau suamiku jenderal.

Aku tak peduli lagi malam itu, aku pun lemas dibuai nikmat hingga akhirnya tertidur lelap.


“Sayang.. Bangun sayang,” suara Mas Rudi membangunkanku.

Ternyata hari sudah pagi, dan empat lelaki itu sudah tak ada lagi. Aku masih telanjang dan hanya terbungkus selimut, Ijah masih tertidur telanjang juga dilantai. Sedangkan Mas Rudi terlihat lusuh.

“Oh.. Mas, maafkan aku semalam Mas.. Aku seharusnya melawan,” kupeluk suamiku, aku takut kehilangan Mas Rudi.

“Nggak sayang, aku yang salah.., Harusnya aku bisa melindungimu,” Mas Rudi memelukku erat.

Sejak kejadian itu, kami pindah rumah di wilayah yang agak jauh dari kota M, tempat Mas Rudi bekerja, tapi masih satu provinsi dengan kota M.

Tragedi Mei ,98

Filed under: PERKOSAAN

Ini kunjungan keduaku kembali ke Jakarta setelah lebih dari 15 tahun sejak aku menyelesaikan program pertukaran pelajar. Masih sama seperti dulu hanya sekarang nampak semakin maju disamping juga semakin macet dan semrawut.

Setelah hampir 3 jam perjalanan dan berkutat dengan kemacetan dari bandara, akhirnya aku tiba juga di sebuah rumah sakit jiwa dibilangan jakarta timur.

Aku disambut oleh seorang petugas yang berusia lebih kurang 50 tahunan. Sejujurnya sikapnya amat tidak ramah dan memandang curiga akan kehadiranku. Tetapi setelah aku memperkenalkan diri dari sebuah LSM dari luar negri yang berniat memberikan bantuan keuangan sikap petugas tersebut langsung berubah 180 derajat menjadi sangat ramah.

Aku sengaja menyembunyikan identitasku sebagai wartawan. Kantorku mendapat informasi bahwa keadaan rumah sakit jiwa yang ada di indonesia sangat buruk keadaannya dan aku ditugaskan untuk menyelidiki kebenaranya dan mendapatkan bukti-buktinya

“Maaf pak sebelumnya mohon untuk tidak membawa kamera ya pak”Petugas itu nampak keberatan ketika aku menenteng kamera SLR ku.

“Memangnya Kenapa pak?”Aku bertanya keheranan.

“Terus terang saya juga kurang tahu pak, tetapi pak kepala rumah sakit sudah berpesan agar pengunjung tidak diperkenankan untuk mengambil gambar.”Petugas itu nampak enggan mengucapkan hal tersebut padaku.

“Oh begitu, kalau begitu izinkan saya bertemu dengan beliau pak saya ingin membicarakan hal ini.”aku mencoba untuk bisa bertemu dengan pimpinannya.

“Wah pak sayang sekali beliau sedang cuti,tapi bapak tidak usah khawatir semua tanggung jawab beliau sudah dipercayakan kepada saya sebagai wakilnya.”Petugas tersebut menjelaskan kepada saya.

“Begini pak, kalau saya tidak bisa memfoto lokasi rumah sakit ini, bagaimana mungkin kami akan mengucurkan dananya? dan pada akhirnya jika dana itu tidak turun yang rugi juga bapak sendiri bersama seluruh rumah sakit jiwa ini.Saya sih tidak memaksa bapak sebaiknya saya permisi pulang saja pak kalau memang tidak diizinkan. Permisi pak .”Aku mencoba jual mahal begitu melihat raut mukanya berubah.

“E..e sebentar pak bukan maksud saya,maaf kalau saya menyinggung bapak tapi saya pikir kalau untuk bapak ada perkecualian mari silahkan masuk pak.”Akhirnya petugas tersebut mengizinkan saya masuk dengan membawa kamera.

“Oh ya perkenalkan nama saya Adrian.”aku memperkenalkan diriku.

“Saya Dahlan, senang bertemu anda, mari saya antar melihat-lihat rumah sakit kami.”Petugas itu memperkenalkan dirinya perawakannya gempal tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek walaupun sikapnya ramah,tapi nampak seperti dibuat buat senyumnya juga lebih menyiratkan kesan melecehkan walaupun mungkin dia tidak bermaksud demikian.

Dengan bersemangat dia menunjukan lokasi-lokasi bangsal perawatan mulai dari yang mengidap penyakit jiwa ringan sampai yang berat yang harus diisolasi.

Meskipun dari depan nampak lumayan, tetapi begitu masuk kedalam,terutama dibagian bangsal isolasi nampak kotor dan kumuh bau tidak sedap sangat menyengat hidung

Pak Dahlan asyik berceloteh tentang segala kekurangan rumah sakit ini sehingga keadaannya nampak kumuh dan tidak terurus dia juga bercerita bahwa hanya sebagian kecil saja dari pasien penghuni RSJ ini yang masih ditengok oleh sanak familynya selebihnya tidak diketahui lagi asal usul keberadaannya.

Dia juga mengeluhkan minimnya subsidi dari pemerintah sehingga kesehjateraan karyawan terabaikan begitu juga dengan obat-obatannya.

“Apakah pasien-pasien ini bisa sembuh pak?”aku bertanya kepada pak dahlan.

“Sebenarnya bisa pak, tetapi ya kendalanya obatnya mahal. Lebih dari 50% orang sakit jiwa sebenarnya bisa disembuhkan hanya biaya obatnya tidaklah murah Rp 40 ribu per tablet – obat anti spikotik. Obat ini harus dikonsumsi setiap hari. Artinya sang pasien harus mengeluarkan untuk biaya obatnya saja Rp. 1,2 juta per bulan padahal sebagian besar pasien disini sudah tidak diketahui lagi keberadaanya siapa yang mau nanggung pak?.”Pak Dahlan menjelaskan kendala yang dihadapi rumah sakit ini.

Sepanjang ocehannya hanya berisi keluhan tentang minimnya biaya. Padahal dari tempat parkiran, mobil-2x keluaran terbaru nampak berjajar rapi terparkir.

Dugaanku sih ini mobil-2x pegawai sini dan kantor ruangan pak kepala rumah sakit nampak rapi dan tertata apik dengan fasilitas yang masih baru.

Tetapi begitu memasuki daerah dalam, keadaan sungguh berbeda bagai bumi dan langit tempat ini lebih mirip penjara, eh bukan malah lebih mirip kandang hewan dimana orang-orang yang tidak waras ini berkeliaran bebas tanpa didampingi pendamping.

Pria dan wanita bercampur aduk sebagian besar bahkan berkeliaran telanjang bulat suara riuh rendah dan celoteh-celoteh aneh sahut menyahut. Aku merasa lebih mirip berada di kebun binatang dari pada di rumah sakit jiwa.

Sebenarnya menggelikan juga keadaan seperti ini. Ada berbagai ekspresi yang nampak serius dikerjakan oleh orang-orang tidak waras ini.

Ada yang berfantasi sedang mengail ikan, ada juga yang ribut berorasi dengan nada berapi-api ngoceh tentang dan politik pokonya kocak sekali,sampai aku kesulitan menahan tawa.

Dan lebih gilanya lagi ada beberapa pasien yang sedang bersetubuh pemandangan ini membuatku merasa risih dan jengah

“Ga papa koq pak ketawa aja ngga usah ditahan atau risih. yang tadi itu adalah calon Walikota sayang dia kalah sewaktu pemilihan. Hutangnya sangat banyak sampai harta bendanya terkuras habis untuk biaya berkampanye akhirnya ya seperti itu”Pak Dahlan menceritakan sekilas riwayat pasiennya.

“Bapak tidak geli melihat mereka pak? dan kenapa pasien dibiarkan membaur antara pria dan wanita sehingga bisa terjadi seperti yang itu?”Tanyaku keheranan sambil menunjuk salah satu pasangan pasien sakit jiwa yang sedang asyik bersetubuh.

“Wah sudah tiap hari saya menghadapi mereka sampai bosan pak.”jawab Pak Dahlan. “Lagian tempat ini tidak cukup luas untuk memisahkan pasien pria dan wanita. Tetapi jangan khawatir,Kami sudah bekerja sama dengan dinas kesehatan seluruh pasien pria sudah divasektomi sehingga tidak akan menyebabkan kehamilan jika mereka bersetubuh.”

Setelah menghela nafas sesaat kembali pak Dahlan menerangkan keadaan yang nampak tidak bermoral menurutku.

“Saya mengerti apa yang dipikirkan bapak Adrian,Tapi kami punya alasan tersendiri untuk tetap membiarkan mereka seperti itu.Kebutuhan biologis adalah kebutuhan mahkluk hidup yang paling dasar dan primitif. Tidak peduli pria atau wanita apalagi pada tahap sudah kehilangan kewarasannya, mereka akan beringas jika kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Maaf bukan saya bermaksud merendahkan mereka, intinya mereka sudah tidak ada bedanya lagi dengan binatang. Yang membedakan manusia dengan binatang hanyalah akal sehatnya sayangnya mereka semua itu sudah kehilangan kewarasannya jadi dari segi tehnikal pun tidak memungkinkan untuk tetap menerapkan norma-norma moral dan kesusilaan kepada orang yang sudah hilang kewarasanya.”Walaupun aku tidak setuju sepenuhnya tapi memang ada benarnya juga ucapan pak Dahlan tersebut.

Dalam hati aku berpikir kalau tiap hari bergaul dengan orang yang tidak waras begini salah salah bisa ikut ketularan sintingnya.

Rumah sakit jiwa ini memang tidak terlalu luas tempatnya dari data yang aku peroleh ada lebih dari 350 pasien yang menghuni tempat ini dimana kapasitas normalnya sebenarnya cuma untuk 200 pasien saja. Dengan keadaan seperti ini salah-salah bukannya sembuh tapi malah lebih parah penyakit gilanya.

“Nah yang ini adalah bangsal Isolasi pak Adrian.”Pak Dahlan menjelaskan kepadaku “Hati-hati pak jangan terlalu dekat sebagian pasien yang disini berprilaku buruk.

Aku menatap ke sekeliling memang ruangan ini nampak sunyi ada kira-2×15 kamar, atau lebih tepatnya disebut “kandang” berukuran 2×3meter bau tidak sedap sangat menyengat hidung.

Hanya ada tikar tipis dan sepotong kain selimut tipis yang sudah lusuh dan sangat kotor seember air dan fasilitas MCK yang menjadi satu dengan “Kandang”ini.

Aku asyik berkeliling dan memotret-motret, penghuni bangsal karantina ini. Kebanyakan laki-2x. Dari 15 pasien ada 14 pasien pria dan hanya ada 1 pasien wanita.

Aku tertegun saat menatap pasien wanita ini, wajahnya cantik luar biasa walaupun nampak tidak terurus, tetap saja tidak bisa menyembunyikan kecantikannya yang masih jelas tergambar di raut wajahnya.

Selain itu tidak seperti pasien yang lainnya,yang matanya menatap kosong aku masih bisa mengenali bahwa pasien perempuan ini sepertinya masih punya tanda-tanda kewarasan.

“Pak Dahlan, apa wanita ini benar-2x tidak waras?

“tentu saja pak Adrian, kami memanggilnya amoy.”jawab pak Dahlan.

Aku mengamati perempuan ini lebih lanjut matanya menatap dalam kearahku seakan-akan menjerit minta pertolongan.

Dihadapanku kini berdiri seorang pasien sakit jiwa yang luar biasa cantik. Nampak jelas ia seorang keturunan etnis tionghoa yang mengingatkan ku pada wajah artis mandarin Gong Li.

Rambutnya panjang riap-riapan tidak terlalu rapi tapi cukup terawat panjangnya sebahu.Aku memperkirakan, bahwa gadis ini mempunyai tinggi badan lebih kurang 165 cm dengan berat badan yang menurut perkiraanku kira-2×50Kg dengan ukuran dada 32C besar juga ukuran dadanya.

Kedua tangannya berusaha menutupi dada dan kemaluannya yang berbulu sangat lebat. Sayang tangannya tidak cukup lebar untuk menutupi kemontokan buah dadanya yang tegak membusung.

Sedangkan tangan yang satunya lagi berusaha keras menutupi area selangkangannya. Namun jemarinya juga tak cukup lebar sehingga bulu-bulu kemaluannya yang rimbun masih nampak terlihat jelas menyeruak lewat celah-celah jemari tangannya.

Nampak jelas dia berusaha menutupi ketelanjanganya dan nampak malu dilihat dalam keadaan telanjang bulat seperti itu.

Sebagai lelaki normal melihat pemandangan indah didepan mataku mau tidak mau nafsuku sedikit terusik juga. Meskipun demikian, aku masih bisa mengontrol diri.Mata gadis ini nampak mulai berkaca-kaca seperti berusaha menahan tangis.

“Apa kamu sakit?aku mencoba membuka komunikasi dengan gadis ini dia menggeleng pelan

“Kenapa kamu telanjang bulat apakah kamu tidak diberikan pakaian?aku kembali berusaha mengajak dia berbicara

“Ssst..jangan keras-2x bicara jangan sampai mereka mendengar pembicaraan ini nanti mereka akan membunuh kita ko.”Mulut mungilnya nampak meruncing dengan jari telunjuknya menunjuk kebibir mungilnya

Rupanya dia mengenali aku yang juga sesama etnis tionghoa. Aku berpaling ke pak Dahlan sambil menunjuknya.”Apakah bapak ini yang menyiksamu?”kembali aku menanyai gadis ini.

“Bukan, mereka lagi disana lagi sibuk menguras uang di brankas ko..ko cepat sembunyi jangan sampai terlihat mereka.Telunjuk gadis ini menunjuk ke sebuah ruangan kosong tak nampak apapun olehku.

“Pak Dahlan, apa yang terjadi pada gadis malang ini?”Aku mencoba mengorek informasi dari pak Dahlan.

“Saya sendiri kurang tahu pak tetapi dia selalu mengoceh tentang kebakaran mungkin saya kira yang dimaksudnya adalah kerusuhan mei pada 5 tahun yang lalu. Nampaknya dia korban perkosaan masal dan mengalami guncangan jiwa memang kadang-kadang dia nampak seperti orang waras dia mengaku bernama Susan dan bekerja di sebuah bank swasta ternama. Kami menemukannya 3 tahun yang lalu dalam keadaan hamil tua. berkeliaran seorang diri. Dia terjaring dalam razia ketertiban kota sehingga akhirnya ditampung disini.Kami sudah berusaha menyelidiki asal-usulnya namun sampai sekarang tidak berhasil. Kami memanggilnya amoy.”Pak Dahlan mengakhiri penjelasan singkatnya.

“Arrgh shh…..ampun tolong hentikaaan.”Teriakan gadis itu mengagetkanku. Aku terpelongo menyaksikan gadis itu menarik putingnya sendiri kuat-kuat. Sementara itu tangannya yang satunya lagi memainkan tangannya menggosoki kemaluannya sendiri dengan kencang dan berulang-ulang.

Rupanya dia sedang bermasturbasi tapi kenapa malah berteriak-teriak minta tolong?ah..bodo ah dasar orang sinting aku berusaha acuh sambil tetap menonton aktivitas cabulnya. Kami berdua tersenyum-2x melihat aksi mesum tersebut.

“Sssh aaah Ampunn pak tolong arghh…hentikan saya sudah tidak tahan lagi sshhahh.”Gadis itu menggelinjang hebat nampaknya ia sudah mencapai orgasme bahkan sampai terkencing-2x oleh stimulasi jari-jemarinya sendiri.

Bunyi air kencingnya terdengar jelas bergemericik diruangan sunyi ini.Sementara itu tangannya tetap tidak mau berhenti menstimulasi memainkan kelentitnya yang nampak sudah membengkak berwarna kemerahan akibat dipelintir-pelintir sendiri oleh tangannya.

Matanya nampak sayu menatap mataku seakan mengharapkan aku segera menolongnya.Dari cara menatapnya, aku menjadi iba. Nafsuku yang tadi sempat naik akhirnya surut oleh tatapan matanya yang nampak tak berdaya.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suaranya yang keras.Sekarang gadis itu menggonggong seperti anjing sambil lidahnya menjulur-julur persis seperti anjing yang habis berlari jauh sambil merangkak mengelilingi biliknya. Berguling-guling kesana kemari, gerak tubuhnya menirukan gerak tubuh anjing yang sedang birahi.

“Hauk..hauk…grrgh….Ampunn Bang.. ampun kaing…kaing….saya malu sekali Bang hentikan Bang silahkan ambil seluruh harta saya tapi tolong hentikan Bang.”Sekilas dari pengamatanku, Nampaknya seperti ada yang memaksanya untuk melakukan perbuatan amoral yang memalukan itu. Seolah-olah dia sadar sepenuhnya sedang dipermalukan sedemikian rupa seperti itu.

“Bajingan…..mati kau bangsat apalagi yang kau mau dariku argh,,,,sshhh ampun egh….”Kini matanya liar menatap kami berdua dengan penuh kebencian. Aku sampai bergidik merinding sementara tubuhnya menggelinjang semakin liar menahan dorongan birahi.

Tubuhnya terguncang hebat saat tangan kanannya menarik ujung puting payudaranya sendiri kuat kuat sementara itu tangan yang satunya lagi bergerak liar tanpa kendali, mencabuti bulu-bulu kemaluannya yang menggumpal lebat. Nampak beberapa helai bulu kemaluannya tercecer ke lantai yang sudah berlumut tersebut.

Aku bergidik ngeri sekaligus iba akan keadaan gadis itu akhirnya kami berdua meninggalkannya.

Aku benar-benar tidak menyangka bahwa kenyataan yang aku saksikan ternyata lebih parah dari isyu yang aku dengar.

Sepanjang perjalanan, aku terus memikirkan Gadis cantik yang malang itu entah kenapa ada sesuatu yang menarik hatiku pada dirinya. Dalam Hati, aku ingin mengorek keterangan lebih lanjut lagi mengenai gadis malang itu.

Pak Dahlan begitu gembira ketika aku menjamunya makan disebuah restaurant mewah dibilangan Jakarta Timur sehingga dengan mudah aku sudah mengantungi izin untuk mewawancarai gadis malang ini.

Kejadian sepanjang hari ini benar-benar merupakan pengalaman yang tak terlupakan setelah melakukan pembicaraan dengan pak Dahlan,akhirnya aku sepakat untuk kembali lagi keesokan harinya.

Setiba dihotel, Aku terus merenung membayangkan kejadian sepanjang hari ini tubuhku terasa penat sambil berendam air hangat tanpa tersadar aku telah tertidur.

Dalam mimpiku, aku bermain cinta dengan dengan Susan yang berparas ayu.Dengan lembut aku menghisap puting payudaranya kumainkan lidahku secara bergantian menghisapi kedua putingnya. Payudaranya yang besar membekap wajahku sehingga aku susah untuk bernafas.

Dapat kurasakan kelembutan kulit payudaranya yang selembut busa sabun.Putingnya berwarna coklat kemerahan perlahan tapi pasti mulai mengacung akibat stimulasi lidahku menandakan gairah Susan sudah terpancing.

Payudaranya yang berukuran 32C menggelantung bebas tanpa penyangga. Nampak begitu sempurna indah dipandang mata, memancing nafsu birahi setiap pria yang memandangnya.

Begitu nyata rasanya saat kemaluannya mulai menghisapi dan memijit-mijit batang kemaluanku dadanya semakin membusung ketika aku semakin erat mendekapnya.

Erangan-erangan nikmat meluncur deras tak beraturan dari mulut mungilnya kepalanya menyandar lunglai didadaku tak kuasa menahan sensasi kenikmatan badani.

Dalam keadaan kelamin kami yang tetap menyatu,aku mengangkat tubuhnya batang kemaluanku kini telah masuk secara penuh pada liang kewanitaannya. Ujung penisku mulai berdenyut-denyut kencang memuntahkan cairan nikmat yang selama ini bertumpuk.

Kebahagiaan kami mendadak terenggut oleh segerombolan bayangan yang tidak begitu jelas siapa gerangannya. Menarik tubuh bugil Susan dari dekapanku.

Lolongan memilukan Susan, sayup-sayup lenyap ditelan kegelapan aku tersadar dari tidurku cairan sperma membanjiri selangkanganku.

Dalam hati aku merasa berdosa kenapa aku bisa mempunyai fantasi sexual kepada gadis yang seharusnya dikasihani. Tetapi sebagai lelaki normal harus diakui berat rasanya untuk memungkiri daya tarik sexuil dari Susan si gadis malang tersebut.

“Pagi pak,mari langsung saja. Tapi maaf saya tinggal ya pak masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan tapi bapak jangan khawatir Pasien ini sudah saya amankan dengan jaket pengaman dan kalau ada sesuatu pencet saja tombol bel ini.”Dalam hati Aku malah bersyukur karena dengan demikian aku bebas mewawancarai pasien cantik ini.

Kami duduk berhadapan. Untuk beberapa saat aku terdiam sejenak mengamati Susan.

Pagi ini rupanya dia telah dimandikan keadaannya lebih baik dari kemarin cuma yang membedakan sekarang tubuhnya dibalut ketat Jaket khusus pengaman untuk pengidap penyakit jiwa.

Bau sabun mandi murahan masih sempat tercium olehku dengan ekor rambutnya yang masih sedikit basah semakin menguatkan aura kecantikan yang terpancar diwajah orientalnya. Sulit dipercaya wanita cantik yang duduk dihadapanku ini adalah pengidap penyakit jiwa yang cukup parah.

Aku memajukan kursiku untuk lebih dekat duduk dihadapannya ditanganku kini juga tergenggam sebuah alat mirip pena yang berfungsi sebagai alarm darurat jika terjadi sesuatu.

Ruangan ini sebenarnya merupakan kamar tamu berukuran 3×4 kedap udara tidak ada jendela hanya ada satu pintu mungkin maksudnya supaya tidak terganggu oleh suara berisik dari luar.

“Hai..bagaimana khabarmu pagi ini?”akhirnya aku mulai mencoba memancingnya bersuara aku ragu apa dia bisa berkomunikasi denganku? Sejak kami masuk ruangan ini, matanya menatap tajam kepadaku entah apa yang ada dalam pikirannya.

“Menurutmu aku bagaimana sekarang?”Dia malah balik bertanya. Aku bersyukur ternyata dia mau meresponku.

“Perkenalkan, namaku Adrian..maaf kalau aku mengganggu apakah kamu keberatan aku disini?”Mata beningnya kembali menatapku beberapa saat seakan dia sedang menyelami maksud kedatanganku.

“Aku rasa koko orang baik…tolong saya ko saya sudah tidak tahan lagi seperti ini.”Matanya mulai berkaca-kaca sehingga aku yakin siapapun yang melihat akan jatuh iba kepadanya.

“Bagaimana aku bisa menolongmu?”aku berusaha untuk tidak terpancing emosiku. Aku tahu persis dihadapanku ini adalah pasien penyakit jiwa yang omongannya tidak bisa dipertanggung jawabkan jadi aku berusaha tetap rasional.

“Keluarkan saya dari sini ko…tolonglah saya percaya koko bisa menolongku.”Sulit dipercaya kalau orang dihadapanku ini ternyata sinting jawabannya begitu memelas dan tidak ngaco seperti orang yang terguncang jiwanya.

Seandainya kemarin aku tidak melihat dengan mata kepalaku sendiri akan segala aksi cabulnya kemarin yang sangat memalukan, aku tidak akan percaya bahwa wanita cantik didepanku ini adalah seorang pasien penyakit jiwa.

“Aku pasti akan menolongmu keluar dari tempat ini tapi sebelumnya aku mau tahu semuanya tentang dirimu. Aku harap kamu bisa bercerita secara jelas apa sebenarnya yang terjadi padamu sehingga kamu sampai berada di tempat sini. Apakah kamu bersedia?”dalam hati aku bertekad untuk menyelamatkan pasien sakit jiwa ini. Tetapi sebelumnya aku harus tahu seberapa parah tingkat kegilaanya. Hal ini akan bisa aku ketahui dari hasil wawancara ini.

“Percuma aku bercerita toh koko juga tidak akan percaya kepada orang gila sepertiku bukan?”setelah mengambil nafas dalam-dalam muncul jawaban yang sungguh mengejutkanku.

“kalau kamu tidak mau bercerita juga tidak apa-apa tapi maaf tanpa aku mendengar kisahmu aku tidak bisa menolongmu. Semua orang disini menyebutmu, maaf gila. Tetapi aku tengah mempertimbangkannya setelah pembicaraan singkat kita sampai saat ini. Sepertinya kamu tidak segila seperti yang disebut-sebut pak Dahlan. Maaf aku tidak bermaksud menghinamu ini murni pertanyaan dari dalam hatiku,Apakah kamu gila?”dengan hati-hati aku mencoba mengupasnya lebih dalam.

“kalau aku bilang bahwa aku tidak gila apakah koko akan percaya?”Dengan hati-hati dia mencoba bertanya kepadaku.

“Tergantung,….Ceritakanlah semuanya. Aku punya banyak waktu untuk mendengarkanya dan jangan khawatir aku sudah pernah mendengar hal-hal aneh. Memang adakalanya ada fenomena-fenomena yang tidak bisa dibuktikan tetapi nyata ada,sehingga bagi yang menceritakannya pun bisa dianggap gila.”Nafasnya terdengar berat matanya kini kosong seakan menerawang ke suatu tempat yang nun jauh disana.

“Namaku Susan, aku sebelumnya bekerja disebuah bank swasta ternama di bilangan jakarta barat. Aku masih ingat hari itu rabu 13 Mei 1998 pagi itu sebenarnya aku tidak mau berangkat bekerja.

Aksi kekerasan yang menewaskan mahasiswa kemarin semakin menambah panas kota Jakarta Tetapi ibu Hilda selaku kepala cabang bank kami sudah memberi ultimatum kepada kami semua agar tetap masuk kerja.

Bank kantor cabang kami mengalami selisih uang akibat di rush secara besar-besaran pekan kemarin jadi tugas kami selaku teller harus berkoordinasi dengan tim audit dan accounting untuk melacak aliran dana.

Pagi itu hari cerah. Sama sekali tidak terpikir olehku akan menjadi lembaran paling kelam dalam hidupku. Jalanan lenggang entah kenapa banyak orang-orang bergerombol disepanjang jalanan hanya sesekali kendaraan yang melintas jalan ini yang biasanya macet luar biasa.

Aku masih mencemaskan ayahku yang habis terkena serangan stroke ringan. Terus terang aku tidak begitu mempercayai adikku yang masih suka bermain-main dengan kawannya untuk menjaga papaku sendiri.

Aku berulang kali mengingatkan adikku agar jangan lupa memberikan obat kepada papa, keadaan papa kini cukup menyedihkan semenjak kematian mama 3 bulan yang lalu papa begitu terpukul dan merasa sangat bersalah atas kematian mamaku.

Papa menganggap dirinya yang paling bertanggung jawab atas kematian mama akibat kecanduannya bermain judi yang telah menghabiskan harta keluarga.

Semua anggota keluarga yang lain sangat membenci papaku yang kecanduan judi sehingga setelah kematian mamaku kami nyaris putus hubungan dengan family yang lain.

Dulu keluarga kami hidup berkecukupan aku bahkan bisa bersekolah sampai perguruan tinggi. Semua menjadi bencana sejak papa mulai ketagihan bermain judi 5 tahun terakhir ini.

Semua usaha yang telah puluhan tahun dirintis mamaku habis dalam sekejap Mama tidak bisa menerima kenyataan bahwa kini kami telah jatuh miskin akibat beban pikiran yang terus menumpuk akhirnya mama sakit keras dan meninggal.

Meskipun papa punya kebiasaan buruk berjudi tetapi sebenarnya dia sangat sayang kepada keluarga tiap kali mendapat kemenangan dalam berjudi dia tidak segan-2x menghamburkan uangnya untuk menyenangkan keluarga.

Hingga ajal menjemput mama, papaku menjadi shock dan kini terkena stroke ringan. Kini dia bicaranya pelo tapi untung masih bisa berjalan.

Menurut kepercayaan, jika sedang mengalami sial bisa akan beruntun sampai 7 kali baru selesai.Tetapi sebagai orang yang taat beribadah aku tidak lagi percaya akan cerita takhayul orang tua seperti itu lagi.

Kini kami sekeluarga telah pindah rumah dari rumah kami yang megah di daerah jakarta utara ke rumah kecil sederhana didalam gang di suatu wilayah di bilangan jakarta barat.

“Suit…..suit….,hey cici mau kemana pagi-pagi begini?Aku bener-bener kesal dengan mereka, segerombolan pemuda pengangguran yang biasa nongkrong dimulut gang rumah kami.

Seloroh-seloroh mesum yang tidak senonoh sering mereka ucapkan saat menggodaku. Kadang aku menangis sendiri menyesali nasib keluarga kami yang buruk tapi mau bagaimana lagi sudah begini keadaannya.

Aku cuma bisa diam tidak melayani mereka bagaimanapun juga aku takut sesuatu akan terjadi jika aku mendamprat segala kekurang ajaran mereka.

“Sial kenapa mobil angkutan kota tidak muncul-muncul?” dalam hati aku mengumpat karena harus lebih lama berdiri mendengarkan gurauan-gurauan jorok pemuda pengangguran tersebut.

Keadaan jalan tidak memungkinkan aku untuk mencari tempat yang agak jauh dari tempat mereka berkumpul.Dari rumahku ke tempatku bekerja sebenarnya tidak terlalu jauh tetapi untuk berjalan kaki menuju kesana tentu akan melelahkan.

“Hai..san ikut yuk.”Aku bersyukur ketika rekan kerjaku Merry kebetulan lewat dengan mobilnya. Tanpa banyak bicara lagi aku segera ikut dengannya.

Sepanjang perjalanan kami asyik membicarakan pekerjaan kami sesekali aku memperhatikan jalanan ketika massa yang berkumpul disepanjang jalan nampaknya mulai bertambah banyak sayang kami tidak terlalu mengacuhkanya ketakutanku akan kehilangan pekerjaan memaksaku untuk tetap masuk kerja hari ini.

“Anak-anak, langsung saja kita ke lantai atas untuk meeting. Hari ini Bank diliburkan mengingat keadaan yang tidak memungkinkan,ini bagus juga sehingga kita akan konsen melacak aliran kas uang pada kantor kita ini.”Ibu Hilda ternyata sudah lebih dulu tiba.

Hanya kami ber lima yang hadir semuanya wanita saat itu kantor bank hanya di jaga Pak Harjo, pensiunan polisi yang kini bertugas menjadi petugas keamanan di bank tempat kami bekerja.

“Gubrak…..brank….Prank..!!”Suara Gaduh dilantai bawah membuyarkan keasyikan kami berdiskusi ditambah lagi dengan tergopoh-gopoh pak Harjo lari menghambur ke ruangan tempat kami meeting.

“Ibu Hilda….kalian sebaiknya cepat lari…sembunyi..”Kulihat muka pak Harjo pucat wajahnya seputih kertas dengan nafas memburu tak beraturan.

“Ada apa pak Harjo?”kami semua ikut panik melihat keadaan pak Harjo yang seperti ini.

“Cepat Kalian lari sembunyi massa sudah berhasil masuk kedalam kini mereka sedang menjarah uang yang tersimpan di brankas lantai dasar.”Pak Harjo terengah-engah berusaha berbicara dengan jelas.Sementara itu dari balik jendela dari ruangan kami rapat di lantai 3 nampak asap hitam sudah mengepul di berbagai penjuru ruko tempat kantor bank kami berada.

Kami semua kebingungan mau bersembunyi dimana lagi ruangan ini adalah ruangan meeting cuma ada meja lebar dan beberapa kursi tidak ada suatu bendapun yang bisa kami jadikan tempat bersembunyi.

“Braak…”Ketika akhirnya pintu ruangan berhasil didobrak masa.Puluhan orang yang bertampang bringas berlarian menghambur masuk.

“Hai…kalian Cina-cina rasakan pembalasan kami hari ini kalian sudah menyengsarakan negeri ini. Kini kalian harus membayar beserta bunga-bunganya”Kaki kami semua langsung lemas tak berdaya salah seorang dari mereka menatap beringas kepada kami.

“Sabar pak..saya minta kalian semua pergi dari tempat ini.Saya ini mantan aparat. Teman saya masih banyak yang berdinas aktif dikantor”Pak Harjo mencoba bersikap tegar menghalau mereka.

“Heeh tua bangka sudah bosan hidup ya sok jago mau melindungi cina temen-2x hajar dia..hari ini jakarta tidak ada aparat tidak ada hukum jangan takut kini saatnya kita berpesta.”dalam sekejap beberapa orang yang sudah beringas sejak tadi langsung mengeroyok pak Harjo suara erangan dan teriak kesakitan terdengar dari mulut tua pak Harjo

Meskipun dalam keadaan babak belur, akhirnya pak Harjo Bisa meloloskan diri dan segera lari terbirit-birit meninggalkan kami.

Beberapa orang yang tadi memukulinya sempat akan mengejar tetapi dicegah oleh kawan-kawannya.”Sudahlah biarkan saja dia masih saudara kita juga. Lebih baik kita kerjain saja ini amoy-amoy cina.

Puluhan pasang mata yang bersinar kejam memelototi kearah kami.Sehingga kami semua langsung gemetar mendengar ancaman gerombolan barbar ini.

Kami terpojok disudut ruangan tanpa bisa bergerak lagi ketika mereka semakin mendekat.”Buka baju kalian sekarang cepat”Suara parau mereka terdengar sangat mengerikan.

“Ampun pak jangan perkosa kami saya tahu kunci brankas penyimpanan uang bapak bisa ambil semaunya tetapi tolong lepaskan kami.”Bu Hilda berusaha bernegosiasi dengan salah seorang dari mereka.

“Banyak bacot lu cina dengerin ye..ente copotin baju ente sekarang, juga sampe ke dalemanya dan baru ente antar kami ke brankas itu cepet lakukan!”Suara salah seorang perusuh itu langsung menciutkan nyali kami semuanya.

“Ampun bang jangan bang…tolong..!”Tubuh ceking bu Hilda langsung tersungkur tak kuasa menerima gamparan tangan kekar si perusuh itu.Nampak darah segar langsung mengucur deras dari sudut bibirnya.

“Dengerin anak-anak kita kasih satu kesempatan lagi kalau tidak mau menurut,lemparkan mereka semua ke bawah biar mampuss semua!!Sinar kebencian nampak membara dikilatan matanya. Entah setan apa yang menghinggapi massa perusuh ini sehingga begitu brutal.

Dengan berat hati kami berlima akhirnya menuruti kemauan mereka badan kami mulai menggigil kedinginan ketika hanya menyisakan kutang dan celana dalam yang masih melekat di badan kami.Tak pernah terbayangkan oleh kami semua jika harus melepaskan seluruh busana kami dihadapan pria-pria kasar ini.

“Heh budek semuanya, ya daleman juga kudu dicopot ngarti kaga lu!! Jon Angkat cina tua ceking yang bawel ini lemparkan dia keluar dari jendela!!Tubuh bu hilda yang sudah lemas langsung diangkat beramai-ramai oleh mereka hendak dilempar keluar darijendela ruangan kami yang berada dilantai 3.

“Ampun bang….jangan!” buru-buru kami melepaskan sisa penutup terakhir pakaian yang masih melekat ditubuh kami. Kini kami berlima telah telanjang bulat dihadapan mereka. Aku mulai menangis belum pernah aku dipermalukan sedemikian rupa seperti saat ini dihadapan pria kasar seperti mereka. Bahkan dengan kekasihku sekalipun belum pernah aku berbuat asusila diluar batas kewajaran

“Heeh budeg lu ya?!…ente lepasin celana dalamnya atau ente mau mampus ya?!!”seorang pria bertato yang nampaknya pemimpin gerombolan itu matanya mendelik marah memandangku sambil mengumpat-umpat kasar.

“Sudah bang…sudah aku lepasin…semuanya”Aku sungguh ketakutan ketika matanya seakan-akan hendak menelanku bulat- bulat.

“Halaah….banyak bacot lu heh jono lempar keluar cina yang satu ini.

“ha…ha…Sabar boss mata ente jereng ya boss? ini jembut boss bukan cangcut. Cewek ini jembutnya naudzubilah lebat amir…”Aku terkejut ketika secara tiba-tiba si Jono ini mengobel dan menjambak secara kasar bulu-bulu kemaluanku.Tangan-tangan kokohnya dengan kasar meremas-remas payudaraku.

Aku samasekali tak kuasa untuk mencegah perbuatannya yang melecehkanku dihadapan kawan-kawannya. Semua gerombolan massa perusuh itu tertawa terbahak-bahak menyaksikan perbuatan Jono terhadapku.

Seorang dari mereka mengumpulkan baju-baju kami yang berceceran dilantai dan mulai membakarnya kami berlima digiring turun ke lantai bawah tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuh kami.

Sementara itu Bu Hilda dipaksa mereka untuk membuka brankas penyimpanan uang.Mereka begitu berang ketika mendapati uang yang tersimpan di brankas tidak sebanyak yang mereka bayangkan

Bank tempatku bekerja adalah kantor cabang pembantu. Dimana uang tunai yang terkumpul setiap sore akan dikirimkan kekantor pusat tetapi percuma memberi penjelasan seperti itu kepada mereka yang sudah kesetanan.

“Heh..lu berani menipu kami ya rasakan ini”Ibu Hilda langsung dihajar habis-habisan oleh mereka.

“Sekarang kalian semua naik kemeja ini hayoo cepat lalu jogedan(menari) yang hot..kalo ngga hot kalian akan langsung aku bunuh ngarti kaga!!”Dengan ragu kami naik ke meja tempat teller melayani nasabah,dan mulai mencoba bergoyang sebisa kami.Ibu Hilda yang sudah berdarah-darah berdiri terhuyung-huyung juga dipaksa ikut.

“He…lu yang udah kisut tokednya payah lu ngga pernah dientot ya?!! dari tampang lu gue yakin lo perawan tuwir!”Wajah bu Hilda langsung menjadi semakin merah harga dirinya hancur berkeping-keping dilecehkan seperti itu.

Mereka mulai bertepuk tangan menyoraki aksi kami. Siulan dan komentar-komentar cabul bersahut-sahutan.Mungkin karena sudah dihajar habis-habisan Ibu Hilda limbung dan terjatuh.

“Dasar perawan tua mampus aja lo…tapi gue cukup baik hati sebelum mampus,memek lo akan gue kasih enak dulu. Tapi sorry ye bukan pake kontol, lantaran kontol gue ngga bisa ngaceng..ngga nafsu liat tampang lo yang kaya nenek sihir.

Anak-anak angkat dia!!”lima orang meloncat maju mengangkat tubuh bu Hilda yang sudah tak berdaya salah seorang dari mereka segera mengangkangkan paha bu Hilda dan menghadapkannya pada pria beratato yang mungkin pemimpin gerombolan massa itu dan dengan kasar pria itu segera merabai kemaluan bu Hilda dan mulai mengocok-ngocoknya.

Bu Hilda nampak merintih-rintih dia mengigit bibirnya sendiri berusaha mati-matian untuk tidak terangsang tetapi sekuat apapun usahanya reaksi alami tubuhnya tidak bisa memungkirinya.

Secara otomatis pinggulnya ikut bergerak sendiri mengikuti irama jari-jari pemerkosanya yang tengah asyik memainkan klistorisnya.

“Hehh..gimana keenakan ya ?!”Gelak tawa riuh rendah pun bergema seakan memecahkan ruangan ini tanpa begitu lama,setelah bu Hilda selesai mereka kerjai,beramai-ramai mereka langsung melemparkan tubuh bugil bu Hilda keluar dari jendela lantai 2.

Kami semua menjerit histeris menyaksikan kejadian brutal tersebut serempak kami semakin kencang bergoyang.

“Apa-apaan nih..?Jogedan kalian ngga nafsuin sama sekali heeh..comot yang amoy gemuk itu mampusin aja dia.”kembali mereka akan mengeksekusi. Kali ini Merry menjadi korban tubuh gempalnya gemetaran. Tanpa sadar merry sampai terkencing-kencing.

“Dasar makin mirip babi aja lo..hayo maju kemari… sambil merangkak!! babi ngga bisa jalan pake 2 kaki Gue belum pernah ngentoot sama cina gemuk. Hari ini gue mau coba rasain!”Tanpa malu-malu lagi pria bertato itu melepakan celananya. Teman-temannya bersorak-sorai ramai menyemangatinya.

Batang Kemaluannya yang hitam legam segera mencuat nampak begitu besar dengan bulu-bulu kemaluan yang juga hitam keriting menghiasi pangkal kemaluannya.

Meskipun belum terlalu tegang,Kemaluan pria itu nampak bergoyang-goyang mencoba ereksi.Pantat Merry mulai diremas-remasnya. Sejenak kemudian dia meludah berulang kali tepat di belahan bongkahan pantat itu dan langsung menancapkan kemaluannya yang sudah separuh tegang.

“Lo harus bersyukur sebelum mampus lo sudah ngerasain kontol gue. Coba kalo gue ngga baik hati lo bakal mati penasaran jadi perawan tuwir kaya senior lo yang sudah mampus tadi.”Merry menangis meraung-raung tanpa dihiraukan sama sekali oleh mereka ketika akhirnya lelehan sperma bercampur darah keperawanannya nampak menetes-netes dari selangkangannya.

“Dasar cina. Cepet banget beceknya…perut gue jadi mules setelah ngentotin lo..”Sumpah serapah meluncur deras dari mulut kotor pria bertato tersebut

“Kadir…Jono…kalian pegangin die gue mau boker dan babi ini harus makan taik gue”Mereka berdua langsung menghambur ke arah merry tapi kali ini merry melawan sehingga mereka berdua kesulitan menjinakan merry sebelum akhirnya merry tergeletak pingsan setelah kepalanya dihajar tiang besi pembatas antrean.

Pria bertato itu langsung berjongkok diwajah merry tak begitu lama setelah mengejan kotorannya berceceran berhamburan diwajah merry segera tercium aroma tidak sedap bau kotoran manusia.

“Busyeet boss lo makan apaan anjriit bau banget taik loo..”para anak buahnya protes begitu bau menyengat menjejali hidung mereka.

“Begoo yang namanya taik dimane-mane ya bau tolol.”lalu dia menggunakan rambut merry untuk membersihkan pantatnya yang masih belepotan kotorannya.

Setelah itu ia memerintahkan anak buahnya mengangkat tubuh merry yang sudah pingsan dan melemparkannya keluar jendela seperti yang mereka lakukan kepada bu Hilda.

Kini Tinggal kami bertiga saja Tubuh sintal A ching diseret oleh gerombolan itu dan segera diperkosa beramai-ramai dia masih berusaha gigih mencoba melawan untuk mempertahankan kehormatannya.

Mungkin karena kesal, salah seorang pemerkosa itu tiba-2x memukul perut A ching tepat di ulu hati A ching langsung sesak napas..

”kalau lo nggak berhenti berontak saya bisa lebih keras..!. Sekarang mau menikmati apa menderita”Katanya, tapi A ching tidak bisa menjawab A ching sesak napas matanya berkunang-2x Aching mulai menangis tubuhnya lemas.

”Bagus.” Katanya dan dia pun mulai kembali mengulum dan mempermainkan pentilnya.”Heh lo pentilnya gede juga ya” lalu setelah dirasa A ching tidak banyak berontak dia mulai turun dan mempermainkan Kemaluannya.

Pertama di bukanya lebar-2x lalu diselipkanya lidahnya diantara liang vagina lalu seperti lidah ular, lidahnya bergetar cepat menjilat-2x itil Aching.

Saat itu benar-2x sensasi yang aneh. Belum pernah Aching merasakan itu sebelumnya. Bahkan Andy pacarnya sekalipun belum pernah berbuat amoral kepada dirinya seperti itu. Rasanya sulit dilukiskan

Auuggghhhh…ohhhhhh Aching mulai melenguh keenakan dan tampaknya para pemerkosanya tahu dan tanpa disadarinya, dari tadi para pemerkosanya tersenyum-senyum kurang ajar kegelian.

Seolah tersadar, Aching kembali berontak. Ada rasa malu di dalam dirinya, kenapa bisa-2xnya terangsang di oral pria yang bukan kekasihnya dan disaksikan serta dilecehkan pula oleh gerombolan massa yang beringas.

Aching kembali meronta. Tapi tiba-2x “Tarrrrrr…!!” Pria botak yang mengerjainya menampar keras di pipi Aching hingga terasa seolah-2x ada bekas telapak tangan dipipinya. Kemudian dia menjepit puting Aching, memelintir kemudian ditariknya keras-keras sehingga sedikit membengkok kebawah.

Aching rasanya benar-2x sangat kesakitan hingga hampir tak tertahankan dan cukup manjur kembali menghentikan perlawanannya.

“Terus ngelawan pentil kamu copot” katanya, kudengar pria botak itu tertawa terkekeh-2x terdengar suaranya menyeramkan sambil terus mengoyangkan pinggulnya.

”Sekarang mau anteng nggak?!!” mendengar itu Aching langsung terdiam tapi ternyata dia tidak puas “mau anteng tidaaaakkk” teriaknya sambil memelintir dan menarik putingnya keras keras. Dari Raut wajah Aching, tergambar rasa sakit yang luar biasa. Aching pun terpaksa menganggukkan kepalanya.

Pria botak itu mulai kembali memainkan itil Aching dengan jarinya sementara mulutnya mengenyot kedua puting susu Aching bergantian.

“Ehhhhhhh aghhhhhhh bang jangaaannnnnnnn kata Aching setengah meracau kenikmatan.

Kulihat Pria botak itu tahu Aching terangsang hebat sedang rekan-rekannya kembali terkekeh sambil terus menonton adegan cabul itu.

Akhirnya dengan rasa yang sangat malu,”Oeuuuuuhhhhhh abang sayaaaaaaaaaa hehhh keluarrrr..” Tanpa sadar kata-2x itu terucap dari mulut Aching memalukan. Tapi itu kenyataaan, bahkan setelah pingsan tak kuasa menyaksikan segala kengerian yang telah terjadi,tubuh polosnya yang sudah tiada daya masih terguncang-guncang hebat tanpa ampun masih dilumat gerombolan massa beringas yang mirip binatang buas.

Dengan bengis mereka menggantung tubuh bugil yang sudah tak berdaya itu. Puluhan kemaluan pria laksana tombak tumpul bergantian menjejali liang kemaluannya.

Sedangkan Yenni yang juga rekan sekantorku semakin menjerit-jerit histeris menyaksikan perkosaan brutal temanya.

Mereka pun tertawa-2x. Kulihat pria gondrong yang tadi membantu sibotak memperkosa Aching membuka celana dan bajunya, dan astaga penisnya besar sekali rasa-2xnya hampir sepanjang 20 cm dan diameternya itu jauh dari milik pria botak rekannya.

Yang menakutkan adalah urat-2xnya yang terlihat menonjol. Penis besarnya mengacung keatas benar-2x pemandangan yang luar biasa menakjubkan tanpa sadar mata Yenni terus memandang kesitu

”Hehehe suka ya. Sini duduk jangan ngeliat dari jauh terus” Katanya sambil menarik paksa Yenni duduk dan menyodorkan penisnya kemulutnya.

“Ayo dikenyot awas kegigit saya hajar kamu” Yenni begitu ketakutan belum pernah sekalipun dia telanjang bulat didepan pria apalagi yang minta di oral seperti ini .

Walaupun dulu Yenni dan saya sering melihat di film porno, tapi tidak menyangka harus melakukannya sendiri, terhadap pria yang bukan suami sendiri lagi.

Melihat Yenni ragu-2x pria gondrong dekil itu tiba-2x menjambak rambut Yenni dan memaksa memasukan penis besarnya kemulutnya, sehingga Yennipun terpaksa mengulumnya.

Suatu gairah aneh muncul didalam diri Yenni saya bisa merasakannya dari gerak tubuh Yenni ketika melakukannya.Sementara botak dan rekan-rekannya yang lain tetap menyaksikan dengan serius adegan itu.

Seolah-2x Yenni merasa diberi semangat oleh suporter,sehingga Yenni benar-2x mengulum dan menghisap penis itu sekuat kemampuannya dengan HOT.

“Eahhhhh terus bangsat terus pelacurrrrr” Mendengar kata terakhir, Yenni terkejut dan hampir berhenti. Tapi si gondrong kembali menjambak rambut Yenni kuat-2x dan menekan penisnya jauh ke dalam mulutnya. Hingga akhirnya Yenni terpaksa meneruskan dan tidak berapa lama tiba-2x tubuhnya mengejang dan kepala Yenni ditariknya kuat-2x, sehingga penis itu masuk lebih dalam dan dia memuntahkan maninya didalam mulut Yenni.

Rasa mual membayangkannya menyebabkan Yenni hampir memuntahkannya. Tapi seolah-2x si gondrong mengetahui niat Yenni.”berani muntahin saya hajar kamu.”

“Sekarang kumur-2x dulu lalu telan.cepat!!” Yenni dengan sedikit mual akhirnya mengumur-2x mani itu di mulutnya. Si Gondrong menyuruh botak mendekatkan wajahnya untuk mengawasi Yenni

”Tahan dulu jangan di telan coba buka mulut kamu saya mau liat” katanya Yenni melakukannya dan air mani itu mengalir sedikit keluar dari mulutnya.

”Cepat kumur-2x lagi.” Yenni pun mengumur-2x dan ”Oke cukup sekarang telan”Sekali lagi gairah aneh muncul apalagi sambil si botak mengawasinya dari jarak sangat dekat.

Kemudian si gondrong dekil ini, menyuruh Yenni berbalik dalam posisi merangkak. Tiba-2x dia memasukan penis besarnya kedalam kemaluan Yenni.

Yenni begitu terkejut dengan sensasinya. Penis itu begitu padat dan keras. Terasa sangat penuh

“Eh benar-2x serasa dilangit”. Dia mulai mengoyangkan pantatnya dengan cepat sehingga Yenni ikut bergoyang-2x tapi tanpa sadar, sebenarnya Yenni telah menyambut dengan antusias setiap sodokannya.

Ini terbukti beberapa kali si Gondrong sengaja berhenti bergoyang dan Yenni terlambat berhenti bergoyang sehinga setiap ini terjadi, gerombolan massa yang mengerumuninya tertawa keras.

”Sudah mulai menikmati ya.hahahah dasar pelacur murahan” Awalnya Yenni benar-2x merasa terpukul mendengar itu. Tetapi Yenni kembali dilingkupi perasaan aneh Yenni jadi lebih kencang bergoyang menyongsong kenikmatan.

Dan tanpa terasa si Gondrong sudah berdiam berhenti bergoyang, hanya Yenni yang bergoyang maju mundur penuh gairah.(memalukan).

Mereka tertawa-2x si Botak kembali mendekatkan wajahnya kewajah Yenni yang saya tahu pasti sedang terlihat sangat horny, terlihat dari reaksi Si botak yang tertawa-tawa cekikikan menyaksikan korbannya.

Tiba-2x si Gondrong menahan gerakan pinggulnya. Yenni seolah kesetanan masih berusaha bergoyang.

”Sabaarrr tahan dulu lonteee saya mau pakai cara lain aja” Lalu dia mencabut penisnya.

“Plok..!!” Suaranya terdengar keras karena vagina Yenni sudah basah oleh cairan vaginanya sendiri. Dengan napas tersengal-2x Yenni memperhatikan si gondrong bangkit dan kemudian duduk dengan santainya di sofa tempat duduk nasabah.

“Kesini…!!” dia memanggil Yenni sambil memberi isyarat agar Yenni menghampirinya dalam kadaan merangkak

Setelah dekat, dengan telunjuknya dia memberi isyarat kepada Yenni untuk berputar dan kemudian mengarahkan pantat Yenni yang sedikit menungging kearah penisnya dan “sleppp” Kembali penisnya masuk ke vagina Yenni.

Badan Yenni bergetar hebat ketika kepala kemaluan pria yang seperti jamur itu menghunjam dengan cepat ke dalam vaginanya. “Eughhhh…”. Yenni melenguh hampir-2x Yenni histeris karena menahan nikmatnya.

Setelah itu, sambil dengan santainya dia duduk. ”Sekarang goyangkan pinggul mu kaya tadi lonte…!!” Katanya sambil menampar keras-2x pantat Yenni.

Yenni demikian terkejut. Tapi tanpa disuruh dua kali dia segera bergoyang maju mundur. Sedangkan si Gondrong dekil ini, masih tetap duduk dengan santainya sambil terus berulang-2x menampar pantat Yenni

“Cetarrrr..cetar..!! Botak gue gemes banget sama ini pantat putih banget. Kalah pantat burik lonte langganan kita” Yang diajak bicara tetap diam sambil tetap serius menyaksikan si gondrong menyetubuhi korbannya

“Aughhhhhhh Bang jangaaaaan siiiiiigghhhhksaaaa sayaaaa” Yenni merasa tersiksa karena rangsangan yang hebat dan gairah aneh yang mengebu-2x sedang si Gondrong dengan santainya duduk membiarkan Yenni yang bekerja maju mundur menggoyangkan pantatnya sendiri.

”Hahahahaha, terus pelacurrrr” “dasar cewe gatellll ayooo kalo mau klimaks harus kamu sendiri yang raih .Ughhtttttttt uenaaaakkk dasar lonteeee” enaak setan” Yenni pun makin cepat memacu gerakannya sampai tiba-2x Yenni merasa tubuhnya bergetar hebat.

Belum pernah Yenni merasakan ini meskipun yenni sudah beberapa kali bercerita kepadaku tentang enaknya bermasturbasi.

Dan”Aughhhhhh Bang saya keluaaaarrrrrr” Yenni pun jatuh tersungkur dengan pantat menungging sementara penis Si gondrong masih menancap di dalam.

”Kurang ajar siapa yang suruh klimaks duluaaan..!!”kemudian dia membalik tubuh bugil Yenni hingga terlentang lalu kedua kaki Yenni diangkat keatas hingga lututnya menyentuh payudara, sehingga kemaluannya yang juga berbulu lebat terpampang lebar-2x

Yenni sudah tergolek lemas karena klimaks. Si Gondrong kemudian menancapkan kembali penisnya di vagina Yenni.

”Uuuggghhhhhhh Bang..” Sekali lagi rasa nikmat luar biasa menjalar ditubuh Yenni, membuatnya seperti mengambang di langit.

Saat itu wajahnya begitu horny sebab si Botak kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Yenni untuk menyaksikan dari jarak yang sangat dekat ekspresi keenakan korbannya.

Pinggul Yenni kembali terangkat tersentak-2x oleh goyangan si Gondrong. Beberapa menit kemudian.”Bang aku keluaaarrrrrrr” Dan sekali lagi ribuan volt listrik seolah menjalar memberikan nikmat tiada tara.

Melihat wajah Yenni, tampaknya si Gondrong juga tidak tahan. Wajahnya tiba-2x menegang kemudian dengan cepat dia mencabut penisnya dan kemudian tiba-2x “Crot..crot..crottt” Dia menembakannya ke wajah dan tubuh Yenni semua spermanya.

“Ahhhhh..” Suatu sensasi aneh yang luar biasa “kamu bener-2x enak” Katanya sambil meraih tubuh Yenni. Memangku dirinya seperti memangku anak kecil.

Dengan tubuh bugil Yenni yang miring menghadap kesamping. Tangan kirinya melingkar kepinggang Yenni. Sedangkan tangan kanannya mengelus-2x pipinya. Kemudian si Gondrong memaksa tangan kanan Yenni melingkar memeluk lehernya yang besar.

Yenni hanya tertunduk lemas. Matanya terlihat kosong sementara mulutnya mengoceh tidak karuan.Tubuh telanjangnyanya kini berdiri tegak mematung.

Kulit putih mulusnya kini penuh dengan bekas-bekas kemerahan bekas cupangan dari mulut-mulut jahanam tersebut.

Payudaranya yang berukuran sedang kini sudah tenggelam dibalik 2 kepala yang sedang asyik menghisap-hisap kedua belah payudaranya menggantikan posisi si gondrong yang sudah kelelahan.

Setiap inci bagian tubuhnya kembali sudah habis dilumat oleh lidah-lidah liar yang kasar.

“Aku akan membiarkan salah satu dari kalian hidup asal bisa menyenangkan hatiku.”Kini tinggal aku seorang yang belum mereka kerjai. Kembali pemimpin gerombolan itu mengancam akan membunuh kami jika tidak memenuhi keinginanya.

Saat itu sebenarnya aku ingin mati saja rasanya. Tetapi pikiranku kembali melayang kepada papaku jika aku mati siapa yang akan mengurusnya? meskipun adik perempuanku sudah SMP tetapi sifatnya masih sangat kekanak-kanakan.

Lagipula aku begitu takut mati pikiranku melayang kembali ketika menyaksikan mamaku meninggal wajahnya nampak sangat menderita kesakitan sebelum ajal menjemputnya.

Sedangkan aku begitu takut akan rasa sakit sampai jarum suntikpun aku tak berani melihatnya ketika dokter mengobati aku ketika aku sakit.Maka aku bertekad untukterus hidup otakku berpikir keras bagaimana bisa selamat.

Aku teringat dulu aku pernah nonton video blue milik temanku di kamar kostnya.saat itu kami bertiga, cewek semuanya.

Kami cekikikan menyaksikan aksi artis porno tersebut dimana ada adegan artis ceweknya sedang menari erotis mencoba merangsang pasangannya sebelum akhirnya cewek tersebut digauli oleh dua pria lawan mainnya.

Sang artis nampak sangat keenakan dan puas luar biasa digilir oleh 2 pria yang punya kemaluan besar.

“Heh lonte…Sekarang giliran lo kalo service lo lebih Hot dari dua rekan lo tadi lo selamat!!.” Kembali Sibotak membentak ku.

”Nih Kulum” katanya sambil menyodori penisnya, Akupun langsung menyambut dengan mulut terbuka.

”Kayanya musti kamu emut-2x dulu deh ha..ha..ha” Aku pun kembali mengoral penis Botak. tapi tiba-2x Aku lihat Si Gondrong yang dari tadi asyik mengamati kami,tiba-2x mendekat ditangannya membawa sesuatu

Aku kaget melihatnya dia membawa Binder penjepit file terbuat besi berwarna hitam… dan tanpa banyak ba bi bu,dia langsung menjepit puting susuku.

Aku yang sedang meng oral Botak kontan membeliak “Aughhhhh sakittttt…” belum berhenti aku melenguh tiba-2x sebuah lagi dijepitkan ke putingku yang satunya.”

“Wauuuuuggghhhh suakittttt…eghht” Aku baru mau mengerakan tangan saya untuk meraih penjepit tadi tapi tangan ku langsung ditangkap dan dipegang dengan erat oleh si Gondrong kemudian dengan sigap dia mengikat tanganku.

Pergelangan tanganku diikat dengan pangkal siku kiri sedang pergelangan kiri dengan pangkal siku kanan.

Penis yang tadi saya oral sudah terlepas. Tapi ku lihat si Botak tidak memaksakan untuk mengulum lagi.

Dia beringsut kemudian mengambil kemaluannya sendiri yang masih layu dan mengocok-ngocoknya sebentar.

Saat ini aku duduk dengan lutut dengan posisi tangan terlipat ke belakang. Seorang pria dengan bekas luka codet diwajahnya maju menggantikan posisi botak mengerjaiku.

Dia menciumi pipiku, lalu mengemut daun telingaku sambil tangannya mengelus-2x bongkahan pantatku.

Diperlakukan seperti itu Aku hanya bisa merasa merinding. si Codet wajahnya terlihat dingin dan pendiam.

Hanya seringai senyum jeleknya yang menampakan giginya yang sebagian besar telah ompong. Dia menatap lekat-lekat ekspresi wajahku yang ketakutan bercampur rasa terangsang.

Tiba tiba”Aughttt sakit Bang” aku berteriak kencang sebab codet mengigit telingaku kemudian tiba-2x dia mendorongku kedepan sehingga aku jatuh dengan kepala kelantai.

Saat ini posisiku menungging dengan bagian depanku bertumpu pada pipi kananku dengan kakinya kemudian dia menendang-2x kakiku memberi isyarat agar aku melebarkan kaki. Karena posisiku itu sedikit sulit Aku lakukan sehingga Aku jadi sedikit lambat

Tampaknya dia tidak sabar dan langsung melepas ikat pinggang kulitnya dan “ctarrrrrr…!!”Langsung digunakan menyabet pantat putihku.

”Aghhhhhh sakittttt Bang..!!.”Aku berteriak. Sekilas Aku lihat wajah si Botak tersenyum riang menyaksikan rekannya menyiksaku. Tapi si Codet tetap dingin.

Dengan jarinya, kemudian dia menusuk-2x lubang kemaluanku dan mencubit-2x bibir kemaluanku.

Tiba-2x ″Augggghhhhhh Bang sakittttt” Aku hampir pingsan ketika si Codet kembali mengunakan binder besi penjepit file untuk menjepit bibir kemaluanku dikanan dan dikiri.

Kembali Aku terkejut ketika sebuah lagi dia jepitkan di itilku dan kali ini, karena itu bagian yang paling sensitif, sakitnya jadi sangat tidak tertahan akupun berteriak sekuatnyaaa”Auuuuuughhhhtttttttt Bang saskiiiiitsssss” mataku berkunang-2x dan mulai menangis hampir aku pingsan.

”Sudah Bang sakittttt. Aku sudah tidak kuaaat hepppp” Belum selesai Aku berteriak mulutku telah disumpalnya dan tampaknya disumpal dengan celana dalam bekas miliknya sendiri.

Kemudian dia mengitariku dan memencet hidungku. Dengan mulut tersumpal dan hidung saya di pencet sedemikian rupa, hampir-2x Aku pingsan karena tidak dapat bernapas.

Tapi kemudian dia melepas jepitan tangannya di hidungku,lalu membalikan tubuhku sehingga tubuhku terlentang dengan tangan terikat di punggung buah dadaku nampak mengacung keatas seperti dua bongkah gunung yang indah dengan penjepit jemuran dimasing-2x puncaknya warnanya tidak lagi merah tetapi mulai keunguan.

Kemudian si Codet mulai mengambil tali dan dengan sedemikian rupa mengikat kakiku masing-2x sehingga betis dan pahaku menyatu dan tidak bisa di luruskan dan dibelakang lutut kedua kakiku, diselipkan sebuah batang kayu bekas gagang sapu yang telah dipatahkan, yang diatur posisinya sehingga kakiku mengangkang lebar dan terlipat kebelakang rasanya sakitt luar biasa.

Kemudian dengan tiba-2x “Cletik…!!.” dia mencabut penjepit di buah dada sebelah kiri begitu tiba-2x sehingga menyakitkan. Setelah itu dengan cepat dipasangnya kembali seolah-2x sedang mengetes kekuatan penjepit itu. Dan itu dilakukan ke semua penjepit yang terpasang, sehingga aku merasa sangat kesakitan.

Setelah semua selesai dia tiba-2x bangkit dan seperti mencari-2x sesuatu dan kembali dengan sebuah tali pembatas antraen yang besar denngan ujungnya yang terbuat dari besi bulat. Tali tersebut kemudian digesek-2xannya ke lubang kemaluanku.

Ujung tali yang terbuat dari logam itu terasa dingin dan tanpa peringatan tiba-2x “Sleppp , Aughttttttt….” Ujung tali itu itu dimasukannya dengan paksa ke lobang kemaluanku.

Lalu dia mengalihkan pandangannya ke lobang yang lain,lobang anus ku. Segera aku menggeleng-2x tapi dia malah tersenyum penuh arti diambilnya ujung besi tali yang satunya lagi dan dengan paksa dia menekannya masuk.

Kemudian dia duduk memandangi diriku. Semua gerombolan massa yang menonton, tertawa terkekeh-kekeh menyaksikan dua lobang vital tubuhku dijejali oleh ujung-ujung besi tali besar pembatas antrean.

Kemudiann “Cetarrrrrr..!!” Tiba-2x si Codet kembali menyabet kan sabuknya ke tubuh ku yang putih sehingga membekas merah. Dia mulai meraba-2x tubuhku dan meciumiku sedemikan rupa,sehingga entah bagaimana gairah aneh tadi kembali terjadi.

Lalu dia mengocok-2x besi ujung tali yang ada di lobang kemaluanku tadi sehingga ”Eghhhhhh eghhhhh ” Hanya itu yang keluar dari mulut ku karena tersumpal celana dalam si Codet.

Tiba-2x tubuhku mengejang karena orgasme. Sungguh perasaan yang aneh telah mendera diriku. Dalam keadaan sakit dan lemas aku melihat si Codet sedang mengocok-2x penisnya sendiri didekat ku dan “Crot crot..” rupanya dia terangsang hebat melihat keadaan diriku.

Semua air maninya ditumpahkan ke wajah dan tubuh ku,setelah itu dia pun melepaskan semuanya penjepit dan ikatannya.

Aku hanya bisa terbaring lemah. Aku lihat kini semuanya tertawa puas melihat keadaanku yang tersiksa.

Si codet yang bertubuh gempal besar mengendong tubuh lemahku ke atas tempat tidur. Dia kembali mulai menciumi diriku,mencoba kembali memacu gairah diriku.Dia mulai memainkan itilku dengan lidahnya. Itilku masih terasa sakit akibat perlakuannya tadi.

“Ughhhhhh nihkkmaaaahhhttt bang euanaaakkkk…ueghhhhhh” aku mulai mengelepar-2x ketika lidah si Codet mulai menari nari di itil ku, sambil kedua tangannya sesekali memilin-milin puting ku.

Kemudian di sergapnya mulutku dengan ciuman yang dasyat lidahnya mempermainkan lidah ku memaksa lidahku terus menari-2x

“Huahhh enak sekaliiii..”Kemudian dia mulai melepas baju bagian atasnya yang masih belum ditanggalkannya. Terlihat penisnya yang besar kembali mengacung ke atas membuat hati ku bergetar.

”Lonte kamu suka ini…”sukaaa bang sukaa” Hampir diluar sadar aku meracau kata-2x yang sangat memalukan itu.

“Baik lo harus memohon panggil aku tuan!!”

“Tolong tuannnn. Saya sudah tidak tahan.”.

“Tolong apa…?! Yang jelas…!.”

“Tolong masukan batang tuan ke memek saya tuannnn tolonggg”.

”Baik gue akan menolong mu lonte”dan “Sleppp “eughhhhhh.”Si Codet memasukan penisnya ke vaginaku.

Kembali gairah aneh menguasai diriku. Seolah liang kemaluanku ku terasa sangat penuh dan padat dengan benda besar yang keras dan kenyal.

“Ohhhh..!! ”Dia pun mulai memompa dengan cepatnya sehingga aku merasa itil dan bibir kemaluanku ikut keluar masuk karena padatnya kemaluan si Codet.

Akibat gesekan kedua kelamin kami, menimbulkan sensasi luar biasa. Kembali aku melihat gerombolan tersebut bersorak sorai menyemangati rekannya

Setelah beberapa menit, aku sudah tidak tahan lagi hingga tubuh ku terguncang-2x hebat dan “ohhhhhh tuaaannnn saya keluarrrrrrrr” namun nampaknya si codet belum mencapai klimaks dia tiba-2x memangku tubuhku dan dalam keadaan sambil di pangku berhadapan dengannya mulutnya bermain di buah dadaku dan terus memompaku naik turun.

”Ahhhhhh tuaaaannnnnnn” saya benar sudah tidak tahaaaan..!!”Dan kembali aku mengalami klimaks namun si Codet masih belum juga orgasme. Dia kemudian membalik tubuhku dan. dia menemukan ujung besi tali yang masih menancap dipantatku.

Kemudian kembali dia menembus kemaluanku dari belakang sambil tangannya pelan-2x menarik besi ujung tali pembatas antrean keluar dari liang anus ku. Sehingga menyebabkanku segera mencapai klimaks berikutnya “eghhhhhhttttt ” saya lihat si Codet tersenyum penuh arti dibalik gigi-giginya yang sudah ompong.

Tidak lama kemudian tiba-2x dengan kasar si Codet mencabut penis besarnya dari vagina ku dan membalik diriku sehingga terlentang. Dan “Crot crot..crottt..” Mani menyembur ke tubuh dan wajah ku.

Lalu dia memaksa diriku membersihkan penis miliknya dengan menggunakan mulut ku. Kepalaku terasa berdenyut-denyut pandangan nanarku masih bisa melihat sekelilingku.

Rupanya kini aku telah menjadi pusat perhatian gerombolan massa perusuh ini. Aku terduduk mengangkang diatas meja teller.

Kemaluanku yang berbulu lebat terumbar kemana-mana menjadi santapan empuk mata-mata liar yang cabul.

Aku memandang sekeliling ruangan. Kulihat tubuh Aching dan Yenni sudah tergeletak tak bergerak lagi. Tubuh bugil mereka nampak mengkilap dipenuhi lendir-lendir sperma.

“Kawan-kawan, akhirnya pemenangnya telah muncul, amoy cantik ini rupanya hoby ngentot atau nonton bokep.”Sekarang lo ikut kami turun. Yang lainnya bakar tempat ini jangan sampai tersisa.Dan mulai sekarang lo ini anjing betina ngarti dan seekor anjing berjalan dengan empat kaki hayo sekarang bertingkahlah seperti anjing cepat!!. Sebentar, rasanya masih ada yang kurang..hmm….”Mereka kemudian mengambil tali pembatas antrean nasabah yang tergantung di tiang pembatasnya tali besar berdiameter +/- 4Cm itu secara paksa kembali dijejalkan ke dalam anusku.

Sementara yang lainnya mengikat kan sebuah rantai bekas pengunci gerbang kantor keleherku.”Nah sekarang baru sempurna seekor anjing betina berekor panjang yang sudah ada rantai penjinaknya.”Gerombolan massa itu terkekeh-kekeh kegirangan melihat keadaanku. Kini mereka begitu menikmati permainan mereka yang menjadikanku obyek sex mereka.

“Hayo sekarang ikut kami turun atau lo akan terbakar disini bersama temen-temen lo itu!!”Aku tak berdaya mataku menatap kedua tubuh telanjang temanku yang sudah tidak bergerak lagi.

Asap hitam mengepul tebal mulai memenuhi ruangan mereka menggiringku keluar dari bangunan yang mulai rata termakan si jago merah.Aku dengan terpaksa aku mengikuti mereka sambil merangkak.

Rupanya itu saja belum cukup. Mereka mencubiti puting susuku dan menamparI pantatku.

“Busyet nih tokednya bener-bener napsuin banget!!” Nampaknya mereka begitu gemas melihat payudaraku yang besar menggelantung bebas berayun kekanan dan kekiri.

Dengan tidak bosan-bosannya mereka asyik menarik-narik puting susuku dan meremasnya kuat-kuat dadaku sampai serasa pedih sekali rasanya.

Mereka memaksaku untuk benar-benar menirukan anjing atau mereka akan lebih kuat lagi untuk menyakitiku.

Dengan bercucuran air mata aku menuruti kemauan mereka aku mengonggong-gonggong sambil menjulur-julurkan lidahku.

“Nah begitu dong…sekarang lo udah beneran jadi anjing.Tiba-tiba Aku merasa lobang anusku panas seperti terbakar api, ketika salah seorang dari mereka menekan lebih dalam tali besar yang nyaris lepas dari lobang anusku sepertinya lobang anusku menjadi lecet akibat tergesek-gesek-tali besar yang kini menjadi ekorku.

Dari atas jembatan fly over aku menyaksikan kantorku telah rata terjilat si jago merah asap hitam nampak tebal bergulung-gulung hampir merata di komplek pertokoan itu.

Entah sekarang sudah jam berapa, yang aku ingat siang itu matahari bersinar terik massa yang beringas nampak semakin banyak menyemuti jalanan.

Mungkin jumlah mereka sekarang sudah mencapai ratusan orang entah dari mana saja mereka muncul.

Telapak tanganku dan dengkul kakiku terasa panas terpanggang panasnya aspal jalanan sementara itu peluhku bercucuran deras mengalir melewati leher dan menetes dari ujung putingku jatuh ketanah.

“Ha…ha…ha…heh…lihat-lihat kemari ada anjing betina putih yang lepas!!”Massa itu kegirangan melihat tubuhku yang telanjang bulat merangkak seperti anjing tepat ditengah jalanan pada siang hari bolong yang terik.

Massa itu nampak lebih liar daripada yang merangsek menjebol kantorku sumpah serapah dan makian-2x kotor berhamburan meluncur dari mulu-mulut mereka yang bau. Air mataku sampai kering rasanya.

Rasa malu luar biasa menghinggapi diriku ingin rasanya aku masuk kedalam tanah bersembunyi kedalam lapisan bumi yang paling dalam.Harga diriku sebagai wanita benar-benar sudah hancur berkeping-keping.

Massa yang bergerombol mengerumuniku makin lama makin banyak mereka memaksaku untuk kembali menari bugil tepat ditengah jalanan yang penuh dengan massa yang beringas.

Salah seorang dari mereka rupanya bahkan sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi.

Tanpa malu-malu lagi dia segera melucuti bajunya sendiri sampai telanjang bulat. Kembali suara riuh rekan-rekannya terdengar menyoraki aksi cabulnya.

Yang aku ingat meskipun kemaluannya tidak sebesar pria bertato yang tadi memperkosaku, tetapi pria ini mempunyai biji pelir yang luar biasa besar menggelantung. Bunyi kecipak biji pelirnya sedang beradu dengan pantatku cukup terdengar jelas olehku.

Sementara itu salah seorang dari mereka maju kedepan sekilas aku bisa melihatnya masih belum cukup dewasa.

Dia berjongkok tepat didepan selangkanganku entah apa yang dia lakukan pada kemaluanku, aku merasakan sesuatu yang lengket menempel dibibir kemaluanku yang sebelah kiri.Dan secara tiba-tiba aku merasakan pedih. Bulu-bulu kemaluanku tercerabut sebagian.

Rupanya dia menempelkan sejenis selotip yang entah dari mana dia dapatkan dan digunakan untuk memwaxing paksa rambut kemaluanku.

“Heh…kunyuk lo apain ini cewek?!! biarin aja gue suka cewek yang banyak jembutnya lebih nafsuin tau gue kepret lo kalo berani lagi.Pria yang sedang menyetubuhiku berteriak kesal kepada bocah itu.

Anak itu langsung lari terbirit-birit kembali bergabung dengan gerombolan yang asyik duduk bergerombol mengelilingi kami.

“hu….hu….hayo hajar beh..entott terus sampe mampuss tuh cewek.”Mereka tertawa terbahak-bahak melihat aksi bocah tadi. Selain itu nampaknya mereka begitu geli melihat kemaluanku yang kini nyaris botak sebelah terbukti dari mata-mata cabul mereka yang semuanya terarah keselangkanganku.

Kini tidak lagi aku rasakan nikmatnya bersetubuh, walaupun pada awal-awalnya aku merasa keenakan tapi semakin lama selangkanganku semakin perih entah sudah berapa puluh batang kemaluan pria yang silih berganti menyetubuhiku.

Aku juga sudah tidak ingat lagi sudah berapa gerombolan perusuh itu yang mencicipi tubuhku. Panas matahari yang terik semakin menyiksaku seluruh tulang-tulangku serasa remuk.

Hanya suara-suara bentakan,ancaman dan makian mereka, terdengar bertalu-talu menjejali telingaku hingga akhirnya kurasakan kepalaku semakin berat dan pandanganku semakin kabur sebelum akhirnya menjadi gelap samasekali.

Entah sudah berapa lama aku pingsan tubuh bugilku masih tergeletak ditengah jalanan.

Jalanan yang tadi ramai oleh massa yang bergerombol kini sudah sunyi senyap sayup-sayup dapat aku dengar dari kejauhan suara sirine meraung-raung diikuti beberapa bunyi rentetan seperti suara tembakan dan beberapa letusan yang diikuti asap hitam pekat bergulung-gulung.

Hari nampaknya sudah menjelang malam. Dengan tertatih-tatih aku mencoba berdiri.

Aku mencoba mencari sesuatu untuk menutupi tubuhku yang telanjang tapi tak satupun aku menemukannya meskipun hanya secuil kain atau potongan kertas.Akhirnya aku tidak mempedulikan lagi keadaanku dalam kepalaku hanya ada suara yang menyuruhku agar cepat pulang.

Aku begitu mencemaskan keadaan ayahku. Selangkanganku masih juga terasa perih sepertinya masih ada kemaluan pria yang menjejalinya.

Sesekali ada mobil pemadam kebakaran yang melaju kencang tanpa mempedulikanku, meskipun aku mencoba untuk menghentikannya. Setelah beberapa lama berjalan,akhirnya aku tiba juga dimulut gang depan rumahku

Samar-samar ada cahaya berkelap-kelip digang tempat rumahku. Pada waktu itu keadaan nyaris gelap gulita. Aku hanya bisa
mendengar langkah-langkah yang hilir mudik didalam gang tempat rumahku diiringi suara tawa beberapa orang entah ada berapa, aku tidak bisa memastikannya

Kuperhatikan di sekeliling mulut gang ada beberapa gerobak sampah yang penuh terisi oleh barang-barang elektronika.

Salah satunya memuat lemari es yang baru sebulan lalu aku membelinya aku dapat dengan jelas mengenali barang-barangku sendiri. Aku menduga mungkin itu hasil jarahan.

Aku agak ragu sebenarnya untuk masuk kedalam aku masih trauma atas pelecehan sexual gila-gilaan yang mempermalukanku sepanjang siang tadi. Tapi setelah aku pikirkan lagi aku memberanikan diriku masuk. Aku hanya ingin segera bertemu papaku ya itu saja keinginanku saat itu meskipun tahu mungkin rumahku sudah diobrak abrik oleh gerombolan massa aku tetap berdoa agar papa dan adikku bisa selamat.

“hey..hey..hey, cici hendak kemana malam-malam begini?waduh habis bersenang-senang ya sampai lupa pake baju.”Suara parau yang sudah sering aku dengar mengagetkanku yang sedang mengendap-endap hendak menyelusup kerumah.Rupanya gerombolan pemuda pengangguran yang biasa mangkal dimulut gang itu yang menyapaku.

Firasatku mengatakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi tanpa mempedulikannya lagi aku langsung berlari menghambur menuju rumahku.

“Heeh…bangsat,disapa baik-baik kaga menjawab dasar cina lo ngga tau sopan santun..hey jangan lari lo!”Suara parau yang bernada kurang ajar tadi mendadak berubah menjadi bentakan yang menggetarkan nyaliku.Aku tidakberani menoleh kebelakang aku terus berlari sekencang-kencangnya.

Sayup-sayup terdengar derap bunyi langkah para pengejarku entah darimana saja mereka muncul yang semula aku perkirakan sepi dalam sekejap digang yang tidak terlalu lebar ini bermunculan wajah-wajah beringas para pemuda pengangguran yang biasa nongkrong mabuk-mabukan dimulut gang rumahku.

“Heeh lonte sini lo…udah menyerah aja lo duduk diem dan ngangkang sana atau nungging terserah lo aku jamin nasib lo tidak akan seburuk bokap dan adik lo itu.”Aku terkejut, pintu rumahku sudah terbuka lebar aku menemukan tubuh bugil adikku yang sudah tergeletak tak bergerak.

Nampak sepotong bambu menancap di selangkangannya diikuti lelehan lendir bercampur darah segar selain itu darah segar juga nampak mengalir di kedua payudaranya.

Tubuhnya yang putih bersih nampak berkilat-kilat penuh lendir-lendir sisa sperma pria yang menjijikan. Segumpal daging kecil tergenggam ditangannya aku menghamburnya dan memeluknya, kubuka genggaman tangannya.

Aku begitu terkejut ternyata daging kecil itu adalah sepasang puting susu. Aku baru menyadarinya ternyata puting susunya sudah dipotong secara paksa.

Kembali mataku menyapu sekeliling ruangan aku mencoba menemukan papaku pandanganku berhenti di bawah tangga samar-samar aku melihat sesosok pria bugil sedang berjongkok meringkuk menghadap dinding sambil menangis terisak-isak.

Aku bersyukur lega meskipun dalam kondisi yang buruk paling tidak papaku masih selamat. Aku berlari menghampirinya kupeluk tubuh tuanya, tangiskupun akhirnya tak tertahankan lagi aku menangis sejadi-jadinya.

Kami berdua berpelukan sambil bertangis-tangisan. Entah apa yang hendak diucapkan papaku mulutnya yang sudah miring akibat serangan stroke mencoba mengatakan sesuatu tetapi sayang aku sama sekali tidak mengerti maksudnya.

“Waduh…waduh..ini amoy doyan banget ngentot ya sampe bapak sendiri masih mau diembat he lonte apakah lu masih kurang puas?”Mereka segera mengepung kami aku semakin erat memeluk papaku gumaman yang tak jelas muncul dari mulut papaku rupanya dia bermaksud menghalau mereka

“Heh tua bangka jangan maruk lo!!.. sono minggir tunggu giliran lo….bukannya lo tadi sudah puas ngentoti putri lo yang sudah mampus itu!!”Salah seorang dari mereka menendang tubuh bugil papaku sampai terjengkang.Aku mencoba menolong papaku tetapi dengan cepat dua orang sudah mencengkramku kuat-Kuat.

“Mm..mm..mbwa..ha..ha..ha…Tong lihat memeknya. Jembutnya sudah botak sebelah. Heh pacarmu ngga doyan jembut ya?koq cukur jembut cuma separuh.ha..ha…ha…he Tong pinjemin cukur jenggot lo biar gue rapiin ini jembut.”Pria botak itu akhirnya tak bisa menahan ketawanya ketika melihat kearah selangkanganku.

“Biarin aja dul biar aja botak sebelah lebih lucu kayak gitu aja..”Otong menghampiriku matanya menatap lekat-lekat kearah selangkanganku tangannya mengusap usap bibir kemaluanku. Jari jemarinya dengan giat memencet-mencet klitorisku.

” Lepaskan aku bajingan !! ” Aku meraung saat Otong memainkan pencukur jenggotnya di bibir itilku.

” Asyik kite dapet satu Amoy cina lagi , hebat sekali. Terima kasih ya non mau melayani kami, kita akan bersenang-senang kembali untuk beberapa jam, aku ingin tahu seberapa nikmatnya memek yang satu ini!! Dan kalian Jangan ganggu aku tunggu giliranmu”

“Jangan coba sentuh aku!, ”Emosi ku mulai terpancing sepanjang hari aku terus dilecehkan kini aku benar-2x merasa sangat marah.

“Tidak-tidak kami tak akan sekedar menyentuhmu, masih banyak lagi yang akan kami lakukan” mereka tertawa sambil beramai-ramai membekuk tubuh telanjangku.

Aku pun tersadar bahwa mereka ini akan segera memperkosaku kembali. Dan akupun mulai merengek.

”Tidak!!” Aku memohon untuk dilepaskan Otong menyeretku ke kamar, dan melemparkanku yang terus berteriak-teriak ke ranjang yang berukuran besar, dan mulai membuka baju yang dikenakannya

“Ya Tuhan Tidak” Aku menangis, dan berusaha melepaskan diri, namun dengan tangan terikat demikian kencang, sehingga tampaknya nyaris mustahil untuk melepaskan diri, Aku pun tercengang menatap Penis Otong yang demikian besarnya.

” Jangan !! Tolong jangan , itu terlalu besar !! “

”Aku tahu, tapi kau akan belajar menyukainya “

Aku tersadar, terkurung dalam kamarku sendiri, dengan tangan yang terbelenggu, akupun sadar, hanya tinggal menunggu waktu hingga Bajingan itu memperkosa diriku. Dan tahu bahwa tak ada satu pun yang dapat kulakukan untuk mencegah hal itu terjadi,.

Aku begitu ketakutan saat Otong tiba-tiba melompat kerahku, memelukku dan menindih tubuhku dari atas..

“AWW…MMMMPH!” Aku menjerit, namun Otong menghentikannya dengan memaksa mencium bibirku. Aku tak berdaya untuk menghentikan ciuman itu.

”MMMMMMPH…“Otong menekan Lidahnya masuk, memaksaku membalas permainan lidahnya, dan mengunci tubuhku agar tetap menciumnya, sementara tangannya mulai meremas salah satu payudaraku.

Air mataku mulai menetes. Terpaksa aku harus menerima ciuman dari bajingan itu.

Sementara tangannya semakin brutal meremasi payudaraku. Aku berusaha menghindari ciuman Otong. Mulutnya yang bau rokok murahan menyengat hidungku. Namun aku tak berdaya melepasakan diri dari keinginan penjahat itu.

“MMMMPH…!”Aku mendesah. Otong begitu menyukai, rasa dari bibirku, demikian juga dengan payudaraku yang begitu besar mengglantung bebas tanpa penyangga. Otong menggunakan Kakinya untuk mengangkangkan kakiku, dan sedikit menekan kemaluannya di bibir kemaluanku.

Tubuhku menggelinjang saat merasakan kemaluannya yang menekan dari balik celana dalam yang masih dikenakannya,..

Aku dapat merasakan bagaimana penis itu mulai mengeras dan menekan tubuhku,

Aku menjerit namun kembali tertahan oleh lidah Otong yang kembali menciumku. Sementara tangannya masih meremas-remas sambil memilin puting payudaraku. Payudaraku mulai memerah akibat perbuatannya.

Otong melepaskan ku sambil tertawa.

“Kau cantik sekali!”

“Bajingan kau

“Bagaimana dengan menghisap dadamu yang besar itu ?? “Otong menatap penuh nafsu kearah payudaraku, sebelum membenamkan wajahnya ke payudaraku yang besar.

“AWWW! jangan! AWWW!” Aku menjerit, saat merasakan lidahnya yang kasar memoles seluruh permukaan payudaraku.

Otong menggerakan lidahnya, menghisap payudaraku, sementara tangannya pun ikut meremas-remas sebelah payudaraku yang lain. Tubuhku bergetar-getar merasakan sensasi nikmat itu,..

”Ahhhh ” Aku meraung, saatku merasakan lidah Otong bergerak demikian cepatnya menstimulasi dirinya, Lidahnya menyelusur dengan cepat di putingku seperti bayi yang kelaparan,..

“AWWWWWW!” Aku menjerit saat otong mulai mengigit dan menghisapi dadaku

Wajahnya bergerak kesana-kemari, diserang oleh bajingan yang sudah demikian bernafsunya, menyedot di payudaraku, menghisapnya, sambil memainkan putingnya dengan lidahnya

Otong menjilatnya, menghisapnya menikmatinya diseluruh bagian tubuhnya, sebelum tangannya mulai turun merabai kemaluanku

“Jangan, jangann ” Aku memohon saatku merasakan jemarinya menempel di bibir kemaluanku.

Otong melepas celana dalamnya, matanya menatap kemaluanku yang kini telah botak.

“Memek terbaik yang pernah ku lihat. Begitu rapat dan kencang

” Aku bertaruh ini pasti semanis madu !! “

Aku menjerit saat jari-jari Otong mulai menelisir bibir kemaluanku, bermain dengan itilku sampai membuat tubuhku mengelinjang tanpa kusadari,

Sementara jari-jari Otong terus menstimulasinya, tangan Otong menarik betisku agar mengangkang lebih lebar, dan mengganti tangan dengan lidahnya,..

“AWWW! OH , jangan hentikan,.. ” Aku menjerit saat dia merasakan lidah tebal Otong memoles kemaluanku, menyelusup kedalam liangnya, sambil menghisapi itilnya, tubuhku mengejang menikmati sensasi ini.

Bajingan itu menghisapi itilku sambil menjilati permukaan kemaluanku yang kini telah botak, tubuhku bergetar, tanpa kusadari, mulutku mendesah keenakan, namun desahan itu hanya membuat penis Otong makin mengeras.

Aku mendesah tak karuan saat ku rasakan lidah Otong menyedot-nyedot bibir kemaluanku, Otong dengan mahir menghisapi Kemaluanku, memberikan kenikmatan yang tak diharapkan, seluruh tubuhku mulai bergairah, tanpa terasa kemaluanku mulai berdenyut-denyut mengeluarkan cairan”

“Ah, ah, ah, ah.” Aku mendesah ” Ya ampun, oh Tidaaak !! “

Aku ngeri menatap penis Otong yang telah menegang itu, Aku terbelalak tak percaya melihat ukuran penis itu, dan membayangkan betapa sakitnya bila penis sebesar itu sampai menyetubuhinya.

Otong tersenyum saat dia menyadari aku baru saja mencapai klimaks.

“Hey, hey lo mulai menyukainya ya?!”Senyumnya yang kurang ajar terulas diwajah jeleknya

“Tidak, bajingan kau..hentikan!”Aku memohon. Sementara aku terus berjuang mengalahkan nafsu birahi yang makin menguasai diriku..Sementara kemaluanku makin terasa hangat.

Otong menurunkan betisku, mencengkram pinggulku dan langsung menyentakkan penisnya dalam lobang kemaluanku.

Aku mulai kesakitan, sementara kepala penis Otong makin menekan masuk di mulut Kemaluanku, Aku berusaha keras untuk melepaskan diri, namun Otong mencengkramku dengan kuat.

“Apa kau pikir aku akan menikmatimu sekali, lalu membiarkanmu pergi ?? “Pada saatnya, aku akan menjadikanmu Budak seks pribadiku “

“Tidakkk!”Aku menjerit sejadinya, sementara penis Otong menancap masuk dalam Kemaluanku, mataku terbelalak menahan sakit sementara penis super itu makin terbenam dalam, merobek Kemaluanku.

“YA! kau sekarang milikku,, pelacur ” Otong menyentak sambil menyodok-kan penisnya dalam

“AH! AH! YA TUHAN !! YA TUHAN !! ” Aku menjerit lagi dan lagi

Otong mulai menggoyangkan penisnya maju mundur, keluar masuk dalam kemaluanku, membelah kemaluanku dengan kecepatan yang luar biasa,.

“AWWWWW!” Aku menjerit-jerit, menikmati bagaimana penis yang demikian besarnya itu menyetubuhiku, perlahan rasa sakit itu memudar, berganti kenikmatan yang sebenarnya tak aku inginkan.

Otong mendekap tubuh telanjangku, sambil meremas-remas payudaraku

Penis yang begitu besar menyetubuhi tubuhku yang baru saja kehilangan keperawananya, menghantamnya dengan deburan-deburan kenikmatan yang demikian hebatnya, tubuhku menggelinjang, setiap kali penis besar itu keluar masuk dalam lobang kemaluanku,

Perlahan dia makin dekat dengan Orgasmenya, sementara tangan dan mulut Otong terus menstimulasi Dadaku.

“OH, OH, OH NO! AHHH! MMMMM! TTOLONG JANGGANN! Akupun mulai kehilangan control diri…

“Ayolah cantik, berorgasme lah, ayo, aku ingin mendengar lo menjerit nikmat!!”

“Tidak akan…AWWWWWWW!” Aku menjerit sejadinya saat sebuah orgasme dahsyat akhirnya menerpa diriku.

Aku pernah merasakan perasaan semacam ini sebelumnya, seluruh tubuhku serasa terbakar, nikmat yang pernah kurasakan sebelumnya, tanpa sadar aku mulai menggerakan tubuhku mencari kenikmatan dan mulai mencari penis Otong.

“OH Tuhan!” Aku menjerit dan mendesah seluruh tubuhku menikmati setiap orgasme yang menghantamku, lagi dan lagi, bagaikan sebuah ledakan dalam kepalaku, sementara kemaluanku tak berhenti mengeluarkan cairan orgasme, Memberikan kenikmatan tak terkira pada diriku..

“Ahhhhhh!”Otong menangkap wajahku, mendorong mulutnya pada bibirku, menciumku, sambil mendekapku kuat-2x Aku kehilangan seluruh kontrol tubuhku, dan mulai membalas ciuman Otong tanpa kusadari

Tubuh bugil Kami saling berpelukan dan mulai menjatuhkan tubuh kami keatas ranjang, sebelum akhirnya Otong melepas dekapannya pada tubuhku.

Aku mulai tersadar kembali, air mataku mulai menetes.Otong menoleh, menatapku yang telah dikalahkan oleh nafsu birahiku sendiri.

Senyum kemenangan terukir melihatku menangis, sementara tangannya mulai kembali menempel di payudaraku, meremasnya dan memilin putingnya.

“Bajingan!!.” Aku menangis. “Aku tak akan pernah menjadi budakmu,”

“Hey, aku baru saja mulai pelacur, masih ada teman-temanku dan bokap lo kan??”Ejekannya yang terakhir sangat menghancurkan harga diriku, aku bahkan sudah kembali menyerah saat otong mulai bermain dengan payudaraku, Aku tahu bila Aku melawan hanya akan membuat dia mengerjaiku lebih brutal lagi.

Kembali aku menggeliat kegelian oleh stimulasi rangsangan jarinya. Tak beberapa lama kemudian lobang kemaluanku sudah basah kuyup.

“Huh..dasar payah cepet banget memek lo becek.”Aku sama sekali sudah tak berdaya lagi untuk melawan pelecehan mereka kemudian ada dua orang mengangkat tubuhku dan mengangkangkan kakiku.

Dalam keadaan diangkat dua orang, kembali aku disetubuhi. Nafas-nafas mereka yang tercium bau rokok murahan menyengat hidungku.dengan buas mereka melumat payudaraku seperti binatang kelaparan.

“Heh Dul cepetan dikit napa?. udah berat nih lo enak-enakan aja ngentot yang pegangin pegel tau!!”Si dul hanya cengar-cengir aja. Matanya merem-melek menahan nikmat.

Kemaluanku makin lama makin berdenyut kencang tanpa aku sadari pinggulku ikut bergoyang sendiri aku tak kuasa mencegah reaksi alami tubuhku. Rupanya mereka menyadari hal itu mereka saling pandang satu sama lain sambil menyeringai kurang ajar.

“Sh..h…hhh..ah..ah..shh..Gile ini memek gurih banget biarpun becek tapi sedotannya mantep abiiis.waduh ssh…shshh..kontol gue, kontol gue aku mau muncrat setan babi tahan sebentar lagi hekh..hmph..”Kini Giliran Boneng pria jelek kribo yang menjejalkan kemaluannya ke lobang kelaminku.

Lebih kurang ada sekitar 10 orang yang secara bergiliran mengerjaiku sampai pada akhirnya mereka semua duduk kelelahan entah sudah berapa lama kelaminku dipaksa menerima muntahan-muntahan lendir-lendir sperma yang lengket dan bau itu.

“Nah sekarang giliran lo bandot tengik”Tanpa belas kasihan mereka menyeret tubuh renta bugil papaku.

Mereka meletakan kami ditengah tengah sementara mereka duduk bergerombol membentuk lingkaran mengelilingi kami.

Sementara puluhan orang yang ikut masuk tadi sebagian telah keluar melanjutkan aksi penjarahan mereka dan sisanya ikut bergabung menyaksikan pemaksaan aksi cabul terhadap diri kami.

“Ngentot..Ngentot..hayo cepetan Ngentot..!!” dengan kompak mereka menyuarakan koor yel-yel menyoraki kami.

“Denger ya kalo lo mau bokap lo tetep idup lo musti bikin muncrat bokap lo dihadapan kami semua ngarti lo!!Salah seorang dari mereka menghardikku sambil menampar papaku kuat-kuat.Papaku langsung terjungkal dan menangis sesenggukan dia mencoba menjauhkan aku darinya ketika aku mendekatinya.

Sekilas aku melihat kemaluan papaku yang telah layu. Walaupun sudah layu ternyata kemaluan papaku lumayan besar dengan dihiasi bulu-bulu kemaluan yang sudah mulai beruban.

Aku segera menggenggam kemaluan papaku, dan perlahan lahan aku menundukan kepalaku. Aku mulai menghisap dan menjilat kepala kemaluannya dengan lembut.

Meskipun dalam keadaan tertekan, reaksi tubuhnya tetap tidak bisa dicegah. Perlahan tapi pasti batang kemaluannya mulai mengeras. Aku semakin giat mengulum-kulum batangnya kumainkan jemari lentikku di kedua biji pelirnya dan bergantian lidahku menyapunya kanan dan kiri.

Aku berjongkok diatas badannya kuraih batang kemaluanya dan mulai memasukan dengan hati-hati ke lubang kemaluanku. Badan papaku menggigil hebat bibirnya nampak berdarah.

Rupanya dia menggigit sendiri bibirnya berusaha mati-matian agar dirinya tidak terangsang. Tetapi semua usahanya sia-sia sekuat apapun usahanya, dia tetap tidak bisa menipu reaksi alami tubuhnya sendiri.

Dapat kurasakan ujung kepala kemaluan papaku semakin lama berdenyut semakin kencang bertanda sebentar lagi akan segera mencapai orgasme aku semakin memperkencang goyangan pinggulku aku berharap agar semuanya cepat berakhir

“Udah cukup minggir sono keenakan lo. Sekarang waktunya lo mampus menyusul anak lo yang satunya itu!!”Rupanya mereka memperhatikan secara cermat mimik muka papaku mereka sudah menduga papaku akan segera orgasme

“Aarrrgh….aduh…!!”Pemandangan ini tak akan aku lupakan barang sedetikpun dalam hidupku. Aku menyaksikan mereka memotong kemaluan papaku.

Dari pangkalnya darah segar bercampur sperma muncrat dengan deras dari selangkangannya. Segera lantai rumah kami berceceran darah kental sementara itu bau anyir darah langsung tercium

Aku menjerit-jerit histeris meraung-raung sekuatnya dua orang yang menahanku sampai kewalahan.Sampai lima orang akhirnya baru bisa membekukku. Dengan paksa mereka menunggingkanku entah jari siapa, dengan kasar mengorek-ngorek anusku meludahinya berkali kali. Dan dapat kulihat dia menggengam potongan kemaluan papa yang masih tegang dan memasukannya secara paksa ke anusku.

Bentakan dan caci maki kotor berhamburan deras dari mulut mereka. Aku merasakan kepalaku begitu berat. Ada suara-suara bentakan dan ancaman yang sepanjang siang aku telan, berklebatan silih berganti melintas dalam kepalaku.

Aku bisa merasakan kemaluan papaku kini sudah sempurna menjejali anusku. Mereka kini telah melepaskanku sambil tertawa riang. Suara tawa yang lebih mirip suara iblis dari dalam neraka yang paling jahanam.

Tubuhku menggigil hebat entah kenapa aku berdiri sendiri. Aku bahkan samasekali tidak punya maksud. Aku juga kaget dari mulutku meluncur kata-kata kotor yang tidak pernah aku ucapkan tanpa bisa aku tahan. Rasanya seluruh tubuhku sudah tidak sinkron lagi dengan yang aku pikirkan dan melakukan pemberontakan terhadap otakku.

Dapat aku lihat salah seorang dari mereka melangkah mendekatiku rupanya dia telah siap menghabisiku. Dengan sepotong pipa besi yang digenggamnya erat-erat.

Dengan tiba-tiba aku merangkak dan mulutku mengeluarkan suara menggonggong mirip suara anjing. Sementara tanganku yang satunya memakan onggokan bulu kemaluan yang ada digenggamanku.

Tiba-tiba aku merasakan perutku melilit-lilit. Dan dalam sekejap tanpa bisa aku cegah lagi,aku mengejan.Aku berak dihadapan mereka kotoranku teronggok menumpuk menimbulkan bau tidak sedap.

Aku berusaha memalingkan muka tapi entah kenapa tidak bisa aku gerakan. Bahkan dengan merangkak dan menggonggong-gonggong seperti anjing, aku menghampiri kotoranku sendiri dan mulai menyantapnya bulat-bulat sampai tak bersisa.

“hi….Wah cewek ini sudah menjadi gila…ha…ha….lihat dia makan taiknya sendiri ih…jorok amit-amit bau banget ayo kita pergi dari sini!!Orang yang hendak menghabisiku terkejut dia meloncat mundur dia begitu kaget melihat tingkah anehku.

Aku sendiripun tidak kalah kagetnya aku keheranan dan berpikir apa yang telah terjadi pada tubuhku ini sekuat apapun aku memerintahkan anggota badanku semuanya percuma sepertinya Tubuhku sudah dikuasai oleh kekuatan asing yang akupun tak kuasa menolaknya.

“Mampuss lo,puas gue sekarang lihat lo uda jadi sinting.Akhirnya gerombolan massa itu meninggalkanku sendiri sayup-sayup suara mereka semakin menghilang seiring dengan pandanganku yang juga semakin gelap.

Aku sempat dirawat disebuah penampungan entah sudah berapa hari aku berada disana, sejak peristiwa jahanam itu aku sering kehilangan kesadaran, dan walaupun sadarpun aku sudah tidak mampu lagi mengontrol diriku.

Entah apa saja yang dikerjakan tubuhku selama akal sehatku menghilang sejenak.Aku ditangani secara khusus selama beberapa minggu,Mereka mencoba menyadarkanku.Ingin rasanya aku memberitahukan mereka apa yang aku rasakan tapi aku samasekali tak berdaya terpenjara dalam tubuhku sendiri sampai akhirnya mereka memutuskan bahwa aku sudah tidak tertolong lagi.

Sikapku yang agresif dan memalukan mengakibatkan aku dikurung didalam suatu ruangan khusus.

Sampai pada suatu hari, ada seseorang yang datang menjemputku aku mengenalinya ternyata yang menjemputku adalah adik perempuan dari mamaku.

Aku melihat kesedihan yang begitu dalam terpancar dari matanya ketika melihat keadaanku,Segera aku dipindahkan kerumahnya.Dengan penuh kelembutan, dia berusaha merawatku meskipun dia tahu aku sudah gila, dia masih memperlakukanku seperti orang waras.

Dia bercerita bahwa family kami semuanya sudah pada mengungsi ke luar negeri dia sendiripun sudah menjadi warganegara singapore dan dia bermaksud mengajakku.

Saat ini dia sedang mengurus proses penjualan rumahnya yang masih belum laku dia juga bercerita tentang keadaan dirinya yang sudah bercerai dari suaminya.Dia berpesan kepada para pembantunya agar merawatku sebaik-baiknya karena untuk sementara waktu dia harus kembali ke Singapore beberapa minggu

Bibiku ini cukup pengertian. Sengaja dia mempekerjakan pembantu wanita,mengingat segala polah tingkahku yang memalukan.

Setiap kali aku dipakaikan busana, aku selalu memberontak aku mencabik-cabik setiap busana yang hendak dipakaikan padaku akhirnya mereka menyerah dan membiarkanku tetap berkeliaran telanjang bulat.

Parasku yang cantik dan tubuhku yang sintal dikhawatirkan akan memancing hal-hal yang tidak diinginkan jika mempekerjakan pembantu pria.

Aku samasekali tidak diizinkan untuk keluar rumah. Selama beberapa minggu dirawat membuatku sedikit lebih baik. Frewkwensiku bertingkah layaknya anjing sudah berkurang walaupun masih belum bisa dihilangkan 100% Bibiku tetap percaya suatu saat aku bisa disembuhkan.

Aku cukup beruntung pembantu-pembantu bibiku walaupun ditinggal berminggu-minggu cukup bisa diandalkan. Dengan cermat aku masih dirawat mereka berusaha mencegahku jika aku mulai bertingkah seperti anjing atau melakukan masturbasi.

Kebiasaanku bermasturbasi sendiri sungguh sangat menyiksaku aku tak bisa mencegah jari jariku menggosoki dan memilin-milin itil atau putingku sendiri meskipun aku telah orgasme berulang kali, sehingga menyebabkan organ intimku itu terasa perih.

Semua mulai berubah ketika satu persatu pembantu mulai berganti. Pembantu-pembantu yang baru ini tidak bisa diandalkan entah apa yang dilakukannya.

Sering aku ditinggal sendirian dirumah seharian tanpa makanan sementara itu bibiku mengira aku masih baik-baik saja lantaran pembantu-pembantunya yang baru ini pandai mengambil hati bibiku ketika beliau dirumah.

Nasibku kembali menjadi lebih buruk lagi ketika suatu pagi pembantu tersebut lupa mengunci pintu pagar tanpa bisa aku cegah lagi kakiku melenggang keluar dari rumah.

Aku hanya bisa menjerit-jerit dalam hati seberapa kuatnya aku berusaha tetap tidak berhasil kakiku terus melangkah semakin menjauh dari rumah tanpa tujuan.

“Orang gila..orang gila…orang gila…”Segerombolan anak-anak meneriakan yel-yel itu sambil mengikutiku dari belakang ditengah teriknya sinar matahari siang itu, tubuhku yang telanjang bulat melenggang santai menyusuri jalan.

Aku menjerit-jerit dalam hati aku berharap ada keajaiban yang datang untuk menyelamatkan rasa maluku yang luar biasa.

Harga diriku rasanya benar-benar hancur berkeping-keping tanpa sisa. Keringat dingin dapat aku rasakan meluncur deras dari segala pori-pori kulitku.

“Busyet…masa cantik-cantik ga waras pasti baru kabur tuh”Aku segera menjadi pusat perhatian dari warga sekitar. Sebagian ibu-ibu menarik anaknya dan menutupi matanya untuk tidak menyaksikan pemandangan yang tidak sepantasnya dilihat oleh anak dibawah umur.

Sedangkan aku sendiri untuk memejamkan mataku sendiripun tak mampu aku dipaksa menyaksikan bulat-bulat perbuatan tubuhku yang memalukan diriku sendiri.Mataku mulai nanar dan pandanganku mulai gelap aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya

“Hush..hayo bubar…bubar ketika akhirnya rombongan petugas mengamankanku. Aku tak tahu sudah berapa lama aku pingsan yang terakhir aku ingat adalah sewaktu aku berhasil lolos dari rumah bibiku dan menjadi olok-olokan anak-anak dikampung.

Yang aku rasakan sekarang seperti ada sesuatu yang bergerak dalam perutku.Ya tuhan apakah aku hamil? ternyata aku harus menerima kenyataan pahit itu.

Ketika aku sadar, kini perutku telah membuncit. Kemudian Aku secara paksa dinaikan ke mobil dan akhirnya aku tiba ditempat ini. Aku digelandang ke bangsal perawatan bercampur dengan ratusan orang yang tidak waras lainnya.

Pada prinsipnya manusia itu sebenarnya binatang yang membedakan adalah akal budi saja ketika manusia kehilangan akal budinya maka tidak ada bedanya dengan hewan.

Meskipun orang-orang disini, termasuk aku sudah disebut gila, tetapi naluri primitif bawaan setiap insan mahkluk hidup tetap ada yaitu naluri untuk bersetubuh.

Meskipun hatiku menjerit-jerit, tapi tubuhku seakan menemukan surganya ditempat ini kepuasan demi kepuasan hewani terus mengguyuri tubuhku yang telah kotor ternoda.”

Mendadak raut muka Susan berubah tubuhnya gemetar menggigil hebat. Aku berpikir jangan-jangan pikiran sadarnya kembali lenyap.”Apa kau baik-baik saja?”aku bergegas mendekatinya nampak keningnya dibanjiri peluh sebesar biji jagung yang mengalir deras.

“Mmmph…Sssh..argh….sssh…hah…hegh…”Hanya erangan-erangan pendek yang muncul dari mulutnya

“Ssh..sh…ko Tolong saya…tolong saya ko….”Tubuhnya kini menggelinjang tak keruan.”Apa yang bisa aku tolong?”Aku bertanya semakin kebingungan dengan keadaannya.

Nampaknya ada sesuatu yang hendak diucapkannya tapi begitu berat.Aku hanya melihat tatapan matanya yang seolah-olah penuh pengharapan kepadaku pipinya nampak semakin memerah seperti kepiting rebus.

“Aku panggil pak Dahlan sebentar ya?”Akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi pak Dahlan. Aku takut terjadi sesuatu pada diri Susan.

“Egh..sh….ah.Jangan ko”Kepalanya nampak menggeleng aku tidak tahu apakah menggeleng tanda tidak setuju atau yang lain karena aku tahu dia tidak dapat mengontrol tubuhnya sendiri.

“Sssh…sgh..ah…ko tolong remasi tetekku, dan memeku ko”Aku terperanjat mendengarnya.

“Apakah kamu sadar Susan?Apakah kamu yakin pada yang kau ucapkan?” Aku tidak begitu yakin akan ucapan Susan bagaimanapun keadaannya sekarang masih sebagai penyandang penyakit kejiwaan.

Tangannya yang terikat kebelakang dengan Jaket pengaman memang membelenggunya tapi aku tidak berani untuk melepaskannya walaupun selama wawancara tadi dia samasekali tidak menampakan gejala kegilaan tetapi aku tetap tidak mau mengambil resiko dengan melepaskannya.

Sementara itu,Pinggulnya nampak semakin liar bergerak maju mundur seakan-akan mencari sesuatu yang bisa digesekan ke selangkangannya.

“Argh…sssh….cepat ko aku..sudah tak tahan lagi..cepat buka ada resleting khusus dibagian dada dan tepat diselangkanganku ssh…ugh…sssh..”Aku tidak begitu yakin jaket ini nampaknya tidak ada resleting lain selain kait pengaman kunci utama tetapi begitu aku perhatikan lebih teliti dan aku dekati, ternyata apa yang dikatakan Susan benar.Ada 3 resleting kecil 2 melingkar tepat di kedua belah payudaranya sementara yang satunya lagi tepat melingkar dibagian selangkangannya.

Aku memutuskan untuk menghubungi pak Dahlan aku tidak mau mengambil resiko dengan menuruti kemauan gilanya itu. Tapi Susan sepertinya mengetahui maksudku itu. Kembali dia memohon agar aku tidak menghubungi pak Dahlan.

Akhirnya aku beranikan diri untuk membuka ke 3 resleting itu setelah sebelumnya aku keluar ruangan sejenak untuk memastikan keadaan masih tetap sepi.

Dengan agak Canggung aku mulai meraba kemaluannya. Jariku terasa lembab basah berada diantara kerimbunan bulu kemaluannya.

Jemariku berusaha menjelajah lebatnya bulu kemaluan susan untuk menemukan secuil daging yang bisa memberikan kenikmatan ketika akhirnya aku berhasil menemukan klistorisnya dan mulai mengurutnya perlahan-lahan.

Kini keadaan Susan mulai sedikit tenang.”ehm..shh…ko sekarang hisap putingku ko tolong sgh..sh… “Terus terang sejak tadi mendengarkan kisah perkosaan Susan yang detail dan exsplisit, nafsu birahikupun sudah naik keubun-ubun.Kini dengan sentuhan fisik seperti ini akhirnya bobol juga pertahananku.

Segera aku kulum puting susunya tubuhnya bereaksi menggelinjang kegelian ketika aku gigit-gigit kecil kedua putingnya secara bergantian.

Sementara itu kemaluanku berdenyut-denyut minta jatah. Jujur saja aku takut perbuatanku terpergok oleh pak Dahlan tapi nafsuku yang sudah naik keubun-ubun membuatku nekat untuk tetap meneruskan perbuatanku.

Segera aku selipkan batang kemaluanku ke lobang kenikmatan yang siap tersaji didepannya. klistorisnya nampak telah membengkak mencapai ukuran maksimalnya nampak berkilat dan berdenyut-denyut kencang ingin segera dimasuki oleh kemaluan pria.

Tubuhku mengigigil meresapi kenikmatannya, ketika ujung kepala kemaluanku secara perlahan mulai terhisap masuk kedalam kemaluan Susan.

Semakin dalam kemaluanku masuk, semakin terasa nikmat sensasinya. Kemaluan kami berdenyut seirama bergantian dapat kurasakan kepala penisku seperti dihisap oleh mulut nikmatnya sampai ke sungsum.

“ergh..shs…aku ngga Tahan lagi san aku mau keluar….shh..oh..ah..”kemaluanku bergetar-getar hebat hendak memuntahkan cairan kenikmatan yang sekian lama hanya mengendap di kantung pelirku.

“Shh..sebentar ko…arghh…aku juga mau keluar srgh…ouh..”Rupanya Susan juga sudah hampir mencapai klimaksnya.

“Arrgh…ssh…ah….ough….aku keluar sh…..”Akhirnya aku tak kuasa lagi membendung cairan kenikmatanku bersamaan itu aku juga merasakan kemaluan Susan seakan menyedot habis seluruh cairan kenikmatanku.

Untuk beberapa saat kelamin kami masih menyatu rasa nikmat luar biasa kurasakan merata menjalar keseluruh pembuluh darahku

“Maafkan aku Susan, tidak sepantasnya aku berbuat seperti ini kepadamu.”Buru-buru aku kembali merapikan pakaianku dan Jaket pengamannya.

Apa yang kuucapkan benar-benar muncul dari dalam hatiku yang paling dalam,sebenarnya aku sangat menyesali perbuatanku tadi.

“Tidak apa-apa ko Susan justru berterimakasih koko mau menolong memuaskanku. Aku akan melanjutkan kisahku yang tadi. Kuharap koko bisa menolongku keluar dari tempat ini.”Susan menghirup nafas dalam-dalam matanya kembali menerawang menggali sisa-sisa memorynya yang masih ada.

“Sejak kejadian perkosaan yang menimpa diriku,dan akhirnya aku sadari diriku sudah tidak normal lagi, aku terpuruk menjadi budak nafsu birahi.

Sehari saja aku tidak bermasturbasi atau bersetubuh, rasanya seperti mau mati. Memang selama disini kebutuhan biologisku terpenuhi tapi terlalu berlebihan sehingga alat kelaminku lebih sering terasa perih dan kebas daripada nikmat sedangkan aku sendiri tak mampu untuk menghentikannya.”

“Selama disini, dalam keseharianku hanya bersetubuh entah berapa ratus kemaluan laki-laki yang silih berganti memasuki kelaminku termasuk Pak Dahlan dan Atasannya.

Jaket Pengaman inipun khusus dirancang untukku. Atasan Pak Dahlan sepertinya punya prilaku sex yang menyimpang. Dia merawat baik tubuhku.

Kadang aku dibawa bersama pasien pria secara sembunyi-sembunyi. Kami sengaja dilepaskan ditengah keramaian. Dengan keadaan kami yang mirip binatang maka begitu dilepaskan, kami langsung bersetubuh tanpa mempedulikan tempat. Sementara itu, anak buahnya mengabadikan persetubuhan kami dari berbagai sudut setelah Massa mulai berkerumun menyaksikan aksi cabul kami baru kemudian dia bersama anak buahnya seolah-olah mengamankan kami.

“Oh…dia mau datang..mau datang….ko…maafkan aku ko……argh…..hegh….Hauk-hauk..nguk-nguk heh…lepaskan aku aku harus menari bugil entotin aku cepat…..!!”Mendadak Tatapan mata Susan nampak kosong mulutnya mulai mengoceh sesuatu hal yang tidak jelas sebagian besar sumpah serapah dan maki-makian kotor atau suara-suara mirip anjing.

Aku sadar kegilaan Susan sudah kembali menguasai dirinya Aku Segera menghubungi pak Dahlan untuk kembali memasukan Susan di ruangannya. Aku begitu sedih menyaksikan keadaannya tekadku semakin kuat untuk mengeluarkanya dari tempat ini.

“Pak Dahlan apakah tidak sebaiknya kita pisahkan mereka.”Hatiku begitu pedih saat tubuh putih Susan sedang disetubuhi dalam posisi doggy style.

Sebelah pahanya terangkat tinggi-tinggi kemaluan pria dari indonesia timur itu nampak kontras menyatu dengan putihnya tubuh Susan.Dengus nafasnya terdengar seperti kereta api diselingi erang kenikmatan Susan.

Tubuh keduanya bergetar hebat bergoyang tak beraturan memacu sekencang-kencangnya nafsu hewani kedua insan yang kehilangan akalnya ini.

“Dik Adrian,ngga usah kaget justru dengan demikian keduanya akan tetap sehat.Dulu pernah kami terapis untuk mengendalikan nafsu birahinya tetapi malah berakibat fatal tekanan darahnya naik secara frontal jika ini dibiarkan dikhawatirkan akan memecahkan syaraf-syaraf motoriknya yang bisa menimbulkan kelumpuhan permanen atau lebih parah lagi bisa koma selamanya.

“Tapi apakah tidak berakibat buruk pada rahim dan alat kelaminnya dan bagaimana pula jika dia hamil. bukankah pihak rumah sakit akan lebih repot lagi?”Aku mencoba mempertahankan argumentasiku

“Dulu waktu Susan ditemukan dalam keadaan Hamil tua anaknya sudah diadopsi dan dirawat dengan baik. Dia ditemukan tersekap di sebuah bedeng bekas proyek pembangunan mall. 30 orang pelaku termasuk mandornya juga sudah kami amankan menurut pengakuan mereka, sudah 4 bulan mereka menyekapnya.

Susan dijadikan obyek pelampiasan nafsu birahi mereka. Selama disini juga Susan juga pernah hamil sampai 2 kali akibat prilaku sexualnya terhadap pasien-pasien pria. satu keguguran satunya juga sudah diadopsi dengan baik.

Sejak peristiwa yang terakhir kami bekerja sama dengan dinas kesehatan untuk memvasektomi pasien-pasien pria sehingga segala masalah kesehatan terjamin, karena tidak mungkin kami memisahkan mereka semua terkait dengan minimnya tempat penampungan dan subsidi dana atas rumah sakit ini. Makanya kami sangat berharap agar konsorsium yang diwakili bapak Adrian bisa segera mencairkan dana hibah agar kami bisa segera membenahi masalah kami.”Pak Dahlan dengan semangat menjelaskan masalahnya.

“Wah kebetulan semalam saya juga sudah ditelepon pimpinan saya menanyakan perkembangannya. Apakah boleh saya pinjam komputer sebentar agar data-data yang saya peroleh bisa segera saya e-mail kekantor?sebenarnya aku hendak menyelidiki lebih lanjut ketidak beresan yang terjadi di RSJ ini.

“Oh tentu saja pak Adrian mari silahkan ke ruangan pak kepala pake saja sendiri maaf saya tidak bisa menemani”Akal bulusku berhasil juga rupanya dengan segera pak Dahlan mempersilahkanku masuk ke kantor pimpinanya.

Ruangan ini cukup nyaman dan lega aku melihat sekeliling mempelajari keadaan ada sebuah komputer yang masih baru yang terhubung dengan internet.

Disampingnya ada lemari besar yang nampaknya berisi tumpukan koran dan map-map aku membukanya sebentar ternyata pak kepala suka membaca sebuah harian berita kriminal yang isinya lebih mirip cerita stensilan dengan bahasa jurnalistik yang norak

beberapa halaman nampak bekas digunting. Pandanganku beralih ke tumpukan Map yang ada disampingnya. Rupanya Tumpukan map itu berisi kliping dari koran-koran picisan itu.

Aku kaget membaca salah satunya yang berjudul “Aksi nekat pasangan Cabul bersetubuh di perempatan jalan padat lalu lintas”berita kali ini lengkap dimuat dengan foto yang nampak vulgar hanya di blur pada bagian mata dan alat kelamin masing-masing.

Tidak sepantasnya foto mesum seperti itu dipajang sebagai headline. Sementara di halaman belakang terjepit rapi kwitansi pembayaran entah untuk apa yang nilainya cukup besar.

Aku menduga rupanya pak kepala ada kerjasama dengan wartawan harian mesum ini. Aku langsung teringat cerita Susan yang bercerita sengaja dilepaskan ditengah jalan bersama pasien pria. Rupanya ini alasan semuanya.

Aku kemudian membuka komputer dan mulai memeriksa folder-folder yang ada rupanya pak kepala tidak cukup terampil dan hanya mengandalkan fasilitas folder option.

Sejak awal aku sudah curiga. Komputer ini sedikit sekali program dan file-filenya. Tapi kenapa hardisk seukuran 250Gb ini sudah nyaris penuh?.

Ternyata di salah satu folder Hiden, terdapat ribuan file movie dan picture yang mengabadikan aktivitas-aktivitas persetubuhan liar pasien-pasien sakit jiwa ini.hampir semuanya diperankan oleh Susan. Paras yang cantik ternyata berbalik menjadi sebuah kutukan yang mengerikan bagi dirinya.

Tak bisa kubayangkan sebelumnya, kebejadan moral oknum yang mengexsploitasi prilaku sexual orang sinting.

Sehingga aku bingung sendiri siapa yang sebenarnya sinting disini.Segera aku mengcopy data-data penting tersebut aku berniat untuk membongkar segala kebusukan yang telah terjadi di RSJ ini.

Beberapa bulan kemudian hasil laporanku telah dimuat di majalah terkenal. Kecaman keras baik pro dan kontra segera bermunculan.

Hasil bidikan-2x kameraku yang fenomenal langsung mengangkat drastis rating artikelku. Sedangkan Pihak pemerintah dengan keras menyangkal semuanya.

Akhirnya kasus ini lenyap dengan sendirinya oknum-oknum yang terlibat menurut info yang terakhir aku peroleh, telah dimutasikan walaupun tidak mendapatkan proses hukum. berdasarkan atas dasar demi kepentingan regional.

Sedangkan Susan berhasil aku selamatkan. Kesehatannya telah jauh membaik dan segala ingatan buruknya telah berhasil dihilangkan setelah menjalani terapi hipnotis dari seorang pakar psikolog ternama di singapura. Kini Susan telah membuka lembaran baru dalam hidupnya terlepas dari bayang-bayang kelam masa lalunya.


1 komentar: